Aktivis Anak  Kena Vonis Pasal Pencabulan 12 Tahun

NewsBalikpapan –

Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan Kalimantan Timur memvonis penjara 12 tahun dan denda Rp 1 miliar, aktivis anak dan lingkungan, Pandu Dharma Wicaksono (21).

Penggiat Green Generation (GG) ini terbukti mencabuli sembilan orang korban dimana enam diantaranya bocah dibawah umur.

“Terbukti melakukan pencabulan sesuai dakwaan jaksa penuntut umum,” kata Ketua Majelis Hakim, Agus Akhyudi didampingi dua hakim anggota, Harlina Rayes dan Bambang Setyo Widjonarko, Rabu (19/9).

Majelis hakim selama dua jam bergantian membacakan berkas putusan perkara pencabulan menghebohkan masyarakat ini.

Putusan pengadilan ini sama persis dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Balikpapan yang menuntut hukuman maksimal sesuai ketentuan Undang Undang Perlindungan Anak dan Perempuan.

Terdakwa Pandu, menurut Agus, terbukti mencabuli enam bocah dibawah umur.

Korban adalah para bocah tanggung yang juga aktif di GG Balikpapan. Pelaku sendiri adalah pendamping korban dalam mengkampanyekan soal keperdulian lingkungan di Balikpapan dan sekitarnya.

Selama pembacaan putusan ini, Pandu terlihat tenang mendengarkan berkas dakwaan. Sesekali, terdakwa manggut manggut kala menyimak berkas pembelaan meringankan kasusnya.

Namun putusan hakim sepertinya cukup mengagetkan terdakwa. Tanpa berpikir panjang, mahasiswa ternama negeri ini langsung mengajukan banding putusan pengadilan.

“Tadi sudah anda dengarkan, saya langsung meminta banding,” sebutnya tersenyum sembari digelandang ke mobil tahanan.

Pandu keukuh membantah tuduhan pencabulan bocah aktivis GG Balikpapan. Hasil visum medis, menurutnya, tidak mampu menunjukan bukti konkrit adanya kekerasan seksual pada tubuh korban.

“Tidak ada buktinya kekerasan seksual itu,” papar pria yang rencananya melanjutkan jenjang studi ke Inggris.

Soal itu, hakim menerangkan terpaksa mengabaikan hasil visum fisik para korban. Salah satu korban mengaku, peristiwa pencabulan terjadi empat sebelum laporan ke kepolisian.

“Pencabulan bulan Mei dan polisi menangani kasus ini bulan November 2017. Kesaksian ahli menyebutkan luka lecet sembuh seminggu dan sobek selama sebulan. Selama empat bulan tidak akan ditemukan bekas pencabulan,” tutur Agus.

JPU Kejaksaan Negeri Balikpapan, M Mirhan mengungkapkan, peristiwa pencabulan terjadi tahun 2013 hingga 2017.

Pelaku mencabuli para korban yang seluruhnya adalah penggiat GG Balikpapan.

GG Balikpapan, menurut Mirhan, adalah suatu gerakan sosial yang perduli terhadap perlindungan lingkungan. Pelaku merupakan pendiri GG Balikpapan yang bertujuan mengajak generasi muda agar lebih perduli terhadap lingkungan.

Akun pribadi media sosial, Pandu Dharma Wicaksono menerangkan, aktif kegiatan GG sejak duduk dibangku sekolah menengah pertama Balikpapan. Organisasi lingkungan ini kemudian berafiliasi 508 sekolah yang tersebar di 133 kota/kabupaten seluruh Indonesia.

Anggota simpatisan GG bahkan diklaim mencapai 2,3 juta siswa siswa seluruh Indonesia.

Celakanya, GG Balikpapan menjadi modus pelaku dalam menjerat korban.

Dengan berbagai dalih, kata Mirhan, pelaku melakukan pemaksaan pencabulan.

“Aktivis GG Balikpapan adalah para siswa sekolah di Balikpapan,” ungkapnya.

Sehubungan itu, Mirhan menyambut baik putusan hakim yang mengakomodir seluruh dakwaan jaksa. Menurutnya, putusan hakim mampu memberikan efek jera bagi para predator pencabulan anak.

“Karena korbannya seluruhnya anak anak laki laki sehingga putusan ini sudah maksimal. Ada putusan lebih berat bagi kasus dengan korban anak perempuan,” ungkapnya.

Sehubungan adanya putusan pengadilan ini, Mirhan mengaku akan mengkoordinasikan terlebih dengan pimpinan Kejari Balikpapan. Kejaksaan mempersilakan terdakwa yang langsung mengajukan banding adanya putusan ini.

“Upaya banding menjadi hak terdakwa untuk melakukan pembelaan hukum,” sebutnya.

Tim kuasa hukum terdakwa, Ach Mabrur Tabrani dan Tri Hendro Puspito menyatakan, pengadilan tidak mempertimbangkan fakta hukum sudah disampaikan selama persidangan. Hakim pengadilan, menurutnya hanya mempertimbangkan berkas acara pemeriksaan (BAP) penyidik Polda Kaltim.

“Padahal kami sudah mencabut seluruh keterangan terdakwa dalam BAP itu,” sesal Mabrur.

Mabrur masih mengacu hasil visum medis fisik korban yang tidak menunjukan bukti pencabulan. Ia mengatakan, pengadilan tidak mampu menunjukan fakta hukum bukti keterlibatan kliennya sehubungan kasus ini.

“Tidak ada bukti visum dan lainnya. Sehingga sampai kapan pun kami siap melakukan pembelaan hukum bagi Pandu,” tegasnya.

Penggiat anak dan perempuan Balikpapan, Mei Christi menilai vonis hukuman diterima Pandu sudah cukup setimpal dalam memberikan eferk jera pelaku pencabulan. Menurutnya, hukuman berat ini menjadi peringatan keras para predator pencabulan anak.

Apalagi dalam pemeriksaan polisi, terungkap Pandu sempat pula menjadi korban pencabulan kala menjalani latihan Paskibraka di Kalsel. Salah seorang pelatihnya melakukan pencabulan selama proses latihan.

“Konon memang informasinya seperti itu. Pelaku cenderung mengalami traumatis seksual yang dilampiaskan dimasa mendatang,” ungkap Mei.

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *