Rektor Universitas Mulia Balikpapan, Agung Sakti Pribadi (kanan) dan wartawan Balikpapan, Baim (kiri). Foto Istimewa
NewsBalikpapan –
Proses persidangan terdakwa Jovinus Kusumadi alias Awi menyedot perhatian masyarakat Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim). Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan memang sedang menyidangkan perkara tuduhan pemalsuan surat berkelanjutan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Salah satunya, praktisi hukum sekaligus rektor Universitas Mulia Balikpapan, Agung Sakti Pribadi SH MH turut berkomentar soal sengketa Gino Sakiris dan Awi. Keduanya adalah sesama pemegang saham PT Oceans Multi Power (OMP) Tiger Ready Mix yang kini beradu hukum di meja hijau.
Sehubungan kasusnya, Agung berpendapat, dakwaan dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) harus kuat guna menjerat pelanggaran pidana. Pasal undang undang dijeratkan jaksa, menurutnya menjadi dasar kontruksi hukum hakim dalam memutuskan suatu perkara.
“Dengan membaca dakwaan, kita bisa tahu konstruksi hukum yang dikembangkan JPU,” terangnya. Dirinya juga telah membaca beberapa pemberitaan persidangan tersebut.
Selama proses persidangan sejauh ini, Agung menilai lemahnya dakwaan JPU disangkakan ke terdakwa. Menurutnya, kasusnya terkesan dipaksakan agar bisa masuk ke ranah pidana.
“Dari informasi berita tersebut dan fakta hukum persidangan, terksesan kasus ini dipaksakan ke rana pidananya. Yang JPU sendiri sulit membuktikannya,” paparnya.
Pendapat nyaris senada pun disampaikan pengamat hukum Universitas Mulawarman, Ivan Zailani Lisi menyebutkan, jaksa semestinya membuktikan adanya tindak pidana pemalsuan surat. Pasal pemalsuan ini nantinya menjadi dasar berkenaan pasal TPPU dengan ancaman hukuman lebih berat.
“Jika pemalsuan surat bisa dibuktikan, maka bisa dikenakan TPPU,” ujarnya.
Sementara soal dugaan ada laporan keuangan yang direkayasa, itu merupakan sesuatu yang krusial yang harus dibuktikan. Sebab, disangkakan pada pemalsuan surat. “Maka harus bisa dibuktikan pada persidangan,” jawabnya.
Para pihak baik jaksa penuntut umum (JPU) maupun kuasa hukum terdakwa harus bisa membuktikan dalil disertai fakta hukum, keterangan saksi dan juga bukti surat di persidangan.
“Apa yang didakwakan JPU, maka harus dibuktikan pada persidangan, termasuk pula kuasa hukum. Hal itu harus dimunculkan dan akan dinilai hakim,” jelasnya.
Pada sidang kedelapan 22 April 2019, saksi Leo yang dihadirkan JPU menunjukan dokumen audit pada majelis hakim yang diketuai I Ketut Mardika. Ada bukti, laporan keuangan PT OMP berdasarkan hitungan kerugian dan keuntungan.
Dari penjelasan Elza diketahui bahwa kantor akuntan publik tempat bekerja Leo sudah ditutup oleh Kementerian Keungan sehingga Leo tidak bisa lagi membuat laporan keuangan perusahaan.
“Laporan keuangan harus orang yang kompeten. Hitungannya untuk laporan keuangan publik. Seperti bank dan lainnya. Bukan hitungan yang dibuat sendiri dengan tujuan negoisasi menjual saham bagi Gino dan Awi,” jelas Elza.
OMP mulai investasi 2014, dibangun dan beroperasi akhir Mei 2015. Untuk perusahaan break even point (BEP) produksinya Averege supaya bisa BEP harus produksi 1.200 kubik sampai 1.500. “Kalo perusahaan baru tidak bisa digenjot,” kata Elza.
Pengamat hukum Piatur Panggaribuan yang juga menjabat rektor Universitas Balikpapan mengatakan, jika saksi pelapor diduga memberikan keterangan palsu di persidangan dan kemudian terdakwa bebas serta pelapor tidak ada dirugikan. Atas fakta ini, bisa dilapor balik pidana. “Hakim pasti meminta saksi pelapor, agar memberikan keterangan yang sebenarnya,” ungkap Piatur.