Gubernur Kaltim Terpilih Minta Evaluasi Dana Bagi Hasil

NewsBalikpapan –

Gubernur Kalimantan Timur terpilih, Isran Noor berkeinginan mengejar ketertinggalan sarana prasarana infrastruktur dibandingkan kota/kabupaten di Pulau Jawa. Soal pembagian dana perimbangan sektor migas menjadi perhatian gubernur yang dilantik  di Istana Negara, 27 September nanti.

“Sudah banyak jasanya Kaltim bagi pembangunan negeri ini,” kata Isran dalam seminar bertema ‘Pembangunan Infrastruktur Indonesia Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia’ di Balikpapan, Rabu (12/9).

Eksploitasi migas di Kaltim, sambung Isran sudah berkontribusi menopang perekonomian Indonesia sejak tahun 1983 hingga sekarang. Bahkan semasa 1983 hingga 1988, menurutnya, eksploitasi migas Kaltim sudah berkontribusi sebanyak 80 persen total produksi migas nasional.

“Saat itu perekonomian nasional sangat tergantung dari produksi migas. Produksi migas menopang 70 persen APBN Indonesia,” ujarnya.

Saat ini pun, Isran mengatakan, kontribusi eksploitasi migas Kaltim masih signifikan bagi kas negara. Mantan Bupati Kutai Timur mencatat produksi sektor migas Kaltim menyumbang sekitar Rp 500 triliun bagi penerimaan APBN per tahunnya.

Namun demikian, kontribusi Kaltim ini tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat daerah penghasil. Sarana prasarana infrastruktur Kaltim masih jauh tertinggal dibandingkan kota/kabupaten di Jawa.

“Setiap ada pembangunan baru selalu di Jawa, seperti Surabaya dan Jakarta. Kami di Kaltim sarana jalan kualitas 3C dan itupun masih kurang di pedalaman. Baru seminggu diresmikan sudah pecah akibat tidak kuat menanggung beban kendaraan,” keluh Isran.

Selama bertahun tahun, Isran menyebutkan dana perimbangan sektor migas diterima Kaltim nilainya berkisar Rp 20 triliun. Sehingga bisa diartikan penerimaan dana perimbangan migas Kaltim hanya sebesar 4 persen dari total produksi migas per tahunnya.

“Tidak sampai 10 persen dari sumbangan produksi migas di Kaltim sebesar Rp 500 triliun,” paparnya.

Isran menyatakan, masyarakat Kaltim membutuhkan anggaran besar mendongkrak pembangunan infrastruktur daerah perbatasan. Lantaran itu, ia berpendapat daerahnya semestinya berhak memperoleh revisi besaran dana perimbangan dibandingkan sebelumnya.

“Setidaknya kami berhak memperoleh Rp 50 persen dari total produksinya,” tuturnya.

Isran mencontohkan skema diterapkan Pemerintah Republik Rakyat China (RRC) soal pembagian dana perimbangan pusat dan daerah. Negari ‘Tirai Bambu’ ini mengalokasikan 70 persen hasil eksploitasi sumber daya alam (SDA)  kepada daerah penghasilnya.

“Kalau di Indonesia malah kebalik, namun itu pun tidak sampai 30 persen diterima daerah,” paparnya.

Sehubungan itu, Isran berharap skema negara tetangga ini menjadi pertimbangan agar juga bisa diadopsi di Indonesia. Menurutnya, sudah saatnya pembangunan infrastruktur Indonesia diprioritaskan Kalimantan.

“Sulawesi Selatan sudah lumayan pembangunannya, ada wapres disitu. Sumatera Selatan ikut kebagian saat menjadi salah satu tuan rumah Asian Games,” sebutnya.

Meskipun begitu, Provinsi Kaltim hanya bisa berharap kemurahan hati para petinggi negeri ini membantu kemajuan masyarakat perbatasan. Selama bertahun tahun berjuang belum juga membuahkan hasil positif perubahan dana bagi hasil.

Soal keluhan pembiayaan infrastruktur ini, Direktur Utama PT Penjaminan & Infrastruktur Indonesia (PII), Armand Hermawan menyarankan Pemprov Kaltim kreatif serta tidak tergantung anggaran APBN dan APBD. Menurutnya, pemerintah daerah bisa memaksimalkan skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur daerah.

“Saat APBN semakin menantang, kita bisa mulai melirik skema KPBU ini,” katanya di Balikpapan.

Dalam beberapa kasus, Armand menyebutkan, PII mendampingi pengerjaan proyek infrastruktur sejak studi kelayakan hingga proses lelang swasta.

Daerah punya keuntungan penghematan anggaran dengan menggandeng partisipasi swasta dalam pembangunan proyek infrastruktur.

Selain itu, pemerintah daerah pun bisa mendorong terwujudnya tata kelola pelaksanaan proyek dengan baik, efektif dan efisien. Pemerintah daerah mengucurkan anggaran minimal dalam pembiayaan proyek infrastruktur senilai maksimal Rp 20 triliun.

Armand mengatakan, skema KPBU sudah banyak dimanfaatkan dalam pembiayaan mega proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menjadi salah satu yang mampu mengoptimalkan skema pembiayaan KPBU.

“Prioritas anggaran kita juga dipergunakan membayar hutang luar negeri. Sisanya dibagi bagi ke seluruh daerah daerah. Komitmen pemerintah sudah jelas dalam pembangunan daerah tertinggal dan terluar. Hanya saja keterbatasan anggaran juga menjadi pertimbangan,” ujar Armand.

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *