Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengharapkan realisasi amandemen Undang Undang No 5 Tahun 1999 Tentang Persaingan Usaha di DPR RI. Revisi undang undang ini menambah kewenangan KPPU hingga penggeledahan pelaku kartel dan monopoli usaha.
“Amandemen Undang Undang No 5 Tahun sangat penting untuk menindak pelaku kartel, oligopoli dan monopoli di Indonesia,” kata Komisioner KPPU, Sukarmi di Balikpapan, Sabtu (30/12).
Sukarmi mengatakan, Komisi VI DPR RI sedang membahas penambahan wewenang KPPU yang ditingkatkan hingga penggeledahan maupun nilai denda yang dilipat gandakan sebesar 5 – 30 persen dari total pendapatan perusahaan. Ia menyambut positif amandemen Undang Undang No 5 yang sepertinya memperoleh dukungan dari mayoritas fraksi fraksi di DPR RI.
“Kami optimis dan informasinya fraksi fraksi akan mendukung amandemen undang undang ini,” ujarnya.
KPPU selama ini terus mengeluhkan keterbatasan wewenangnya yang kesulitan menekan praktek kartel, oligopoli dan monopoli di Indonesia. Keterbatasan wewenang penggeledahan dan minimnya sanksi denda, menurut Sukarmi menjadi pokok utama menjamurnya praktek persaingan usaha tidak sehat.
Sukarmi mencontohkan sanksi denda sebesar maksimal Rp 25 miliar yang tidak memberikan efek jera bagi pelaku usaha. Nilai sanksi denda senilai ini, menurutnya tidak ada artinya dibandingkan pendapatan korporasi yang bisa mencapai angka trilunan rupiah per tahunnya.
“Nilai Rp 25 miliar menjadi tidak terlalu besar untuk masa 10 hingga 20 tahun kedepan,” paparnya.
Selain juga kewenangan penggeledahan bagi pelaku kartel, oligopoli dan monopoli mampu mempertegas KPPU menjalankan tugasnya. Selama ini, KPPU hanya bisa meminta kelengkapan administrasi data pada pihak terlapor melakukan praktek kartel, oligopoli dan monopoli.
“Bila ada dugaan kuat pelaku usaha melanggar bisa segera dilakukan penggeledahan. Untuk mencari barang bukti seperti kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi,” tuturnya.
Saat ini, Sukarmi mengakui penolakan sudah bermunculan terutama dari pelaku usaha diwakili Apindo dan Kadin. Mereka terang terangan menolak dengan dalih pengesahan amandemen Undang Undang No 5 berdampak negatif pertumbuhan investasi dan dunia usaha di Indonesia.
Sehubungan keluhan sektor usaha ini, Sukarmi menilai kekhawatiran sektor usaha dalam negeri berlebihan menyikapi soal amandemen Undang Undang No 5. Menurutnya, undang undang ini hanya berusaha menciptakan iklim dunia usaha sehat tanpa ada praktek kartel, oligopoli dan monopoli.
“Kalau tidak melakukan kecurangan usaha kenapa juga harus takut ?,” tegasnya.
Indonesia memang sudah waktunya punya Undang Undang tegas mengatur soal persaingan tidak sehat. Praktek kartel, oligopoli dan monopoli, kata Sukarmi berdampak dengan kenaikan harga harga kebutuhan masyarakat.
“Kalau korupsi berdampak tidak langsung dinikmati masyarakat tapi soal persaingan usaha akan terdampak langsung adalah masyarakat. Harganya akan melambung tinggi dan masyarakat kesusahan,” ujarnya.
Salah satu putusan terbaru soal praktek kartel dilakukan produsen air kemasan, Aqua, PT Tirta Investama dan distributor PT Balina Agung Perkasa. KPPU menjatuhkan denda Rp 13,8 miliar pada Tirta Investama dan Rp 6,3 miliar pada Balina Agung Perkasa.
Sukarmi mengatakan, korporasi air kemasan Aqua terbukti mengintervensi toko toko agar tidak memperdagangkan produk rival, Le Minerale. PT Tirta Fresindo Jaya selaku produsen air kemasan ini melayangkan somasi dan diteruskan dengan laporan pada KPPU.