NewsBalikpapan –
Nahkoda MV Ever Judger, Zong Deyi diganjar 10 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar subsider 1 tahun. Pengadilan Negeri Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) menilai warga negara Tiongkok ini bersalah menyebabkan pencemaran perairan Teluk Balikpapan, bulan April setahun lalu.
“Terdakwa bersalah sengaja menyebabkan pencemaran lingkungan di perairan teluk,” kata Ketua Majelis Hakim, Kayat, Senin (11/3/2019).
Kayat mengatakan, terdakwa terbukti bersalah sesuai pembuktian saksi saksi jaksa penuntut umum (JPU). Nahkoda kapal sengaja melintasi zona merah perairan teluk dimana dasarnya merupakan jalur pipa minyak mentah Pertamina Balikpapan.
Hakim berkenyakinan, MV Ever Judger diperlengkapi dengan navigasi sistem electronic chart display & information (ECDIS). Ini merupakan sistem navigasi canggih yang mampu memandu kapal guna mengetahui adanya zona terlarang international maritime organization (IMO).
Bukan hanya itu, terdakwa dianggap mengabaikan keberadaan pelampung suar (buoy) terdapat di perairan teluk. Pertamina sengaja memasang rambu buoy guna menandai area mana saja yang terlarang bagi pelayaran kapal.
“Sistim ECDIS ada dalam kapal dan keberadaan peta laut Indonesia. Tanda buoy Pertamina juga ada di tempatnya. Ini mematahkan pembelaan terdakwa bahwa tidak mengetahui adanya pipa minyak dalam air,” tegas Kayan.
“Terdakwa malah memerintahkan mualim I menjatuhkan jangkar 1 segel atau sedalam 27,5 meter,” imbuhnya.
Akhirnya pula, jangkar kapal menyeret serta memecahkan pipa minyak dalam air Pertamina. Tumpahan minyak mentah diperkirakan sebanyak 5 ribu liter hingga berujung kebakaran perairan teluk.
Dampak kebakaran menyebabkan lima orang pemancing Balikpapan tewas; Suyono, Sutoyo, Agus Salim, Wahyu Anggoro dan Imam M. Otopsi mayat para korban menunjukan mereka tewas disebabkan asap dan kobaran api.
Masyarakat Balikpapan pun menanggung kerusakan lingkungan air laut, hutan mangrove serta keanekaragaman hayati. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memastikan perbaikan lingkungan butuh waktu sangat lama serta biaya tinggi.
Akhir putusannya, hakim memerintahkan jaksa menyita kapal MV Ever Judger yang memuat batu bara 14 ribu metrik ton.
Terdakwa warga asing ini menyimak pembacaan vonis lewat perantara penerjemah dibawa tim kuasa hukum. Namun mimik raut muka tampak terlihat menolak putusan ini.
Sesekali dia menggelengkan kepalanya.
Sesuai persidangan, Zong Deyi akhirnya meluapkan kekesalannya dengan menggerutu sepanjang perjalanan menuju mobil tahanan. Ia mempertanyakan putusan hakim yang tidak mempertimbangkan persoalan terjadi di lapangan.
“Kenapa, kenapa, kenapa ? Saya baru tahu ada pipa minyak dalam area pelabuhan. Baru kali ini terjadi. Putusan lucu buat saya,” serunya seraya memasuki mobil tahanan.
Tim kuasa hukum terdakwa pun sepertinya tidak mengira memperoleh putusan seberat ini. Dalam beberapa kali kesempatan, mereka optimis memperoleh hasil positif putusan hakim.
“Kami belum bisa menjawab putusan pengadilan ini, harus dipelajari dulu putusannya sebelum menjawab vonis hakim. Kami harus berdiskusi dengan tim dan klien,” tutur Koordinator tim kuasa hukum, Beny Lesmana.
Putusan pengadilan Balikpapan ini persis sesuai dakwaan JPU sepekan lalu. Jaksa menuntut hukuman 10 tahun penjara dan denda 15 miliar subsider setahun kurungan penjara.
Koordinator LSM Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah kecewa berat dengan putusan pengadilan ini. Aktivis lingkungan asli Balikpapan ini menilai putusan hakim tidak memenuhi aspek kerusakan lingkungan terlanjur terjadi di perairan teluk.
“Belum cukup dan cenderung amat kecil jika dibandingkan dengan kerusakan yang ditimbulkan,” keluhnya.
Merah mengatakan, sanksi denda Rp 15 miliar terbilang sangat minim dibandingkan kerusakan perairan teluk seluas 7 ribu hektare. Dengan kata lain, menurutnya per hektare wilayah tercemar hanya memperoleh alokasi dana pemulihan lingkungan sebesar Rp 2,1 juta.
“Hanya senilai dengan satu buah ponsel merk China untuk kerusakan per hektare area laut,” sesalnya.
Sanksi denda ini, sambung Merah sangat kecil bagi perusahaan multinasional sektor pertambangan maupun industri migas. Tiga kali transaksi batu bara seharga kapasitas 300 feet, menurutnya sudah lebih dari cukup guna melunasi denda dijeratkan pengadilan.
Sehubungan masalah ini, Merah cenderung mendorong penyidikan kejahatan korporasi mungkin sudah dilakukan perusahaan kapal, Pertamina maupun aspek pengawasan SKK Migas. Selama ini penyidikan kasusnya cenderung menyasar operator lapangan serta mengabaikan peran aktif perusahaan.
Disisi lain, Pertamina juga diminta terbuka soal pengelolaan pipa bawah airnya agar peristiwa serupa tidak terulang kembali. Pemerintah pun diminta mengurangi frekwensi pengelolaan pesisir Teluk Balikpapan seluruh aktifitas industri ekstraktif dan privatisasi.
Bulan April lalu, masyarakat dunia dihebohkan dengan tumpahan minyak serta kebakaran hebat merengut korban jiwa. Pada akhirnya terungkap ulah jeroboh kapal MV Ever Judger melego jangkar sembarangan di area zona merah.
Peristiwa tumpahan minyak berlangsung dramatis dimana mengakibatkan kebakaran hebat sepanjang perairan teluk. Bencana lingkungan ini mulai dirasakan saat ini dengan kerusakan 300 hektare hutan mangrove serta kepunahan keanekaragaman hayati setempat.