Warga Bontang Rugi Rp 75 Miliar Akibar Banjir

NewsBalikpapan –

Puluhan warga Bontang Kalimantan Timur (Kaltim) mendemo PT Indominco Mandiri menyusul banjir tujuh kelurahan setempat. Massa menuding pertambangan batu bara perusahaan ini jadi penyebab datangnya air bah mencapai kedalaman 150 centimeter.

“Aksi demo dilakukan warga di Pos Security Indominco di Kelurahan Segendis Bontang,” kata Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Banjir (GMPB) Bontang, Teguh Suharjono saat dihubungi, Senin  (17/6/2019).

Aksi damai diikuti 50 orang perwakilan rukun tetangga (RT) setempat  yang terdampak banjir. Banjir Bontang tepat di malam takbiran di Kelurahan Api Api, Bontang Baru, Gunung Elai, Telihan, Kanahan, Guntung dan Bontang Koala.

“Massa yang ikut aksi tidak banyak, disamping saat itu juga masih kondisi hujan,” papar Teguh.

Dalam aksinya ini, massa menuntut perusahaan transparan proses eksploitasi tambang. Banyak kalangan yang menyebut rusaknya lingkungan berimbas datangnya bencana.

Warga kian resah, mengingat hingga kini belum ada klaim bertanggung jawab luapan air.

Aksi selama dua jam ini, sempat terjadi ketegangan antara massa dengan securiti perusahaan. Pengamanan perusahaan dianggap memprovokasi massa sehingga mereka pun mendatangkan 200 massa tambahan.

“Menuntut Indominco meminta maaf. Security perusahaan sejak awal menunjukan sikap kurang bersahabat. Massa lantas menghubungi rekannya sehingga jumlahnya meningkat,” tutur Teguh.

Teguh mengatakan, Indominco semestinya menanggapi tuntutan massa dengan profesional. Menurutnya, warga Bontang punya alasan kuat menuduh Indominco menyebabkan banjir.

Indominco memiliki area konsesi tambang yang luas di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), perbatasan Bontang. Sedangkan pelabuhannya di Bontang dan stockpile Kutai Kartanegara (Kukar).

 “Tambang mereka berada di atas Bontang yang kemudian berdampak kondisi geografis lingkungannya,” ungkapnya.

Tambang Indominco diduga merubah fungsi kawasan sebelumnya bukit hijau penahan air hujan. Air meluapkan empat sungai yakni Sungai Bontang, Siagian, Kanibungan dan Guntung.

“Hujan selama 10 jam diatas akhirnya meluapkan sungai sungai di wilayah Bontang. Ini akhirnya menjadi banjir terbesar di Bontang,” keluhnya.

Pemkot Bontang mempublikasi banjir menyebabkan kerugian harta benda 15 ribu warganya senilai Rp 75 miliar. Indominco diminta bertanggung jawab kerugian ditanggung warga Bontang.

Pertemuan massa dan Indominco berlangsung singkat dengan penjadwalan ulang pekan depan.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyatakan, banjir Bontang merupakan akumulasi kerusakan lingkungan Kaltim. Daerah ini terkepung kota lain yang masif menerbitkan izin tambang; Samarinda, Kukar dan Kutim.

“Ada dua tambang besar di sekitar Bontang, Indominco dan Damai. Keduanya bisa jadi penyebab banjir saat ini,” ungkap Dinamisator Jatam Kaltim, Pradharma Rupang.

Fakta terjadi saat ini, banjir tersebar di tiga kota/kabupaten; Bontang, Samarinda dan Kukar. Dua kota terakhir yakni Samarinda dan Kukar, menurutnya, paling royal menerbitkan izin tambang.

“Samarinda menerbitkan 76 izin sedangkan Kukar 625 izin tambang,” ungkapnya.

Humas Indominco, Hasto Pranowo menyatakan, Pemkot Bontang sudah dua kali menggelar kajian teknis penyebab banjir di wilayahnya. Kajian memastikan, Indominco bukan penyebab banjir di Bontang.

“Kajian dilakukan pansus bentukan Pemkot dan DPRD Bontang. Hasilnya bukan karena Indominco,” tuturnya.

Hasto menyebutkan, area tambang Indominco terhalang gunung yang memisahkan aliran air Sungai Bontang. Selain itu sekitar wilayah Bontang, menurutnya terdapat perusahaan tambang lain yang berpotensi menyebabkan banjir.

“Area tambang kami dipisahkan gunung dengan Sungai Bontang,” tuturnya.

Meskipun demikian, Hasto memastikan Indominco siap bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengkaji penyebab banjir.

“Nanti agar bisa dilihat penyebabnya apakah karena kependudukan, sungai, curah hujan atau hal lain,” ujarnya.

BMKG Balikpapan memprediksi, puncak curah hujan di Kaltim masih terjadi hingga akhir Juni nanti. Musim penghujan di Kaltim memang cukup unik dimana terjadi bulan Desember hingga Juni.

“Data kami menunjukan musim penghujan Kaltim selama bulan itu,” kata Kepala Seksi Data BMKG Balikpapan, Wahono.

Setelah bulan Juni ini, Wahono menyebutkan, warga Kaltim biasanya menyambut datangnya musim kemarau hingga Desember. Saat itu biasanya terjadi ancaman kekeringan air sekaligus kebakaran hutan.

Awal lebaran Idul Fitri lalu merupakan puncak musim penghujan, dimana curah hujan Samarinda mencapai 72,2 milimeter sedangkan Balikpapan  117,2 milimeter.

Bedanya, bila Samarinda mengalami banjir sebaliknya Balikpapan hanya terjadi genangan di sejumlah sudut jalan.

“Memang saat itu curah hujan di Balikpapan lebih deras dibandingkan Samarinda,” sebutnya.

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *