NewsBalikpapan –
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) meminta pemulangan bekas area izin konsesi tambang batu bara Kalimantan ke negara. Enam perusahaan sudah memasuki akhir izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
“Ada enam perusahaan PKP2B masuk akhir masa kontrak izinnya di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan,” kata Dinamisator Jatam Kaltim, Pradharma Rupang, Kamis (25/7/2019).
Daftar perusahaannya; PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy, PT Kideco Jaya Agung, PT Multi Harapan Utama dan PT Berau Coal. Enam perusahaan ini berturut turut berakhir izin operasinya pada tahun 2020 hingga 2025 mendatang.
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), lanjut Pradharma, bahkan membatalkan perpanjangan izin konsesi PT Tanito Harum. Izin perusahaan beroperasi di Kutai Kartanegara (Kukar) ini memang sudah berakhir bulan Januari silam.
“Sekarang perusahaan harus melaksanakan kewajiban reklamasi, rehabilitasi dan pemulihan lingkungan. Mereka sudah meninggalkan warisan 69 lubang tambang selama proses eksploitasi,” tuturnya.
Pradharma mengatakan, Undang Undang Minerba mengamanatkan perusahaan PKP2B mengembalikan area konsesi tambang di penghujung masa kontraknya. Pasal UU ini pun meminta negara secepatnya menetapkannya menjadi wilayah pencadangan negara (WPN).
“Izin konsesi dipulangkan ke negara, dengan persetujuan DPR RI dirubah menjadi WTN. Kebutuhan energi dalam negeri menjadi alasan legeslatif mendukung permintaan pemerintah,” paparnya.
Selanjutnya, pemerintah bisa menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pengelolaan WPN bekas peninggalan swasta. Perusahaan negara dianggap lebih memiliki keperdulian lingkungan dibanding swasta yang berorientasi keuntungan.
“Tetap ada eksploitasi tambang, namun BUMN dianggap lebih punya keperdulian lingkungan dan sosial dibanding swasta,” tutur Pradharma.
Dalam kasus ini, Pradharma menyatakan, Jatam akan berdamai dengan mempercayakan pengelolaan tambang ke BUMN. Pengalamanya, swasta gagal menjalankan industri ini berdampak kerusakan lingkungan, ribuan lubang tambang dan 35 korban jiwa.
“Swasta terbukti meninggalkan kerusakan di bumi Kaltim akibat tambang,” tegasnya.