Warga Kutai Kalimantan Timur menuntut pembentukan kabupaten pemekaran di lima kecamatan terdiri Samboja, Muara Jawa, Sanga Sanga, Loa Janan dan Anggana. Lima daerah ini tercatat masih dalam pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara yang menjadi daerah Indonesia dengan pendapat mencapai Rp 7 triliun per tahunnya.
“Perjuangan kami sudah disuarakan sejak 2000 lalu hingga sekarang,” kata ata Ketua Badan Presidium Pembentukan Kutai Pesisir, Heri Pahlevi, Jumat (18/4).
Heri sudah lama berjuang agar bisa lepas dari pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara. Masyarakat beranggapan pembangunan tidak menjangkau wilayah pesisir yang menjadi lokasi sumur sumur migas Total Indonesie.
Mereka bahkan sempat melakukan aksi menutup alur jalan menghubungkan Balikpapan – Samarinda. Warga meminta perhatian Bupati Kutai Kartanegara sebagai penentu pelepasan wilayah di bagian pesisir setempat.
Hanya saja hingga kini keinginan menjadi daerah otonomi baru masih terganjal persetujuan dari Bupati Kukar yang enggan mengeluarkan surat keputusan (SK). Sedangkan persetujuan dari Gubernur dan DPRD Kaltim justru sudah keluar sejak empat tahun lalu.
Heri mengatakan timnya sudah beberapa kali melakukan konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Proses pemekaran suatu wilayah tidak bisa dilanjutkan tanpa restu kepala daerah bersangkutan.
“Sebenarnya sudah masuk dalam agenda DPRD RI, jadi memang hanya tinggal SK Bupati saja, itu yang bikin terhambat,’ ujarnya.
Kalau pun bupati menolak lanjutnya, Heri mengaku terus melakukan upaya-upaya hukum termasuk mengeahkan masa yang lebih banyak lagi untuk melakukan aksi demo kembali. Karenanya mereka menunggu upaya Kapolres Kukar yang akan memfasilitasi bertemu bupati.
Dijelaskannya, tuntutan menjadi daerah otonomi baru merupakan harga mati, karena disetujui tokoh masyarakat maupun 47 LPM di lima kecamatan. Tuntutan menjadi daerah otonomi baru, bukan tanpa alasan karena puluhan tahun tidak ada pemerataan pembangunan. Karena selama ini pembangunan hanya terfokus pada Ibukota Kabupaten Kukar Tenggorang.
Bukan hanya itu, masyarakat di lima kecamatan juga harus menanggung pil pahit, karena terjadinya kerusakan lingkungan akibat pengerukan batubara maupun migas.
Banyak lubang-lubang hasil pengerukanyang ditinggal begitu saja oleh perusahaan sehingga bukan hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tapi bencana banjir yang kerap melanda daerah tersebut. Lima kecamatan itu berada diantara Balikpapan dan Samarinda.