NewsBalikpapan –
Korban bencana gempa dan tsunami Sulawesi Tengah (Sulteng) di Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) berangsur mulai meninggalkan posko pengungsian. Sejak bencana menimpa kota Palu, Donggala, Sigi dan Moutong Paragi itu, Bandara Sepinggan Balikpapan menjadi posko serta titik transit pengungsian.
“Sudah banyak yang meninggalkan posko di Balikpapan. Kemarin ada 138 orang pengungsi yang berangkat ke tujuan masing masing,” kata Kepala Penerangan Pangkalan TNI AU Balikpapan, Kapten Deni Kusdinar, Rabu (17/10/2018).
Deni mengatakan, pengungsi Sulteng sudah memadati posko Balikpapan selama sepekan sejak berlangsungnya bencana. Ratusan pengungsi ini datang bergelombang menumpang pesawat angkut hercules yang datang dan pergi mengangkut bantuan logistik.
Setelah itu, sebagian pengungsi memang melanjutkan penerbangan ke sejumlah kota besar di Pulau Jawa. Mayoritas diantara pengungsi ini, menurut Deni, adalah warga pendatang di Sulteng yang masih menyimpan trauma dengan kejadian bencana gempa dan tsunami.
Namun tidak sedikit pula diantara pengungsi ini yang belum punya tempat tujuan lain. Mereka hanya sekedar menjauhkan diri dari titik pusat terjadinya bencana.
Soal pengungsi satu ini, Deni menyebutkan, mereka sementara diinapkan ke asrama embarkasi haji Balikpapan. Pemerintah daerah setempat yang menjamin keberlangsungan mereka sembari menunggu membaiknya kondisi Sulteng.
Sekarang, tipe pengungsi seperti inilah yang sukarela meminta dipulangkan kembali ke kota asal di Sulteng.
Mereka sudah cukup percaya diri membangun kehidupannya yang hancur akibat bencana gempa disusul tsunami di Sulteng.
“Sudah sepekan ini mereka minta dipulangkan ke Palu dengan menumpang pesawat hercules yang membawa bantuan logistik dari Balikpapan. Pengungsi sudah jauh berkurang,” ungkap Deni.
Alhasil, posko pengungsi Balikpapan memang terlihat lengang dari aktifitas pengungsi korban bencana. Enam tenda masih berdiri kokoh dijaga puluhan personil TNI/Polri yang diperbantukan dalam penanganan korban bencana.
Salah satu pengungsi tersisa, Hera (45) mengatakan, keluarganya memang berencana akan menetap sementara di Jawa beberapa bulan kedepan.
Kebetulan pula, ia masih punya beberapa saudara yang tinggal di Jakarta dan Yogjakarta.
“Menentramkan diri dari trauma pasca bencana. Anak saya juga akan mencari pekerjaan disana,” ungkapnya.
Meskipun demikian, Hera memastikan keluarganya tidak ingin terlalu lama menetap permanen di Jawa. Mereka merindukan suasana dan kehidupan alam di Palu yang tentunya tidak mungkin ditemui di Jawa.
“Kami masih memantau kondisi di Palu pasca bencana. Suatu saat nanti, kami berniat kembali lagi ke Palu,” ujarnya.
Untuk itu, Hera sengaja mengungsi ke Balikpapan hanya ditemani tiga orang anaknya saja. Suaminya terpaksa tetap bertahan guna menjaga harta benda masih tersisa di Palu.
“Suami terpaksa tinggal di Palu menjaga rumah dari penjarahan. Dia juga nanti memperbaiki rumah yang retak retak akibat gempa,” tuturnya.
Pengungsi lainnya, Anang Sugianto (29) punya pendapat beda. Perantauan dua tahun menetap di Palu ini, sudah tidak sabar pulang kampung halamannya di Banyuwangi Jawa Timur.
“Nanti malam akan melanjutkan penerbangan ke Surabaya diteruskan transportasi darat ke Banyuwangi,” paparnya.
Anang terpaksa meninggalkan Sulteng yang sudah menjadi tempat mencari nafkahnya. Keputusannya ini disebabkan kondisi fisiknya yang cedera tertimpa pilar bangunan yang runtuh.
Apesnya, tulang punggung pria malang ini pun patah.
“Saya mencoba berobat dulu di Banyuwangi atau Surabaya. Kondisi saya benar benar lemah,” keluhnya.
“Saya hanya bisa berjalan perlahan lahan, sudah tidak bisa berlari,” imbuhnya.
Sebenarnya, tim medis posko pengungsi sudah merekomendasikan agar menjalani operasi penyembuhan tulang di rumah sakit Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Sayangnya, Anang menolak penawaran operasi gratis ini.
“Khawatirnya tidak ada yang merawat selama operasi di Balikpapan. Kalau di Banyuwangi tentunya banyak keluarga yang bisa merawat,” tuturnya bertahan hidup mengandalkan obat penawar sakit.
Komandan Satuan Tugas Bantuan Udara Mabes TNI AU, Marsekal Madya Eko Dono menyatakan, bantuan asing korban bencana bencana di Sulteng terus berdatangan di posko Balikpapan. Selama dua pekan terakhir ini, ia mencatatkan sebanyak 21 negara sahabat serta lima non governmental organization (NGO) asing yang mengirimkan bantuan melalui pengawasan posko di Balikpapan.
“Ada banyak negara sahabat yang mengirimkan bantuan bencana Sulteng,” ungkapnya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), menurut Eko, sudah menetapkan daftar prioritas beragam jenis barang menjadi kebutuhan para pengungsi di Sulteng. Bantuan asing tentunya harus melalui proses kelengkapan administasi, kualitas mutu serta peruntukannya bagi masyarakat setempat.
“Posko Balikpapan menjadi pintu masuk seluruh bantuan asing menuju Sulteng. Petugas di Balikpapan yang melaksanakan screening bantuan asing yang masuk,” tegasnya.
Baru baru, Pemerintah Amerika Serikat turut mengirimkan bantuan senilai Rp 60 miliar bagi korban bencana di Sulteng. Bantuan ini diangkut menumpang tiga pesawat C 130 terdiri berbagai jenis bahan makanan, tenda pengungsi, obat obatan, pemurnian air hingga peralatan emergency lainnya.
“Kebutuhan tempat penampungan darurat bagi 100 ribu pengungsi di Sulteng,” kata Duta Besar Amerika Serikat, Joseph Donovan di Balikpapan.
Donovan mengatakan, negaranya memandang Indonesia sebagai salah satu negara sahabat yang sedang tertimpa kemalangan. Bencana gempa dan gelombang tsunami, menurutnya menghantam dahsyat tiga kota terdampak seperti Palu, Donggala dan Sigi.
“Saat sahabat tertimpa bencana, sudah sewajarnya datang memberikan bantuan,” paparnya.
Karenanya, Donovan memastikan bantuan ini bukanlah yang terakhir diberikan negaranya bagi korban bencana Sulteng. Pemerintahnya pun menyiapkan bantuan senilai jutaan dolar Amerika dalam program pemulihan pasca bencana Sulteng.
“Kami akan memberikan bantuan senilai jutaan dolar dalam pemulihan pasca bencana Sulteng,” sebutnya seraya menambahkan koordinasi terus dilakukan pihak Kedutaan Amerika Serikat dengan BNPB soal pemenuhan kebutuhan pengungsi di lokasi bencana Sulteng.