“Perusahaan-perusahaan tambang batu-bara disini hanya menggunakan jalan umum, harusnya mereka membuat jalan sendiri,” kata Sahrul kepada Awang saat acara Penanaman Sejuta Mangrove untuk Penyelamatan Delta Mahakam di Kelurahan Teluk Pamedas, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara
Menurut Sahrul, ada sekitar 600-700 rit sehari jalan umum diwilayahnya yang dilewati truk-truk pengangkut batubara. Satu truk bermuatan antara 5-7 ton batubara. Warga pun harus menerima debu dan jalan mereka rusak dilewati truk-truk tersebut
Selain itu petani juga merasa dirugikan akibat aktifitas perusahaan tambang batubara, karena banyak yang mencemari lahan pertanian dan tidak memberikan kompensasi kepada warga.
Salah satunya kasus lahan pertanian yang dicemari tambang batubara milik H Iswadi di Sebulu, Kutai Kartanegara yang hingga kini sama sekali tak dapat kompensasi dari perusahaan
“Di antara lahan pertanian yang tercemar itu milik abah saya yang luasnya 3,5 hektare,” kisah Ria saat mengadu ke Gubernur.
Mendengar itu Awang pun terlihat kaget. Ia mengatakan bahwa dalam undang-undang disebutkan melarang pengangkutan bahan tambang melalui jalan umum, seperti juga undang-undang mengharuskan perusahaan memberi kompensasi atas kerugian yang diakibatkan aktivitasnya.
“Jadi memang sudah ada aturan yang jelas. Kalau diancam oleh preman perusahaan, lapor polisi,” tegasnya.
Sementara itu aktifis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, lembaga advokasi tambang ,Johansyah Ismail, menuturkan, penambangan batu bara dan bisnisnya hanya menguntungkan pengusaha dan penguasa.
”Warga tak mendapat apa-apa dan alam pun rusak. Pemerintah tak melakukan hal apa-apa untuk mencegah,” katanya.
Selain itu kata Johansyah, adalah sangat ironis kemudian, bahwa 80 persen produksi batu bara Kaltim tersebut diekspor, yaitu ke India, China, termasuk juga Jepang dan Taiwan, serta Hongkong. China yang sesungguhnya sangat kaya batubara memilih tidak menambang depositnya dan memanfaatkan harga batubara yang ‘murah’ dari Indonesia.
“Hanya lima persen untuk Kalimantan, lalu untuk listrik di Bali dan Jawa. Pembangkit listrik kita di Kaltim saja setengah mati mencari batubara dan konon terpaksa beli di luar karena semua yang ada di sini sudah untuk memenuhi kontrak ekspor,” tandasnya.