Akhirnya terjawab sudah asal muasal pencemaran limbah minyak mentah di perairan Teluk Balikpapan Kalimantan Timur. Polisi memastikan sumber limbah berasal dari salah satu pipa minyak asal Lawe Lawe – kilang Pertamina yang putus di tengah tengah Teluk Balikpapan.
“Ada pipa Pertamina dalam perairan Teluk Balikpapan yang putus dan terseret,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Timur, Komisaris Besar Yustan Alpiani dalam jumpa pers, Rabu (4/4).
Polisi mendatangkan tim Pusat Laboratorium Forensik Surabaya memeriksa sample genangan minyak yang ditemukan di Teluk Balikpapan. Saat bersamaan, penyidik memeriksa saksi saksi yang mengetahui adanya genangan minyak mentah yang mulai tampak sejak, Sabtu, 31 Maret 2018 pukul 03.00 Wita.
“Keterangan saksi saksi menyebutkan penampakan limbah cair di tempat kejadian perkara,” papar Yustan.
Sementara saat bersamaan, penyelam Pertamina mengecek kerusakan pipa bawah air kedalaman 27 meter di Teluk Balikpapan. Faktanya benar, ada kerusakan jaringan pipa minyak mentah atas sebab yang belum diketahui.
“Polisi masih menyelidi penyebab kerusakan pipa ini, dengan memeriksa saksi saksi yang ada,” tegasnya.
Polisi menetapkan kasusnya dalam status penyidikan sesuai ketentuan Undang Undang Tentang Perlindungan Lingkungan. Fokus utama polisi adalah mencari pihak paling bertanggung jawab sehubungan putusnya jaringan pipa minyak mentah Pertamina.
“Sedang dalam proses pemeriksaan, belum ada tersangka yang bertanggung jawab,” ujarnya.
Setelah berhari hari berkelit, Pertamina Kalimantan akhirnya mengakui sumber tumpahan minyak berasal dari kilang penampungan minyak mentah Lawe Lawe. Sebelumnya, General Manager Pertamina Kalimantan, Togar MP selalu berdalih sumber limbah adalah marine fuel oil atau bahan bakar Kapal. Sedangkan kilang Balikpapan tidak memproduksi BBM jenis ini.
“Karena tidak tahu persis, sehingga kami sebelumnya yakin bahan limbah ini adalah MFO,” dalihnya.
Selama berlangsungnya tumpahan, Togar mengatakan, timnya melakukan uji sample laboratorium guna memastikan kandungan minyak di Teluk Balikpapan. Sepuluh kali pengujian minyak ini, menurutnya menyebutkan terindikasi adalah bahan MFO.
“Bisa jadi pula minyak mentah yang terkena panas dan tergoncang goncang akan merubah kandungan zatnya menjadi sejenis MFO,” ungkapnya.
Kuat dugaan tersebut, Togar menerjunkan tim penyelam guna melakukan pengindraan bawah laut mempergunakan side scan sonar. Tim ini menemukan jaringan pipa minyak mentah yang patah dan terseret sejauh 100 meter.
“Di bawah permukaan air sangat gelam, harus mempergunakan alat khusus untuk mendeteksi,” tuturnya.
Pipa minyak mentah ini, lanjut Togar terbuat dari besi baja dengan panjang diameter 20 inci dan ketebalan hingga 12 mili meter. Besi sebesar inipun masih terseret sejauh 100 masih terseret sejauh 100 meter.
“Butuh kekuatan luar biasa untuk bisa menggeser pipa besi hingga sejauh itu,” keluhnya.
Meskipun sudah berusia 20 tahun, Togar menjamin pipa minyak mentah ini masih dalam kondisi baik. Pertamina secara berkala melakukan pengecekan rutin peralatannya yang ada dalam laut.
“Kondisi masih baik saat kami periksa, tidak ada perubahan. Hanya bekas patahannya saja,” sebutnya.
Saat ini, Pertamina sudah menghentikan sementara proses pengiriman minyak mentah mempergunakan jalur bawah laut. Mereka memaksimalkan kapasitas cadangan dan pasokan kapal tangker guna diolah dalam kilang berkapasitas 260 ribu barrel per harinya.
“Kami lakukan proses produksi BBM secara rutin untuk wilayah Indonesia timur,” paparnya.
Koalisi Forum Perduli Teluk Balikpapan menyatakan, kasus tumpahan minyak mentah sudah berulang kali terjadi dan semua pihak tutup mata. Dalam aksi demonya, mereka meminta pemerintah daerah tegas menindak pelaku pencemaran lingkungan ini.
“Tumpahan minyak mentah sudah sering terjadi, hanya saja kali ini skalanya sangat besar sehingga menimbulkan kegaduhan,” kata Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradharma Rupang.
Sejak awal ada limbah minyak, Pradharma memang langsung menuding sumbernya berasal dari kilang Pertamina Balikpapan. Hanya Pertamina satu satunya perusahaan migas yang punya kilang minyak di Balikpapan yang berhadapan langsung dengan area teluk.
“Kalau bukan Pertamina, siapa lagi ? Selama ini mereka selalu berdalih adalah MFO. Ada korban 1.200 nelayan yang kehilangan mata pencarian,” sebutnya.
Koalisi NGO ini menuntut proses tegas siapapun yang dianggap lalai menyebabkan bencana lingkungan di Teluk Balikpapan. Mereka mendesak Pemkot Balikpapan agar tidak melindungi kesalahan berulang dilakukan Pertamina ini.
“Saya akan buktikan sample limbah ini adalah minyak mentah. Kami akan gandeng lembaga kredible untuk memastikan kandungan zatnya,” paparnya sebelum Pertamina mengakui tumpahan minyak mentahnya.
Pelaksana tugas Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas’ud mengaku fokuskan dalam upaya pembersihan perairan Teluk Balikpapan dari limbah minyak. Pembersihan dilakukan di seluruh perairan Teluk Balikpapan berikut kawasan pantainya.
“Sementara ini kami fokus dalam upaya pembersihan pantai dahulu,” katanya.
Sehubungan pengungkapan kasus pencemaran limbahnya, Rahmad meminta aparat hukum sudah menentukan siapa dalang pelakunya dalam kurun sebulan ini. Kebocoran minyak mentah ini berakibat tewasnya lima korban meninggal serta kerusakan lingkungan Teluk Balikpapan.
Tumpahan minyak mentah Pertamina diduga memicu kebakaran besar di perairan Teluk Balikpapan selama 45 menit. Badan Search And Rescue (SAR) Balikpapan menemukan jasad lima korban jiwa pemancing naas sedang ada di lokasi kejadian yakni Agus Salim, Suyono, Sutoyo, Imam dan Wahyu Gusti Anggoro.
Dugaan sementara, para korban ini tercekik pekatnya asap kebakaran minyak mentah yang berlangsung hampir sejam ini.