NewsBalikpapan –
Romeo termangu di pinggiran saung Pulau 5 Borneo Orangutan Survival (BOS) Samboja Kutai Kartanegara (Kukar) Kalimantan Timur (Kaltim). Pejantan orangutan ini duduk sembari kaki menjuntai.
Polah lincah betina Fani di sebelahnya pun enggan digubris.
Sesekali, orangutan genap berusia 36 tahun ini menggaruk perut tambunnya. Selama proses me time ini, ia tetap mengawasi sekelilingnya.
Bahkan terkadang melototi pengunjung konservasi kebetulan melintas.
Lima tahun sudah Romeo menghuni pulau buatan seluas setengah hektare. Pulau pra pelepasliaran orangutan yang dibentengi parit air sedalam 1,5 meter.
Romeo merupakan satwa sitaan sirkus Taiwan. Orangutan tertua di Samboja tinggal bersama pasangan; Fani dan Isti. Disitu, mereka sedang diobservasi apakah layak ikut program pelepasliaran ke hutan restorasi Kehje Sewen di Kutai Timur (Kutim).
“Seperti manusia, mereka ibaratnya sudah lulus sekolah menengah atas. Harus lulus kuliah dulu,” papar Koordinator tour guide BOS Samboja, Imam Muslim, Senin (26/8/2019).
Contohnya adalah Romeo ini. Meskipun lulus program rehabilitasi, ia tidak kunjung ikut program pelepasliaran. Padahal Romeo paling senior tinggal di BOS Samboja.
“Peluangnya sekarang 50 : 50 untuk ikut program pelepasliaran,” papar Imam.
Memang kenyataannya, Romeo kesulitan beradaptasi dengan alam liar. Selama di pulau buatan, ia terlihat lebih nyaman berinteraksi di darat dibandingkan di atas pohon.
Bukan hanya itu, ia seperti tidak takut keberadaan manusia. Prilaku ini bertotal belakang insting orangutan pada umumnya.
“Romeo seharusnya lebih sering diatas pohon dibandingkan diatas tanah. Logikanya, musuh alami mereka lebih banyak ada diatas tanah,” sebut Imam.
Padahal, Romeo, Fani dan Isti punya kecerdasan diatas rata rata.
Seperti Romeo yang rutin mengecek kedalaman air parit mempergunakan ranting. Ataupun Isti yang berhasil mencuri kanoo pawang serta pindah ke Pulau 4.
“Romeo pernah kabur saat paritnya dangkal sedangkan Isti menaiki perahu kanoo menuju Pulau 4,” papar Imam.
Pulau 4 sendiri berpenghuni kelompok lain; Papa, Vera dan Citra.
“Sepertinya sudah cocok di Pulau 4 sehingga kami membiarkan Isti tinggal disitu,” imbuhnya.
BOS Samboja membangun 13 pulau buatan mengadopsi hutan tropis Kalimantan. Pulau ini merupakan observasi terakhir orangutan menuju program pelepasliaran.
Di pulau ini, orangutan dirangsang bertahan hidup di alam. Pawang pun menempatkan pakan buah buahan, jauh tinggi diatas pohon.
“Agar orangutan memanjat dan membuat sarang diatas pohon. Itu harus dilakukan setiap hari dan belum tentu berhasil,” papar Imam.
Memang, bukan perkara gampang melatih orangutan. Butuh kesabaran luar biasa para pawang.
Meskipun begitu, tantangan terberat sebenarnya merawat bayi orangutan. Mayoritas mereka adalah orangutan usia 0 hingga 2 tahun berstatus yatim piatu.
“Merawat bayi orangutan butuh kasih sayang. BOS Samboja memperkerjakan baby sitter perempuan menangani mereka ini,” papar Imam.
Penanganan bayi orangutan sama persis manusia. Seluruh bayi orangutan akan manja kepada baby sitter yang dianggap induknya.
“Bayi orangutan juga pakai popok, mereka tiap malam kadang terjaga dan rewel. Sehingga baby sitter menggendong dan memberi dot susu untuk menenangkannya,” ungkap Imam.
Setelah berusia diatas 3 tahun, orangutan mulai mengenal alam liar. Mereka belajar di sekolah hutan mempelajari keterampilan dasar seperti memanjat pohon, pembuatan sarang dan pencarian pakan.
“Pelatih dan orangutan lain akan mencontohkan keterampilannya. Pelatih bahkan mempraktekan makan buah masam dengan mimik muka bahagia. Kalau terlihat tidak menikmati, orangutan pun enggan makan buahnya,” tuturnya.
Di sekolah hutan, pawang mengenalkan pakan asli mereka seperti pisang, cempedak, lay dan nangka. Orangutan pun dipandu menguasai teknik pembuatan sarang berupa kumpulan ranting dan daun.
Bayi orangutan umumnya butuh waktu tujuh tahun mempelajari program rehabilitasi. Mereka yang cerdas langsung berkesempatan tinggal di pulau pra pelepasliaran.
“Sedangkan yang bodoh mungkin selamanya hidup di BOS Samboja,” sebutnya.
Selepas di pulau buatan, orangutan terbaik berkesempatan ikut program pelepasliaran. Seperti sebulan lalu, CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite melepaskan enam orangutan ke Hutan Kehje Sewen seluas 86.450 hektare.
Di hutan ini sudah berpenghuni 103 individu orangutan program BOS Samboja.
“Kami sudah melepasliarkan orangutan sejak 2012 silam,” ungkap Jamartin.
Jamartin mengatakan, butuh komitmen tinggi melestarikan primata Kalimantan ini. Pelepasliaran orangutan setidaknya butuh biaya Rp 50 juta per individu.
Bukan hanya itu, tim rescue pun harus menerabas ratusan kilometer hutan belantara dan sungai deras di Kalimantan.
Namun sejak awal, Yayasan BOS memandang penting program guna menjaga kelangsungan populasi orangutan Kalimantan. Sehingga mereka memilih orangutan terbaik, dengan asumsi memiliki kemampuan cukup untuk bertahan hidup.
“Hutan Kehje Sewen merupakan tujuan pelepasliaran orangutan. Kapasitas tampungnya sudah hampir tidak memadai,” papar Jamartin.