NewsJakarta –
Tahun ini Ciptadana Art Program kembali hadir dan menampilkan karya-karya dari seniman asal Sumatera Barat yang kini menetap dan berkarya di Jogjakarta, Gusmen Heriadi. Gusmen Heriadi lahir pada tahun 1974 di Pariaman, Sumatra Barat dan lulus dari Institut Seni Indonesia (ISI) pada tahun 2005.
Sebagian besar objek yang diangkat oleh Gusmen dalam karya-karyanya merupakan wujud metafora dari perasaan dan perdebatan mengenai budaya dan tradisi dalam kehidupan modern bermasyarakat. Sebagian besar karya yang diciptakan adalah bukti nyata dari beragam impian, tanggapan perihal kehidupan dan padangan filosofis sang seniman.
Pemikiran filosofis dan kritis yang banyak ditampilkan dalam karya-karyanya merupakan hasil dari perkebangan kultur dan budaya disertai kebiasaan sehari-hari dan pengaruh dari luasnya pergaulan seni dan proses pembelajarannya.
EmmoItaliander, selaku curator seni pameran Ciptadana Art program menjelaskan “Sebagaimana kami kerap menampilkan dari tahun ke tahun, Ciptadana Art program kembali hadir dalam mempromosikan dialog yang menjembatani komunitas bisnis di Indonesia dan dunia seni yang dinamis. Gusmen kerap menampilkan karyanya dalam dua decade terakhir dan kami sangat antusias untuk dapat menampilkan karya-karya sang seniman didalam program kami tahun ini”.
Dalam karyanya saatini, Gusmen Heriadi mengeksplorasi kebanggaanakan ‘identitas’ manusia dan bagaimana kebanggaan tersebut berdampak pada lingkungan dan kehidupan makhluk lainnya melalui pendefinian dari segi esensi’ dan‘status’.
Sang seniman mengilustrasikan esensi’ sebagai sesuatu yang mendefinisikan manusia dan semua makhluk hidup di sekitarnya. Apa saja kah hal yang membentuk kita? apa yang memisahkan kita? apa yang kita bagikan? Dan tentu saja, apa yang kita abaikan?
Sikap dan rasa hormat terhadap semua makhluk hidup harus sama, tapi sebagai mana dinyatakan oleh para babi penguasa dalam ‘Animal Farm’ karangan penulis ternama George Orwell, “Semua hewan memang setara, tapi beberapa lebih setara daripada yang lainnya”.
Di dunia kita, ‘esensimanusia’ adalah segalanya, saat semua makhluk lain dianggap sebagai barang komoditas atau konsumsi. Kurangnya rasa hormat dapat membahayakan masa depan semua makhluk di muka bumi.