NewsBalikpapan –
Bencana lingkungan kabut asap melanda Pontianak Kalimantan Barat berangsur angsur mulai memudar. Lima titik hotspot lahan area lahan gambut Pontianak sudah berhasil dipadamkan.
“Lima titik hotspot di Pontianak sudah padam,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pontianak, Saptiko Irfan, Selasa (28/8).
Permasalahan kabut asap Pontianak berasal terbakarnya lahan gambut yang terpusat di Sungai Raya Dalam, Sepakat, Perdana, Purnama dan Batu Layang. Pemadaman lahan gambut makin rumit akibat kemarau panjang melanda Pontianak, dua bulan terakhir.
“Pemadaman lahan gambut sangat sulit dilakukan,” tuturnya.
Namun kali ini, warga Pontianak cukup beruntung ada hujan seharian mengguyur Kalbar dan sekitarnya. Peristiwa alam ini cukup ampuh menggenangi lahan gambut Pontianak yang sebelumnya terus mengepulkan asap.
“Hujan pemberian Tuhan, memang sudah lama disini belum turun hujan,” papar Saptiko.
Hujan lebat ini mempermudah tugas tim yang berjibaku memadamkan titik api. Mereka bisa memonitor area gambut agar kebakaran tidak lagi terulang.
Wali Kota Pontianak, kata Saptiko menerbitkan peraturan tentang larangan pembakaran lahan gambut. Bagi perusahaan terbukti melakukan pembakaran, sambungnya, terancam sanksi pembekuan izin selama kurun waktu 3 tahun.
“Lahan gambutnya juga tidak boleh dimanfaatkan,” tuturnya.
Faktanya, Pemkot Pontianak sempat mendapati perusahaan properti nakal menyalahi izin sudah diberikan. Mereka melakukan pembakaran lahan gambut berkenaan land clearing lahan.
“Kami mengawal pelaksanaan Peraturan Wali Kota Pontianak bersama aparat lainnya,” tegas Saptiko.
Sisi lain, Bandara Supadio Pontianak menjadi jasa transportasi paling terdampak kabut asap di Kalbar. Sebulan ini, mereka kerap membatalkan jadwal penerbangan disebabkan minimnya jarak pandang pesawat.
“Beberapa kali penerbangan dibatalkan akibat jarak pandang pilot yang dibawah standar,” kata General Manager Bandara Supadio, Jon Mukhtar Rita.
Sesuai ketentuan, jarak pandang normal penerbangan sejauh 1 ribu hingga 2 ribu meter. Ini jadi masalah, pasalnya jarak pandang pilot hanya sejauh 800 meter.
Kabut asap menjadi perkara serius dalam industri penerbangan. Faktor keselamatan menjadi prioritas utama bandara yang melayani 120 kali penerbangan per hari.
“Biasanya kabut asap menebal pada pagi hari dan malam hari, saat kabut asap sedang parah sepekan silam,” ungkap Jon.
BPBD Kalbar memastikan ancaman kabut asap belumlah teratasi. Hujan sekejap belum mampu memadamkan ratusan titik hotspot yang tersebar di sejumlah hutan gambut di Kalbar.
“Hujan satu kali saja belum mampu memadamkan api,” tutur Kepala BPBD Kalbar, TTA Nyarong.
Nyarong mengatakan, pemadaman titik hotspot terus dilakukan di sejumlah lokasi kebakaran. Koordinasi lintas instansi terus dilakukan agar warga tidak menjadi korban.
Memang, kebakaran hutan dan lahan Kalbar sudah memakan empat korban jiwa. Korban tewas dilaporkan terjadi di Kabupaten Melawi, Sambas dan Sintang yakni Vito (7), Rio (11), Jaidan (56) serta Ensungga (69).
Para korban tewas diduga tercekat kabut asap yang kobarannya sedang memuncak. Sejumlah pemerintah daerah di Kalbar terpaksa meliburkan siswa siswi sekolahnya akibat bencana ini.
“Kualitas udara disini fluktuatif dari buruk hingga buruk sekali,” keluh Nyarong.
Senada pula, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar menuding pemerintah lambat penuntasan kabut asap yang muncul sejak 1997 silam. Selama 21 tahun berjalan – permasalahan kabut asap mendera masyarakat Kalbar setiap tahun.
“Sejak era dimulainya otonomi daerah diberlakukan,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, Anton P Widjaya.
Anto menyebutkan, pemerintah masif menggalang perizinan sektor perkebunan, kehutanan dan pertambangan di Kalbar yang total luasannya 14,4 juta hektare. Luasan lahan korporasi ini, lanjutnya, seluas 762 ribu hektare yang berada di lahan gambut Kalbar.
“Luasan lahan gambut di Kalbar seluas 2 juta hektare. Artinya luasan gambut Kalbar ada saat ini seluas 36,3 persen sudah berubah menjadi area investasi perusahaan,” paparnya.
Itu pula yang menyebabkan kabut asap terus mengancam Kalbar. Walhi menilai ada kesalahan dalam penanganan permasalahan kabut asap ini.
“Semestinya pemerintah menangani masalah sejak dari hulu atau dari perizinan. Saat izin diberikan di wilayah gambut otomatis beresiko adanya pembakaran seperti sekarang ini,” tuturnya.
Penanganan kabut asap di Kalbar, menurut Anton, diibaratkan petugas pemadam kebakaran yang datang disaat permasalahan sudah genting. Pemerintah terkesan enggan menelusuri simpul permasalahan penyebab kabut asap.
Disamping itu, Anton mengkritik aparat kepolisian yang lambat menindak perusahaan perusahaan yang menjalankan usahanya diatas lahan gambut. Sesuai ketentuan Undang Undang Lingkungan Hidup, menurutnya ada aturan yang melarang pemanfaatan area lahan gambut.
“Saya memberikan apresiasi bagi polisi yang turun lapangan ikut memadamkan api. Tapi sebenarnya mereka bisa mencegah permasalahan ini sejak dini bila menjalankan tugasnya dengan benar,” ujarnya.
Dengan bantuan citra satelit Noah, Walhi Kalbar mencatat sebaran 790 hotspot yang berada di area konsesi perusahaan perkebunan, kehutanan dan pertambangan setempat. Jumlah sebaran melonjak drastis menjadi 1.025 hotspot hampir di seluruh lahan gambut Kalbar.