NewsBalikpapan –
Provinsi Kalimantan Timur memprediksi asumsi penerimaan dana bagi hasil (DBH) sektor migas sebesar Rp 446 miliar sulit tercapai. Lifting wilayah kerja migas di Kaltim terus mengalami penurunan menyusul minimnya temuan sumur baru.
“Penerimaan DBH migas Kaltim sulit tercapai tahun 2019 ini. Temuan sumur baru belum mampu menahan penurunan lifting migas Kaltim,” kata Kepala Dinas Pertambangan dan Batu Bara Pemprov Kaltim Wahyu Widhi Heranata, Sabtu (13/7/2019).
Wahyu mengatakan, Kaltim mengandalkan penerimaan pembagian sektor migas maupun batu bara. Selama lima tahun terakhir, DBH migas selalu dibawah angka Rp 1 triliun.
“PDRB (produk domestik regional bruto) Kaltim tergantung penerimaan sektor migas dan batu bara,” tuturnya.
Kaltim tertolong membaiknya pasar harga batu bara yang berimbas menggeliatnya industri pertambangan. Provinsi Kaltim terdapat 20 pemegang izin perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) dan ribuan pemilik izin usaha pertambangan (IUP).
Pemerintah memperoleh pembagian royalti total produksi tambang batu bara. Pemerintah pusat dan daerah memperoleh 13,5 persen royalti produksi batu bara.
“Daerah memperoleh 80 persen sedangkan pusat 20 persen dari porsi itu. Bagian daerah lantas diberikan provinsi 36 persen, daerah penghasil 32 persen dan non penghasil 32 persen,” ungkapnya.
Pembagian royalti batu bara, menurut Wahyu, menopang pembiayaan sarana dan infrastruktur Kaltim. Pemprov Kaltim terdapat 838 desa kota/kabupaten dimana hanya 8 diantaranya katagori maju.
“Tidak ada yang katagori mandiri, sisanya berkembang, tertinggal dan sangat tertinggal,” ungkapnya.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Kalimantan dan Sulawesi menyebutkan, lifting minyak Kaltim semester pertama mencapai 69.876 BOPD. Pertamina Hulu Mahakam (PHM) berkontribusi 57 %, PHKT 11,55 %, PHSS 9,78 %, PEP Kaltim 6,47 %, Chevron Makassar 1,5 % dan Chevron Rapak 1 %.