Syarifuddin mengatakan semestinya PT Berau Coal membuat izin amdal secara rinci dengan melibatkan seluruh aspirasi masyarakat di kawasan tersebut. Akibatnya mayoritas warga Berau jadi kaget saat di dekat kawasannya akan berdiri lokasi tambang batu bara seluas 1.400 hektare. “Kami tidak pernah dilibatkan dalam pengurusan amdalnya,” paparnya. Sesuai rencana tata ruang dan wilayah Berau 2001 – 2011, Syarifuddin mengatakan area tersebut semestinya dijadikan kawasan hutan lindung. Kabupaten Berau juga menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2004 dimana wilayah Sambaliung telah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung kota. “Semestinya tidak boleh diganggu,” ujarnya. Syarifuddin menduga turunnya izin Amdal tambang adalah kesepakatan PT Berau Coal bersama para oknum pejabat Kabupaten Berau dalam pengelolaan kandungan batu bara di lokasi tersebut. Sebanyak enam pensiunan mendirikan yayasan Purna Bakti Praja Mandiri Battikawal dan PT Borneo Perapatan yang nantinya jadi sub kontraktor PT Berau Coal. broken links test “Ada sedikitnya enam pensiunan pejabat Berau disana. Diantaranya adalah mereka yang punya kewenangan penerbitan izin amdal tambang,” paparnya. Lebih lanjut, Syarifuddin memastikan penambangan site Binungan menjadi bukti ketamakan PT Berau Coal dalam mengeksploitasi batu bara di Berau. Kawasan ini disebut sebut menyimpan potensi kandungan 20 juta metrix ton batu bara berkalori tinggi hingga angka 7,8. “Tinggi kalorinya sehingga mereka bernafsu serta merencanakan sejak lama,” ungkapnya. Wacana pengembangan kota Tanjung Redeb, menurut Syarifuddin hanya jadi kedok PT Berau Coal serta oknum pejabat Kabupaten Berau untuk menguasai batu bara site Binungan. Dia menyebut wacana tersebut sebagai mimpi yang sulit diwujudkan PT Berau Coal. “Kalau daerah tersebut sudah berlubang lubang, terus gunung mana yang akan dipangkas untuk menutupnya. Sedangkan reklamasi site Lati, Sambarata dan Tumbit saja tidak pernah direalisasikan,” ujarnya. Officer PT Berau Coal, Arif Hadianto menyatakan kawasan tersebut termasuk dalam amdal Binungan yang perencanaanya sejak 2004 hingga 2010 lalu. Proses perizinannya sudah melewati prosedur ditentukan pemerintah. Warga tetap menolak rencana PT Berau Coal membuka area pertambangan batu bara yang lokasinya berdekatan dengan kota Tanjung Redeb. Masyarakat khawatir dengan dampak negative pertambangan seperti ancaman banjir serta kerusakan lingkungan. Proses eksploitasi batu bara Sei Bedungun dikhawatirkan berdampak terjadi sedimentasi tinggi terhadap dua sungai yaitu Segah dan Kelay. Dua sungai besar ini ini mengapit di sisi kiri dan kanan kota Tanjung Redeb. Pertambangan batu bara ini yang berbatasan langsung dengan pemukiman warga di tiga kelurahan yaitu Sei Bedungun, Gunung Panjang dan Rantau Panjang. Warga meminta PT Berau Coal focus pada kawasan lain yang lokasinya berjauhan dengan pemukiman masyarakat. “Izin konsesi mereka seluas 118 ribu hectare, kenapa tidak membuka kawasan yang lain ? Mereka ini baru menambang seluas 10 ribu hectare saja. Masih banyak kawasan mereka belum digarap,” papar Syarifuddin. PT Berau Coal memperkirakan kawasan tersebut mengandung 20 juta metrix ton batu bara kualitas baik lewat proses eksploitasi peledakan. Lewat proses manajemen yang baik, tambang akan berusia ekonomis hingga 12 tahun kedepan. Dalam perencanaanya, kawasan ini menjadi pengembangan kota Tanjung Redep pada masa 10 tahun kedepan. Sebagai pengembangannya, perencaan Parapatan sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Berau Nomor 3 Tahun 2004.