Maxim Ditentang di Balikpapan

NewsBalikpapan –

Transportasi daring Maxim ditentang peluncurannya di Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim). Aplikasi online asal Rusia ini dianggap menyalahi batas tarif minimum ditentukan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

“Kami menolak penetapan batas tarif minimum ditawarkan aplikator Maxim ini,” kata Ketua Persaudaraan Gojek Balikpapan Lauw Muhyar, Selasa (23/7/2019).

Lauw mengatakan, komunitas mitra driver aktif memperjuangkan kelayakan tarif  transportasi daring di Indonesia. Buahnya terlihat, Kemenhub pun menetapkan batas tarif minimun semua layanan sebesar Rp 9 ribu per kilometer.

“Peraturan Menteri Perhubungan sudah mengatur soal tarif transportasi online,” paparnya.

Tarif minimum Kemenhub ini, menurut Lauw, sesuai rasa keadilan mitra driver. Mereka sudah merasakan dampak peningkatan pendapatan.

Namun kini persoalan kembali ruyam menyusul peluncuran Maxim. Transportasi daring yang menawarkan tarif murah Rp 4 ribu per kilometer.

“Kalau memang mau bersaing silakan, tapi dengan cara yang adil. Aplikasi lainnya sudah terlanjur mematuhi tarif ditetapkan pemerintah,” sesalnya.

Ia menyebutkan, dampaknya mulai terasa di Balikpapan dimana konsumen cenderung memilih Maxim. Otomatis berdampak penurunan pendapatan mitra driver.

“Mitra driver terkena penangguhan pihak aplikator kini mendaftar Maxim, jumlahnya ratusan orang. Mereka sudah beroperasi kini,” paparnya.

Selain itu, Maxim pun belum melengkapi izin dari Kemenhub dan pemerintah daerah. Sehingga aparat semestinya menindak operasi mitra driver lapangan.

Dalam kasus kali ini, Lauw kecewa lambatnya respon Pemerintah Kota Balikpapan melindungi kepentingan mitra driver. Ia mengaku diacuhkan Dishub Balikpapan tatkala mengeluhkan persoalan Maxim.

 “Sempat ada rencana audensi difasilitasi Dishub Balikpapan, namun selalu gagal. Mereka bahkan terkesan meremehkan keberadaan kami (mitra driver),” cetusnya.

Sehubungan itu, Lauw berencana membalas menggalang kekuatan mitra daring penolakan Maxim Balikpapan. Ia mengklaim ribuan rekan rekannya bersepakat segera turun ke jalan guna penyampaian aspirasi.

“Jumlah driver Gojek di Balikpapan mencapai 700 orang, belum lagi ditambah komunitas lain driver roda empat Gocar maupun Grab. Jumlahnya bisa mencapai ribuan orang,” tuturnya.

“Agar tidak ada lagi yang meremehkan profesi kami,” imbuhnya.

Mitra driver Maxim belum mengantongi izin angkutan sewa khusus (ASK). Selama ini, Maxim baru memiliki izin aplikasi Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo).

“Aplikator Maxim sudah memperoleh izin Menkoinfo sedangkan mitra drivernya belum ada izin,” kata Kepala Dinas Perhubungan Balikpapan Sudirman Djayaleksana.

Sudirman mengatakan, layanan transportasi daring wajib memenuhi prosedur izin bertahap; Kominfo, Kemenhub dan Provinsi Kaltim. Tahapannya, aplikator mengajukan izin Kominfo sedangkan mitra driver ke Kemenhub dan Pemprov Kaltim.

“Aplikator Maxim sudah memperoleh izin Kominfo, namun mitra drivernya belum memproses di Kemenhub dan Pemprov Kaltim. Mitra driver harus tergabung dalam badan hukum ataupun koperasi,” ungkapnya.

Sehubungan kasus di Balikpapan, Sudirman meminta Maxim menghentikan proses rekrutmen mitra driver sembari menunggu izin. Selama proses itu, mereka dilarang menjalankan layanan transportasi daring.

“Mereka harus hentikan dulu rekrutmennya, apalagi sudah ada seribu orang terdaftar di Balikpapan. Namun kalau sudah lengkap izinnya, saya tidak bisa melarang operasi mereka,” tegasnya.

Namun demikian, Sudirman mengaku bukan perkara gampang mengontrol layanan transportasi daring. Ia mencontohkan aturan penetapan 150 mitra driver di Balikpapan.

“Faktanya ada ribuan mitra driver di Balikpapan. Pihak aplikator enggan membuka datanya, kami kesulitan mengontrol di lapangan,” keluhnya.

Sudirman berdalih, penetapan kuota mitra driver guna mengontrol persaingan transportasi daring dengan konvensional. Fakta lapangan, layanan transportasi konvensional tergerus transportasi daring.

Disisi lain, sebagian warga Balikpapan mengkritik campur tangan pemerintah condong kepentingan perusahaan dibanding konsumen. Seperti halnya penetapan tarif minimum transportasi daring yang kini memberatkan konsumen.

“Dulunya murah dan terjangkau, sekarang tarif transportasi daring juga sudah mahal,” keluh Nurhayati Wibisono.

Persaingan bisnis usaha transportasi daring semestinya dimana diserahkan sepenuhnya pada pasar. Nantinya masing masing perusahaan otomatis meningkatkan kualitas layanan.

“Sehingga konsumen yang paling diuntungkan dengan kondisi ini,” ujarnya.

Sebaliknya, Nurhayati malah memandang positif kemunculan Maxim yang meragamkan layanan transportasi daring Balikpapan. Keberadannya menjaga potensi persaingan tidak sehat oligopoli diantara Gojek maupun Grab.

“Kalau memang Maxim bisa lebih murah dan lebih baik akan memperoleh respon positif dari masyarakat. Gojek dan Grab pun boleh meningkatkan layannnya,” tuturnya.

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *