Dakwaan Makar Aksi Demo Papua

NewsBalikpapan –

Tujuh terdakwa demo anarkis Papua didakwa ketentuan pasal makar Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Jaksa penuntut umum (JPU) membacakan surat dakwaan kasus demo berujung rusuh massa di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim).

 “Terdakwa didakwa pasal  106 atau 107 kasus makar  dalam ketentuan KUHP,” kata Perwakilan JPU  Adrianus Tamana, Selasa (11/2/2020).

PN Balikpapan bergantian mulai menyidangkan tujuh terdakwa demo Papua; Alexander Gobai, Hengki Hilapok, Steven Itlay, Agus Kosai, Ferry Kombo, Buctar Tabuni, dan Irwanus Uropmabin. PN Balikpapan menugaskan sembilan hakim memimpin jalannya persidangan dalam tiga kelompok sidang.

Pengadilan membuka persidangan dengan terdakwa Alexander Gobai. Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) dituduh menjadi aktor penggerak massa demo mahasiswa berujung kerusuhan massa di Jayapura.

Bulan September itu, ribuan massa melakukan penjarahan, perusakan hingga penyerangan aparat keamanan. Jaksa menuduh aksi demonstran berafiliasi langsung dengan Komite Nasional Papua Barat (KNPB).

Organisasi politik anti pemerintah ini memang aktif memperjuangkan kemerdekaan Papua.

“Massa mahasiswa bercampur dengan kelompok lain membawa bendera KNPB dan Bintang Kejora. Massa mempersenjatai diri dengan senjata tajam, kayu, ketapel, dan batu,” papar Adrianus.

Dakwaan serupa pun dituduhkan pada dua aktifis BEM USTJ lainnya; Hengki Hilapok dan Irwanus Uropmabin.  Kedua mahasiswa Papua ini dituduh memprovokasi masyarakat menyusul umpatan rasial sempat diterima mahasiswa Papua di Surabaya.

“Orasi Hengki memprovokasi warga meminta referendum, dengan atribut bendera Bintang Kejora dan KNPB. Sedangkan Irwanus sengaja membiarkan massa melakukan aksi anarkis, meskipun tugasnya penanggung jawab keamanan peserta aksi,” ungkap Adrianus.

Kelompok mahasiswa USTJ ini selanjutnya bergabung mahasiswa Universitas Cendrawasih (Uncen) melakukan long march menuju Kantor Provinsi Papua. Sepanjang jalan kelompok mahasiswa mengajak warga bergabung hingga terjadi pembakaran kantor pemerintah, swasta, dan asset warga.

“Presiden BEM Uncen Ferry Kombo aktif mengumpulkan mahasiswa dan mengasut warga ikut melakukan aksi,” tutur Adrianus.

Selama jalannya aksi, mahasiswa aktif koordinasi dengan KNPB mensukseskan demo. KNPB punya kepentingan menggelar referendum bagi warga Papua.

Adrianus menyebutkan, terdakwa Steven Itlay merupakan buronan kasus makar melibatkan warga negara Polandia Jackob Fabian Szkripsi dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara. Kali ini, aktifis KNPB kembali tersangkut kasus serupa bersama mahasiswa Uncen.

“Terdakwa Steven terlibat pula dalam kasus makar melibatkan warga asing. Ia ditangkap saat akan menghadiri rapat bersama mahasiswa Uncen,” paparnya.

Demikian pun Ketua KNPB Agus Kosai aktif yang mengkampanyekan referendum Papua Merdeka. Bersama rekannya, Wakil Ketua United Liberation Movement for Papua Buchtar Tabuni menggalang dukungan dunia internasional atas pelbagai pelanggaran HAM.

“Mereka aktif mengkampanyekan referendum Papua. Aksi demo mahasiswa menjadi momentum untuk melaksanakan tujuannya,” ungkap Adrianus.

“Mereka memprovokasi warga agar tidak ikut upacara bendera serta tidak mengakui NKRI,” imbuhnya.

Aparat kepolisian menangkap Agus Kosai dan Buchtar Tabuni saat menghadiri rapat mahasiswa di Uncen. Keduanya disebut mempersiapkan aksi susulan pasca demo berujung petaka di Papua.

“Rapat bersama mahasiswa usai kerusuhan Papua,” tutur Adrianus.

Sementara itu, tim kuasa hukum terdakwa membantah keterlibatan kliennya dalam aksi rusuh massa Papua. Juru bicara tim Latifah Anum Siregar pun  balik menuding dakwaan jaksa prematur serta terburu buru.

“Jaksa terkesan belum yakin dengan dakwaannya. Pasal pasal yang dikenakan masih belum yakin,” tuturnya usai persidangan.

Sehubungan itu, Latifah optimis mempersiapkan eksepsi pembelaan dakwaan kejaksaan. Dalam kasus ini, timnya mempertanyakan kewenangan PN Balikpapan menyidangkan kasus diluar delik lokasinya.

“Apakah bisa PN Balikpapan menyidangkan kasus di luar wilayahnya ? Prinsip keadilan adalah memudahkan saksi saksi menghadiri panggilan persidangan. Sedangkan lokasi Balikpapan dan Jayapura sangat jauh,” ujarnya.

Apalagi seluruh terdakwa mendapatkan diskriminasi hak pembelaan hukum. Selama enam bulan ini, kepolisian menutup akses terdakwa bertemu tim kuasa hukum.

 “Polisi menutup akses pengacara menemui terdakwa saat ditahan di Balikpapan. Kami meminta pemeriksaan media seluruh terdakwa. Salah satu terdakwa bernama Alexander Gobai sempat muntah darah,” ungkap Latifah.

Proses persidangan memperoleh perhatian aparat kepolisian yang menerjunkan ratusan personil pengamanan. Jaringan seluler dan internet sekitar  area gedung pengadilan pun mendadak padam selama sidang.

Persidangan rencananya dilanjutkan minggu depan dengan agenda pembacaan eksepsi pembelaan tim kuasa hukum terdakwa.

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *