Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Kalimantan Timur meminta pola pikir rumah sakit berubah di era jaminan kesehatan nasional (JKN). Peserta JKN saat ini merupakan klien utama layanan kesehatan sesuai ketentuan pemerintah.
“Pola pikir rumah sakit di Kaltim saat ini harus berubah sesuai era layanan JKN,” kata Ketua Persi Kaltim, dr Edy Iskandar, Selasa (16/5).
Edy mengatakan, mayoritas pasien rumah sakit saat ini adalah pemegang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Saat ini saja, peserta BPJS Kesehatan di Kaltim sudah mencapai 2,3 juta jiwa atau 65 persen dari total keseluruhan warganya sebanyak 3,5 juta jiwa.
“Mayoritas pasien rumah sakit di Balikpapan saat ini adalah peserta BPJS Kesehatan. Seperti juga di rumah sakit tempat saja bekerja,” kata Direktur Rumah Sakit Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
Rumah sakit di Kaltim, menurut Edy, harus meningkatkan kualitas layanannya agar memperoleh kepuasan dari masyarakat. Rumah sakit tidak boleh lagi membeda bedakan layanan pasien pengguna kartu BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta lainnya.
“Tidak boleh lagi membeda bedakan layanan lagi. Semuanya harus dilayani dengan maksimal. Kalau masih tidak profesional tentunya akan ditinggalkan pasien di masa mendatang,” tuturnya seraya menambahkan layanan rumah sakit di Kaltim saat ini memang belum maksimal.
“Mungkin karena lelah dan sebagainya. Karena saat ini terjadi antusiasme layanan kesehatan pasca penggunaan BPJS Kesehatan,” imbuhnya.
Namun demikian, Edy juga mengkritisi kedewasaan pasien yang belum memahami sepenuhnya layanan kesehatan diberikan BPJS Kesehatan. Menurutnya, layanan kesehatan JKN diberikan sesuai hasil diagnosis diberikan dokter yang bertanggung jawab.
“Ada beberapa pasien yang enggan dipulangkan ke keluarganya setelah dirawat beberapa hari. Mereka beralasan tidak ada orang di rumah untuk menjaga pasien ini,” ungkapnya.
Edy menyatakan, dokter sudah memberikan diagnosis medis sesuai kepakarannya saat memulangkan pasien. Dia memastikan, pasien pasien yang dipulangkan sudah masuk tahap pemulihan serta tidak beresiko kesehatannya.
“Kami tidak mungkin memulangkan pasien yang masih terancam kesehatannya. Saat ini terkesan, rumah sakit dijadikan tempat untuk istirahat saja. Kalau segera pulang tentunya kamar inapnya bisa dipakai pasien lain yang lebih membutuhkan,” tuturnya.
Direktur Rumah Sakit Siloam Balikpapan, dr Danie Paluan menambahkan, kuantitas pasien saat ini meningkat drastis dibandingkan sebelumnya. Dokter dokter Rumah Sakit Siloam Balikpapan punya kesempatan lebih banyak dalam memberikan pelayanan kesehatan pada para pasien.
“Dokter dokter kami bisa memberikan layanan kesehatan lebih banyak pada pasien,” ujarnya.
Sehubungan itu, Danie punya kesempatan menerapkan sistim kendali mutu dalam pelayanan pada pasiennya. Menurutnya, Rumah Sakit Siloam Balikpapan berkomitmen akan memberikan layanan pasien BPJS Kesehatan sesuai koridor sudah digariskan.
“Sistim saat ini adalah layanan BPJS Kesehatan dan kami juga harus turut serta dalam menjalankannya,” tegasnya.
Saat ini, aktivasi BPJS Kesehatan memang memangkas potensi pemasukan Rumah Sakit Siloam Balikpapan sebesar Rp 1 miliar per bulannya. Pendapatan dokter dokter juga terkoreksi hingga 50 persen dibandingkan saat belum dilaksanakannya sistim BPJS Kesehatan.
“Pendapatan dokter memang berkurang hingga 50 persen. Namun itu bisa dikejar dengan mereka menangani lebih banyak pasien pasien yang ada,” ungkapnya.