NewsBalikpapan –
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai penyelenggara pemilu Kalimantan Timur belum siap dalam pelaksanaan hajatan pesta demokrasi legeslatif nanti. Para anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah se Kaltim baru saja terbentuk serta bermaterikan orang orang tanpa pengalaman di bidang penyelenggaraan pemilu.
“Sehingga otomatis akan lambat dalam memenuhi tahapan penyelenggaraan pemilu 9 April nanti,” kata Komisioner Komnas HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan, Otto Nur Abdullah di Balikpapan, Jumat (21/3).
Otto mengatakan permasalahan tersebut dialami seluruh KPUD maupun Panitia Pengawasan Pemilu se kota/kabupaten Kaltim/Kaltara. Komnas HAM memang meninjau langsung kesiapan penyelenggaraan di beberapa kota seperti Balikpapan, Samarinda dan Nunukan.
Otto mencontohkan belum terbentuknya panitia pemungutan suara (PPS) di sejumlah kawasan khusus seperti rumah tahanan Sempaja Samarinda dan Nunukan. Belum ada sosialisasi, apakah di lokasi tersebut nantinya membentuk tempat pemungutan suara (TPS) permanen atau mobile disiapkan KPUD setempat.
“Kepala Rutan juga belum dapat informasi dari KPUD setempat. Mereka menunggu sosialisasi dilakukan KPUD saja,” paparnya.
Komisioner KPUD se Kaltim-Kaltara, menurut Otto tidak sigap dalam menjalankan tugas dan fungsinya selaku penyelenggara pemilu daerah. Padahal seluruh pihak pihak terkait sudah berkomitmen penuh mendukung kinerja KPUD dalam penyelenggaraan pemilu.
“Pemprov, pemkot, pemkab dan kepolisian sudah menyatakan mendukung penuh tugas KPUD. Namun karena KPUD baru saja terbentuk, mereka belum mampu melakukan koordinasi dalam kaitan pelaksanaan tahapan pemilu,” ujarnya.
Komnas HAM sudah merumuskan hipotesis sehubungan permasalahan penyelenggaraan pemilu di Kaltim – Kaltara. Hipotesis ini nantinya disampaikan langsung pada KPUD Kaltim agar segera diputuskan langkah langkah penyelesaiannya.
Komnas HAM sedang melaksanakan pemantauan pelaksanaan pemilu di 21 provinsi di Indonesia. Konsen utama Komnas HAM adalah pemantauan pada negara dalam kaitan memfasilitasi layanan partisipasi politik warga negaranya.
“Kami fokus pada kelompok rentan seperti buruh migran, warga adat dan penyandang disabilitas,” ungkap Otto.