Wisnu menyatakan semestinya penyidikan kasus pidana sipil dilaksanakan kepolisian lewat direktorat terkaitnya. Namun sejak kasusnya naik kepermukaan 15 hari lalu belum juga diserahkan pada kepolisian.
“Sehingga kalau ditanya proses penyidikannya, saya tidak tahu. Dilimpahkan saja belum,” sesalnya.
Dalam era demokrasi, kata Wisnu polisi bertanggung jawab penuh pada keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat. Menurutnya sudah bukan zamannya lagi polisi dijadikan tameng institusi lain dalam penanganan kasus.
“Sudah bukan zamannya lagi tahu tahu polisi diberikan kasus tanpa keterlibatan sama sekali. Seperti kasus ini dari awal hingga kini tidak pernah dilibatkan,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam jumpa pers, Wakil Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), Fahmi Harsandono secara tegas sudah menyatakan kesiapannya melimpahkan hasil tangkapan tim Satgas Pemberantasan Mafia BBM. Di Kantor Polda Kalimantan Timur, dia akan buka bukaan tentang kasus tangkapan 100 ton solar illegal oleh kapal LCT KM Mitra Kaltim di wilayah Long Bangun Kutai Barat Kalimantan Timur.
“Setelah jumpa pers langsung kami limpahkan,” katanya menjawab pertanyaan Tempo.
Dua pekan lalu, rombongan tim Satgas mengunjungi langsung kantor Polda Kalimantan Timur bersama puluhan wartawan nasional. Kedatangannya sekaligus membawa berkas berkas laporan untuk diserahkan langsung pada Kepala Polda Kalimantan Timur, Inspektur Jenderal Bambang Widaryatmo.
Fahmi mengatakan tim satgas musti mentaati prosedur hukum semestinya dijalankan dalam penanganan kasus pidana. Dalam kasus ini, ia menyadari prosedur penyidikan musti dilaksanakan personil kepolisian.
Namun demikian, Fahmi menyakini adanya dugaan kuat pelanggaran administrasi maupun pidana dilakukan kapal LCT K Mitra Kaltim. Nahkoda kapal dipastikan tidak membawa surat surat delivery order (DO) serta surat pengantar pengiriman BBM.
“Kalau memang solar industry tentunya DO akan ada untuk menunjukan asal usul BBM tersebut. Apakah dari Pertamina atau impor luar negeri. Tapi ini tidak ada semua,” ujarnya.
Fahmi menduga 100 ton solar termuat dalam kapal adalah dari solar solar subsidi yang kemudian akan dijual pada industry. Asal usul solar kemungkinan berasal dari SPBU, praktek pembelian illegal hingga pengoplosan.
“Dari praktek illegal penyalahgunaan BBM subsidi yang dikumpulkan kemudian dijual pada industry. ” paparnya.
Penyalahgunaan izin usaha perdagangan minyak dan gas terkena ancaman hukuman denda sebesar Rp 60 miliar serta penjara 10 tahun. Ketentuan tersebut tercatat dalam aturan Undang Undang Minyak dan Gas.
Tim satgas menemukan kapal yang mengangkut ratusan ton solar ilegal di Long Bangun, Kutai Barat, Minggu (11/3). Nakhoda LCT KM Mitra Kaltim Saipul Anwar, tidak bisa menunjukkan legalitas barang DO/LO.
Di Long Bangun, awalnya, seorang anggota BAIS berinisial PG memeriksa dokumen kapal dan angkutan solar yang dibawa dengan LCT KM Mitra Kaltim. Saat itu, kapal yang mengangkut solar 99,014 ton tersebut sedang melakukan bongkar muat di Jangau Sungai Mahakam, Camp PT Roda Mas, Kecamatan Long Bagun.
Setelah dilakukan pengecekan kelengkapan dokumen, ternyata nahkoda kapal hanya membawa Receipt for Bunker (RFB) atau penerimaan untuk bunker dan tidak bisa menunjukkan dokumen legalitas barang DO/LO dan nota pembayaran kepada Pertamina/bank.