Opsi Tingkatkan Kompotensi di Teluk Balikpapan

NewsBalikpapan –

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merekomendasikan peningkatan komptensi seluruh aktifitas di perairan Teluk Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim). Perairan teluk ini menjadi pusat aktifitas kepentingan diantaranya kilang minyak Pertamina, jalur pelayaran kapal hingga nelayan Balikpapan.

“KNKT merekomendasikan peningkatan kompetensi agar bencana tumpahan minyak di perairan ini tidak terulang kembali,” kata Ketua KNKT di Balikpapan, Soerjanto Tjahjono di Balikpapan, Jumat (15/3/2019).

KNKT mempublikasi investagasi tumpahan 5 ribu kilo liter minyak mentah milik Pertamina Balikpapan, bulan Maret 2018 silam. Peristiwa ini disebabkan pipa minyak bawah air Pertamina pecah tersangkut jangkar kapal MV Ever Judger.

Akibatnya sangat fatal dimana terjadi kebakaran hebat yang merengut lima jiwa pemancing lokal setempat.

Soal bencana ini, Soerjanto menggaris bawahi pentingnya komunikasi antara kapal pandu dengan nahkoda kapal di area pelabuhan. Kurangnya komunikasi ini penyebab utama bencana lingkungan besar di Balikpapan.

 “Petugas pandu memerintahkan menurunkan jangkar 1 meter diatas air. Nahkoda malah memerintahkan mualim I menurunkan jangkar 1 segel atau 27,5 meter hingga dasar air,” paparnya.

Nahkoda MV Ever Judger salah memahami perintah yang disampaikan petugas dalam bahasa Inggris. Permasalahan kian ruyam, kala ia meneruskan perintah tersebut dalam bahasa mandarin  ke mualim I sehingga tidak bisa dikoreksi petugas pandu.

“Nahkoda meneruskan perintah salah dalam bahasa mandarin. Petugas pandu tidak paham yang disampaikan dan merasa semuanya baik baik saja,” tuturnya.

Sehubungan itu, Soerjanto meminta Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Balikpapan meningkatkan standar operasi dan prosedur (SOP) pelayanan kapal. Menurutnya, petugas pandu harus berwenang penuh dalam pengoperasian vessel traffic system seperti halnya kru air traffic control (ATC) pesawat udara.

“Kewenangan harus besar mengingat resiko keselamatan yang menjadi jaminannya,” ujarnya.

Disisi lain, KNKT juga meminta International Maritime Organization (IMO) merevisi sistim pelatihan bridge resources managemen (BRM) soal kompetensi kordinasi awak pelayaran kapal.

“Kemampuan sertifikasi BRM sesuai ketentuan IMO divalidasi setiap 5 tahun sekali, kami minta agar dilakukan setiap 2 tahun sekali. Agar kemampuan BRM awak kapal tetap maksimal pengoperasian kapal,” tegasnya.

Dalam kasus ini, Soerjanto menilai, MV Ever Judger gagal melaksanakan prosedur standar pengoperasian kapal di pelabuhan. Padahal kapal ini diperlengkapi peralatan navigasi canggih sistim electronic chart display & information (ECDIS).

Ini merupakan sistem navigasi mampu memandu kapal memasuki seluruh perairan laut dunia.

“Meskipun peralatannya canggih tapi kemampuan koordinasinya minim akan berakibat falat,” ungkapnya.

Korban bencana, dalam hal ini Pertamina pun diminta mengkaji ulang sistim pengamanan pipa minyak sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan. Peraturan ini mengatur soal instalasi pipa dalam air 0 – 15 meter yang harus tertanam dalam tanah keras guna memastikan posisinya.

Pertamina sendiri dalam masalah ini mengacu Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang keselamatan kerja pipa penyalur minyak dan gas. Peraturannya lebih longgar dimana kewajiban menanam pipa kondisi kedalaman pipa terbenam 0 – 13 meter.

“Sehingga pipa minyak Pertamina akhirnya tidak ditanam dalam air,” ungkap Soerjanto.

Seperti diketahui, kedalam perairan Teluk Balikpapan hanya berkisar 14 meter saja.

Akhir paparannya, Soerjanto menyatakan hasil investigasi KNKT tidak bisa menjadi barang bukti proses penyidikan pidana maupun gugatan perdata seluruh pihak berkepentingan. Investigasi KNKT dimaksutkan merumuskan rekomendasi agar peristiwa serupa tidak terulang kembali di perairan Teluk Balikpapan.

Kepala KSOP Balikpapan, Jhonny R Silalahi mengatakan, pihaknya sudah melaksanakan seluruh prosedur baku pemanduan MV Ever Judger. Saat itu, ada dua kapal pandu mengawal MV Ever Judger melego jangkar di perairan selatan.

“Prosedurnya semua sudah terpenuhi, saya tidak mengerti dengan pihak mereka ini,” tukasnya.

Jhonny mengakui area pelayaran Teluk Balikpapan memang padat aktifitas pelayaran kapal kapal berbagai negara. Perairan ini pun menjadi perlintasan pipa minyak mentah bawah air kilang Pertamina Balikpapan.

Meskipun begitu, Jhonny memastikan kondisi tersebut lazim terjadi di suatu kota yang mengalami pertumbuhan ekonomi. Ia mencontohkan pelabuhan di Singapura yang memiliki kepadatan lalu lintas tinggi serta instalasi jaringan minyak dibawahnya.

“Biasa saja bila suatu pelabuhan ada instalasi jaringan pipa minyak bawah air. Karena itu ada pemasangan rambu rambu buoy dan kapal pandu,” tegasnya.

Ditempat terpisah, Jaringan Advokat Lingkungan Hidup (JAL) menilai penegakan hukum kasus ini belum maksimal. Aparat hukum hanya menyasar nahkoda kapal, Zong Deyi dengan vonis 10 tahun penjara berikut denda Rp 15 miliar.

“Hanya nahkoda kapal yang memperoleh hukuman pidana lingkungan,” kata Direktur JAL Balikpapan, Fathul Huda Wiyashadi.

Fathul menyatakan, pencemaran lingkungan teluk bukanlah kesalahan individu dibebankan nahkoda kapal. Ia menuntut pertanggung jawaban korporasi dibebankan perusahaan pemilik MV Ever Judger maupun Pertamina.

“Keduanya bisa diminta pertanggung jawaban secara korporasi,” ungkapnya.

JAL mengacu Undang Undang Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pertamina dalam kasus ini menggunakan bahan beracun berbahaya (B3) sedangkan nahkoda tentang hubungan kerjanya.

Permasalahannya, Fathul menilai pemerintah abai terhadap pencemaran 39 ribu hektare perairan teluk dan 86 hektare hutan mangrove. Pertamina Balikpapan  pun dianggap tidak transparan melaksanakan pemulihan lingkungan direkomendasikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Tidak ada pengawasan yang jelas, kami tidak tahu apakah sudah dilaksanakan atau tidak,” tuturnya.

Tumpahan minyak ini menyebabkan lima korban jiwa, dua kapal nelayan hangus terbakar, pesut tewas, ratusan nelayan gagal melaut dan kerusakan ekosistem laut.  Selain itu, ancaman kerusakan 17 ribu hektare hutan mangrove, plankton, kawasan terumbu karang rusak, budidaya rumput laut rusak, penyakit kanker dan limbah B3.

Fathul meminta aparat hukum menuntaskan kasusnya agar peristiwa serupa tidak kembali terulang di Balikpapan. Pasalnya, tumpahan minyak kerap terjadi di Balikpapan sekitar tahun 2004, 2009, 2014 dan terbaru 2018.

“Termasuk juga 3 kali tumpahan minyak yang terjadi pasca tumpahan minyak pada 31 maret 2018,” sebutnya.

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *