PT Pertamina disebut bertanggung jawab sepenuhnya soal tumpahan minyak mentah di perairan Teluk Balikpapan Kalimantan Timur. Tumpahan minyak ini dipastikan menimbulkan dampak gugatan perdata warga hingga kerusakan lingkungan keanekaragaman hayati di perairan teluk.
“Pertamina sudah komitmen (untuk menanggulangi segala gugatan perdata akan timbul). Kami yang akan menghitung,” kata Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan, Tri Bangun Laksono, Jumat (6/4).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kata Laksono memetakan area tumpahan minyak mentah diperkirakan seluas 13 ribu hektare meliputi perairan Teluk Balikpapan, Penajam Paser Utara, Delta Mahakam Kutai Kartanegara hingga Selat Makassar. Masyarakat nelayan tiga kota ini dipastikan terdampak tumpahan minyak sebanyak 5 ribu ton.
“Dalam area ini pastinya ada berbagai jenis profesi masyarakat yang terdampak tumpahan minyak, seperti kerusakan tambak, kepiting, ikan dan lain lain,” paparnya.
Dalam hal ini, Laksono menyebutkan tugas pemerintah daerah tiga kota tersebut untuk mendata klaim klaim kerugian sudah ditanggung masyarakat. KLHK tentunya akan mengklarifikasi data klaim sudah dikumpulkan masing masing daerah ini.
“Kami sudah mengundang perwakilan tiga kota untuk menerangkan soal ini. Harapan kami, masing masing pemda menjadi garda terdepan untuk mendata klaim kerugian ditanggung masyarakat. Kami nanti akan mengecek kebenaran klaim masyarakat ini,” tegasnya.
Sementara itu dalam waktu bersamaan, KLHK mengkalkulasi kerusakan lingkungan yang nantinya dibebankan pada Pertamina. Alokasinya nantinya dipergunakan sebagai dana recovery perbaikan lingkungan yang rusak akibat limbah minyak mentah di Kaltim.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum, Rasio Ridho Gani dikatakan mendatangkan ahli kepakaran lingkungan KLHK guna mengkalkulasi kerusakan di Teluk Balikpapan. Mereka ini punya keilmuan yang memadai untuk menginventarisir kerusakan lingkungan dan keanekaragaman hayati Teluk Balikpapan.
“Mereka pakar dibidangnya dan bisa secara akurat menentukan nilai kerusakan lingkungan. Kami mengurusi soal gugatan perdata dan polisi soal pidana lingkungannya,” ujarnya.
Laksono mengatakan, tugas berat menanti para pakar lingkungan ini untuk menginventarisir kerusakan lingkungan di perairan seluas 13 ribu hektare. Ia menyakini mereka ini butuh waktu lama untuk menentukan besaran nilai kerusakan lingkungan harus ditanggung Pertamina.
“Mereka akan bekerja cukup lama untuk menentukan nilai kerusakan lingkungan. Paling tidak diatas tiga bulan waktunya,” ungkapnya.
Dengan adanya dua tindakan KLHK ini, Laksono berharap bisa menenangkan keresahan masyarakat Kaltim soal bencana tumpahan minyak Teluk Balikpapan. Menurutnya, seluruh pihak sudah bekerja keras untuk menanggulangi kerusakan lingkungan yang akan timbul nantinya.
Dalam jumpa pers di Polda Kaltim, Pertamina menyerahkan sepenuhnya penanganan kerusakan lingkungan pada institusi KLHK. Demikian pula soal penyidikan kasus pidana lingkungan yang bergulir di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim.
“Kami serahkan pada pihak pihak yang sedang menanganinya,” tutur General Manager Pertamina Unit Pengolahan Kalimantan, Togar MP.
Fokus perhatian Pertamina, adalah pembersihan seluruh perairan terdampak tumpahan minyak mentah. Perusahaan migas plat merah ini juga mengintensifkan tim corporate social responsiblitiy (CSR) menanggulangi dampak negatif dialami masyarakat.
“Fokus kami adalah upaya pembersihan perairan dan membantu permasalahan di lokasi terkena dampak pencemaran minyak mentah,” ujar Togar.
Soal ganti rugi, Humas Pertamina Kalimantan, Yudy Nugraha menambahkan, pihaknya memang menyerahkan penanggulangan masalah lingkungan dipimpin KLHK. Sementara itu, mereka masih menunggu siapa paling bersalah dalam pencemaran lingkungan sesuai penyidikan polisi.
“Saya kira ga begitu (Pertamina komitmen bertanggung) yang saya tangkap. Kan belum diumumkan siapa bertanggung jawab,” tukasnya.
Kalaupun Pertamina tanggung jawab, Yudy menyatakan, pihaknya mempertimbangkan akar masalah penyebab timbulnya pencemaran lingkungan ini.
Pertamina baru baru saja bersedia mengakui tumpahan minyak mentah bersumber dari patahan pipa bawah air menghubungkan kilang Lawe Lawe dan kilang Balikpapan. Pipa berdiameter 20 inchi dan ketebalan 12 milimeter patah terkena jangkar kapal yang lempar sauh di Teluk Balikpapan.
Mereka memastikan tidak ada kesengajaan Pertamina mempublikasikan informasi sesat pencemaran limbah minyak ini. Pengujian 10 sample minyak ini, katanya selalu mengindikasikan bahan kandungan senyawa kimia bahan dasar MFO.
Namun penghujung pengujian, Pertamina menyadari kandungan minyak mentah ini bisa jadi berkamulaze setelah terkena panas matahari dan terombang ambing ombak. Kandungan zat senyawa kimianya menyerupai MFO.
Pantauan wartawan di lapangan – Pertamina menerjunkan timnya meminimalisir dampak kerusakan dialami masyarakat pesisir pantai akibat pencemaran limbah. Tim terpadu ini turun mendata kelayakan kandungan udara di sejumlah kawasan perkampungan nelayan Balikpapan.
Hasil pengecekan ini, Ketua tim, I Gede Sugiarta memastikan kondisi udara di sejumlah lokasi perkampungan relatif normal layak huni. Ia mencontohkan hasil pengujian perkampungan atas air Margasari Balikpapan menunjukan kandungan combustible gas sebesar 0 persen dengan oksigen 20,9 persen.
Combustible gas adalah gas berbahaya mudah terbakar yang skala ambang batasnya harus dibawah 5 persen. Demikian pula skala oksigen yang harus ada dikisaran 19 hingga 22 persen.
“Artinya perkampungan ini layak huni,” ujarnya.