Pemerintah Kota Balikpapan Kalimantan Timur menemukan penyalahgunaan gas subdidi di sejumlah warung bakso dan mie ayam setempat. Warung bakso dan mie ayam ini dianggap mampu dengan memiliki omzet diatas Rp 800 ribu per hari.
“Ada temuan warung makan yang masih menggunakan gas subsidi,” kata Kepala Seksi Bahan Pokok Strategis Dinas Perdagangan Balikpapan, Adi Sudarto, Jumat (4/5).
Adi mengungkapkan adanya salah satu warung makan yang menyimpan 91 tabung gas subsidi sebagai cadangannya. Padahal gas subsidi ini diperuntukan bagi sektor usaha mikro kecil menengah.
Pemprov Kaltim sudah menerbitkan surat edaran dimana isinya melarang sektor usaha omzet Rp 800 ribu per hari menggunakan gas subsidi. Sektor usaha mampu diminta langsung beralih mengunakan gas non subsidi.
“Sudah ada surat edaran dari Gubernur Kaltim bahwa usaha dengan omzet di atas Rp 800 ribu sehari dilarang menggunakan elpiji bersubsidi. Begitu pula dengan ASN,” sebutnya.
Pemkot Balikpapan, Hiswana Migas dan Pertamina bersama sama melakukan peninjauan ke sejumlah restoran dan rumah makan setempat. Hasilnya ada beberapa temuan penggunaan gas subdidi di sejumlah restoran dan rumah makan.
Pemkot Balikpapan memang belum memberikan sanksi bagi rumah makan maupun restoran yang kedapatan menggunakan gas subsidi. Sementara ini, mereka hanya diminta membuat surat pernyataan agar segera beralih menggunakan gas non subsidi.
“Kami kasih kesempatan konversi hingga 7 Mei nanti. Jika belum dipatuhi maka segera ditindak oleh Satpol PP,” tegasnya.
Salah satu temuan adalah warung bakso dan mie ayam yang berjualan di kawasan rumah pertokoan Balikpapan Permai. Petugas menemukan puluhan tabung gas subsidi tersimpan di belakang warungnya.
“Kami pakai 15 tabung sehari tapi ada juga elpiji 12 kilogram. Biayanya lebih murah kalau pakai yang 3 kilogram,” kata Agung, karyawan warung.
Penggunaan gas subsidi, menurut Agung terpaksa dilakukan menyusul pembebanan tiga jenis pajak oleh Pemkot Balikpapan. Penggunaan gas non subsidi efektif menekan biaya operasional ditanggung pihak warung.
“Awalnya sih pakai 7 tabung sehari untuk elpiji 12 kilogram yang harganya Rp150 ribu. Kalau yang 3 kilogram dipakai 15 tabung dan belinya Rp17 ribu ada juga yang Rp20 ribu,” akunya.
Seharinya, Agung mampu menekan biaya hingga Rp 255 ribu per hari saat menggunakan gas subsidi. Beban biayanya jauh lebih kecil bila menggunakan gas non subsidi yang membengkak menjadi Rp 1 juta per hari.
“Kami biasa keliling pangkalan dan pengecer untuk membeli tabung yang kecil itu,” ungkapnya seraya menambahkan sudah menandatangani surat pernyataan penggunaan gas non subsidi.
Salah satu rumah makan di Balikpapan, Cocom menyambut positif operasi rutin digelar pemerintah daerah ini. Menurutnya, restoran dan rumah makan membutuhkan gas yang sangat banyak dalam operasionalnya.
“Peninjauan ini positif karena elpiji 3 kilogram hanya untuk warga kurang mampu dan usaha kecil,” tutur Ambo Lansa, pemilik rumah makan Cocom.
Seharinya, Ambo memperkirakan sektor usaha restoran setidaknya butuh minimal 5 hingga 10 tabung gas subsidi per hari. Ia menyebut hal tersebut akan merebut penggunaan gas subsidi yang hanya diperuntukan bagi warga miskin.
“Kalau rakyat kecil memakai elpiji 3 kg selama 5 hari, maka rumah makan seperti ini bisa 5 hingga 10 tabung sehari. Kasihan kan, hak rakyat kecil diambil,” ucapnya.
Sedangkan Pertamina menyerahkan sepenuhnya temuan ini ke Pemkot Balikpapan. Pasalnya sudah ada surat edaran Gubernur Kaltim Nomor 545/1508/EK tentang Peruntukan Penggunaan Elpiji 3 Kilogram.
“Kita ikut Pemkot untuk memonitoring penggunaan elpiji 3 kilogram di Balikpapan karena konsumsi per hari di kota ini sebanyak 19 ribu tabung,” kata Region Manager Comm & CSR Pertamina Kalimantan Yudi Nugraha.
Pemerintah Kota Balikpapan melalui Dinas Perdagangan bekerjasama dengan Pertamina gelar pemantauan penggunaan LPG 3 Kg khususnya ke beberapa pelaku bisnis kuliner di Kota Balikpapan. Kegiatan yang juga melibatkan tim gabungan di antaranya Kepolisian Daerah Kaltim, Satuan Polisi Pamong Praja dan instansi terkait lainnya ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Gubernur Kaltim Tentang Peruntukan Penggunaan Liqufied Petroleum Gas Bersubsidi Tabung 3 Kilogram.
Yudi menyatakan pihaknya berkomitmen pemerintah daerah mengawal distribusi LPG 3 Kg agar tepat sasaran. Pihaknya memang tidak memiliki wewenang dalam menertibkan penyalahgunaan produk subsidi.
“Sebagai operator yang bertugas mengantarkan LPG ke masyarakat bukan domain kami untuk memberikan sangsi kepada masyarakat. Namun demikian program pemerintah terkait hal ini akan kami support penuh”, ujar Yudi.
Lebih lanjut Yudi menjelaskan, berdasarkan surat edaran tersebut, jelas dinyatakan bahwa sebagai produk yang masuk ke dalam kategori LPG tertentu atau dengan kata lain merupakan jenis bahan bakar bersubsidi maka penggunaannya pun terbatas dan diatur di dalam undang-undang.
Dalam upaya pelaksanaan pengendalian, pengawasan dan pendistribusian produk tersebut agar tepat sasaran sesuai dengan peruntukan. Seluruh pemerintah daerah di Kaltim sudah komitmen menjaga distribusi tepat sasaran gas subsidi di masyarakat.
“Tidak hanya Gubernur Kaltim, Walikota Balikpapan, Samarinda , Bupati Passer dan Kutai Timur pun telah mengeluarkan edaran serupa untuk semakin memasyarakatkan gerakan sadar subsidi,” ujarnya.
Pertamina sudah memberikan kemudahan konsumen yang ingin beralih memanfaatkan gas non subsidi. Program ini telah berjalan menyusul peluncuran produk Bright Gas 5.5 Kg di Pulau Kalimantan sejak 2016 yang lalu.
Selain itu, Pertamina juga memberikan apresiasi bagi sektor usaha kuliner yang beralih menggunakan gas non subsidi lewat program Warbiyasah (Warung Bright Gas Anti Subsidi dan Berhadiah).
Beberapa restoran yang telah berpartisipasi pada promo ini di antaranya Bakso Popeye, Rumah Makan Canton, Bubur Sederhana, Puyuh 76 dan Restoran Nam Min Kebun Sayur.