Penantian panjang warga Balikpapan Kalimantan Timur terjawab sudah. Polisi mulai menunjukan progres positif penyidikan pencemaran limbah minyak mentah Teluk Balikpapan.
“Setelah 21 hari proses penyidikan, hari ini kami menyita kapal MV Ever Judger,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kaltim, Komisaris Besar Yustan Alpiani, Selasa (24/4).
Polisi menyita kapal berbendera Panama ini usai menuntaskan proses pengangkatan tiga alat bukti patahan pipa minyak mentah Pertamina. Tiga pipa yang totalnya sepanjang 49 meter dan berat 24,5 ton ini menjadi alat bukti utama penyebab tumpahan minyak mentah Pertamina.
Polisi dan Pertamina berkoordinasi menerjunkan penyelam berikut peralatan guna mengangkat pipa dari kedalaman 27 meter di bawah permukaan air laut. Penyelam ahli ini bertugas memotong pipa minyak yang patah sebagai alat bukti penyidikan polisi.
“Barang bukti sudah diamankan petugas di Pelabuhan Jeti Pertamina Balikpapan. Kami susun agar nantinya dilakukan proses rekrontruksi tim Labfor Mabes Polri,” ungkap Yustan.
Selepas itu, Yustan mendatangi kapal MV Ever Judger serta menempelkan surat penyitaan di dinding lambung kapal ini. Empat personil polisi bersenjata juga diperintahkan menjaga keberadaan kapal MV Ever Judger di perairan Teluk Balikpapan.
Bukan hanya berhenti disini saja, Yustan meminta pihak Imigrasi mencekal nahkoda berikut anak buah kapal MV Ever Judger yang seluruhnya berkebangsaan China.
“Imigrasi sudah menerbitkan izin tinggal pada nahkoda dan ABK selama dua bulan di Indonesia,” paparnya.
Yustan memang belum mengungkapkan keterkaitan kapal MV Ever Judger dengan peristiwa kerusakan pipa minyak Pertamina ini. Namun, polisi sudah menjadwalkan gelar perkara dalam penetapan tersangka kasus pencemaran limbah minyak mentah Teluk Balikpapan.
“Besok kami akan lakukan gelar perkara penetapan tersangka kasusnya,” tegasnya.
PT Pertamina (Persero) mengapresiasi kecepatan aparat kepolisian mengungkap penyebab tumpahan minyak mentahnya di area seluas 13 ribu hektare ini. Hingga saat inipun, Pertamina tetap bersikukuh menjadi korban kerusakan jaringan pipa mentah menghubungkan terminal Lawe Lawe dan kilang Balikpapan.
“Kami sudah mendengar soal informasi polisi ini, kami juga menunggu penyebab kerusakan pipa minyak ini,” kata kata Region Manager Communication & CSR Pertamina Kalimantan, Yudy Nugraha.
Yudy mengatakan, kerusakan jaringan pipa minyak mentah telah menganggu proses produksi kilang Pertamina Balikpapan. Selama ini, lima jaringan pipa bawah air mensuplai produksi kilang Pertamina Balikpapan berkapasitas 260 ribu barrel per hari.
“Tiga kilang milik Pertamina dan dua lainnya adalah milik perusahaan migas lain. Seluruhnya diproduksi di kilang Pertamina Balikpapan,” ungkapnya.
Sehubungan pemotongan pipa ini, Yudy menyebutkan, Pertamina akan menjadwalkan proses perbaikan pipa minyak yang diduga rusak akibat jangkar kapal. Ia mengharapkan perbaikan pipa rusak ini berlangsung segera agar tidak mengganggu distribusi BBM bagi kawasan Indonesia timur.
Selama sepekan terakhir ini, Pertamina menurunkan personilnya menyisir empat zona konsentrasi tumpahan minyak di area Rede, Kolam Labuh, Pantai Monpera, lepas pantai dan sekitarnya. Pertamina setidaknya menurunkan 17 unit kapal pembersih berikut 170 personil terdiri teknis support dan kru kapal.
Meskipun begitu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memastikan Pertamina sepenuhnya bertanggung jawab soal kerusakan lingkungan Teluk Balikpapan. Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan, Tri Bangun Laksono menyatakan minyak mentah dipastikan berasal dari pipa Pertamina.
“Amanat Undang Undang Lingkungan jelas menyebutkan pemilik limbah harus bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses penyelamatan lingkungan,” paparnya.
Penyidikan kasus ditangani kepolisian, menurut Laksono bukan menjadi alasan Pertamina lari dari tanggung jawabnya. Pertamina nantinya juga berhak melayangkan gugatan perdata bagi pihak yang telah menyebabkan kerugian material dalam kasus ini.
“Bila nanti kapal batu bara yang terbukti bersalah, Pertamina bisa melayangkan gugatan perdata. Saat ini adalah tanggung jawab Pertamina,” tuturnya.
Kementerian masih melakukan kajian kerusakan lingkungan Teluk Balikpapan akibat tumpahan minyak mentah. Hasil kajian ini menjadi dasar segala upaya penyelamatan lingkungan harus dilakukan Pertamina.
“Sedang kami kerjakan proses analisa kerusakan lingkungan ini, setidaknya butuh waktu enam bulan untuk menentukan besaran nilai kerusakan lingkungan,” sebutnya.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim meminta peristiwa tumpahan minyak ini menjadi peringatan bagi pemerintah untuk meningkatkan sistim pengamanan kilang Balikpapan. Dinamisator Jatam Kaltim, Pradharma Rupang menilai sistim pengamanan obyek vital kilang Balikpapan sangat rapuh dari gangguan pihak luar.
Bukti kongkritnya adalah pecahnya pipa minyak diduga akibat diterjang jangkar kapal MV Ever Judger. Kalaupun hal itu benar, Pradharma menilai hal tersebut bukan sepenuhnya merupakan kesalahan diperbuat kapal bendera Panama ini.
“Ini kapal asing, tentunya saat masuk di Indonesia akan mematuhi peraturan disini. Seperti adanya pengawalan kapal pandu KSOP Balikpapan dan TNI AL. Ini kan tidak ada, tidak ada early system yang mampu mencegah terjadinya masalah ini,” keluhnya.
Rangkaian kelalaian ini berujung tumpahan 5 ribu kilo liter minyak mentah di perairan seluas 13 ribu hektare meliputi Balikpapan, Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Bencana lingkungan mengancam kelestarian keanekaragaman hayati Teluk Balikpapan.