Saat ini, kata Mulyono rata rata bongkar muat barang kapal kapal bisa mencapai waktu 5 – 8 hari per kapal. Dengan adanya peralatan yang baru ini mampu dipangkas menjadi hanya 3 hari saja.
Mulyono mengatakan sedikitnya ada empat Pelindo yang tersebar di kawasan Sumatera, Jakarta, Jawa Timur dan Wilayah Timur. Terdiri Pelindo I (Sumatera bagian Barat seperti Aceh, Medan, hingga Riau), Pelindo II (Palembang, Jakarta, Pontianak, hingga Cirebon), Pelindo III (Tanjung Perak di Jawa Timur dan Nusa Tenggara) dan Pelindo IV (Makassar, Kalimantan Timur hingga Papua).
Mulyono menyebutkan, dalam pekan ini misalnya sudah dibongkar dan siap dipasang sejumlah crane baru di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Di Pelabuhan Boombaru di Palembang, walaupun belum dalam kapasitas dan kecepatan penuh sudah dioperasikan satu jib crane untuk bongkar muat peti kemas. Pelindo IV di Makassar memperkuat pelayanan Terminal Petikemas Makassar-Sulawesi Selatan, Terminal Petikemas Bitung-Sulawesi Utara, dan pelabuhan petikemas Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur dengan container crane, transtainer, dan truk-truk pengangkut.
Menurut Mulyono aksi pengadaan alat yang berbarengan dengan peningkatan sumber daya manusia kepelabuhan terutama dipicu perubahan pola pemikiran di Badan Usaha Milik Negara tersebut.
Dengan jib crane, dengan operator yang ahli, satu cycle (satu ayunan) crane cukup 2-3 menit. Dengan crane yang ada di kapal, kadang perlu 15 menit.
Dengan pola pikir pelayanan ini, kata Mulyono, tidak hanya Pelindo yang senang, tapi juga semua. Agen kapal senang karena kapal akan lebih banyak berlayar sebab mereka dibayar terutama berdasarkan lama perjalanan kapal bukan lama kapal sandar di pelabuhan, pemilik barang senang barangnya cepat sampai di tujuan.
“Jadi bisnis lebih cepat, lebih murah, lebih efektif, lebih efisien,” tegasnya.
Di sisi lain, Mulyono mengungkapkan, perubahan mindset ini juga karena dipicu peringkat Indonesia yang rendah dalam index LPI (Logistic Performance Index), satu skala yang dikeluarkan Bank Dunia untuk mengukur efektivitas dan efisiensi arus logistik keluar masuk suatu negara, baik lewat darat, laut, maupun udara.
“Tahun 2011 lalu, peringkat kita 75, sementara Malaysia, bahkan Vietnam, ada di peringkat 40-an. Peringkat satu dunia itu Singapura, kedua Belgia, Cina juga semakin efektif dan efisien karena mereka meniru Singapura. Peringkat terbaik kita tahun 2007, di urutan 47 dunia,” paparnya.