Adat Paser Terancam Musnah Akibat Ibu Kota

NewsBalikpapan –

Masyarakat Adat Paser di Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur (Kaltim) merasa terancam dalam pemindahan ibu kota negara. Eksistensinya sebagai warga lokal akan tergerus eksodus 1,5 juta penghuni baru ibu kota.

 “Pemindahan ibu kota akan lebih mengancam keberadaan kami,” kata Kepala Lembaga Adat Paser Musa, Sabtu (5/10/2019).

Musa mengatakan, keberadaan Suku Paser sudah tersisih dalam dominasi pembangunan di Kaltim. Ia khawatir kemajuan ibu kota baru malah memunahkan eksistensi Suku Paser di tanah kelahirannya.

 “Kami terancam bahkan bisa semakin terpencar dan punah keasliannya,” paparnya.

Namun, mayoritas warga Adat Paser pun paham pentingnya pemindahan ibu kota demi kepentingan bersama. Mereka tidak mempermasalahkan keragaman suku bangsa Indonesia yang tercemin heterogenitas penduduk Kaltim.

Sehubungan itu, baru baru ini tetua Adat Paser menggelar pertemuan khusus membahas agenda pemindahan ini. Tujuan utamanya agar aspirasi warga lokal ini nantinya didengar pemerintah.

 “Kami meminta presiden melibatkan secara langsung Lembaga Adat Paser dalam proses pemindahan ibu kota,” tegas Musa.

Pemerintah diminta memprioritaskan warga Paser dalam penerimaan pegawai aparatur sipil negara (ASN) di kementerian, BUMN hingga unsur TNI/Polri. Termasuk pula peningkatan sumber daya manusia (SDM) lokal agar mampu bersaing beriringan ibu kota.

 “Mengisi lowongan di pemerintahan, TNI dan Polri. Memberikan peningkatan SDM seperti bea siswa jenjang pendidikan hingga strata 3 atau kursus dan modal usaha,” ujarnya.

Selain itu, Musa pun menyoal pengembalian tanah hak ulayat Paser meliputi Kelurahan Mentawir hingga Maridan di Penajam. Hak tanah adat itu sekarang terbagi dalam izin konsesi hak pemanfaatan hutan (HPH), hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB).

“Lokasi hak ulayat Adat Paser terdapat di 11 desa dan 4 kelurahan,” ungkapnya.

Mayoritas tanah Adat Paser dikuasai perusahaan BUMN dan swasta; Inhutani, ITCI Kartika Utama, ITCI Hutani Manunggal, Agro Indomas, dan Palma. Ironisnya, masyarakat Adat Paser malahan harus tersingkir dari wilayah ini.

Sehubungan itu, Musa meminta inventarisasi hak ulayat Paser di Kaltim. Menurutnya, program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) selama ini berlagsung, tidak mengakomodir kepentingan warga.

Disamping, pemerintah pun diminta mengevaluasi area konsesi perusahaan yang malahan diduduki warga non pribumi.

“Melanggar aturan dan tidak memberi manfaat bagi warga dan negara. Pengurusan tanah adat juga tanpa dipungut biaya, ” ujarnya.

Kawasan adat ulayat Paser nantinya menjadi lokalisir keberlangsungan warga Adat Paser di Kaltim. Keberadaannya pun mampu dimaksimalkan menjadi zona pengembangan seni budaya dan pariwisata Adat Paser.

Di tempat terpisah, Guberbur Kaltim Isran Noor menyatakan, masyarakatnya memiliki kondisi sosial kependudukan yang unik. Masyarakat Suku Jawa merupakan kelompok dominan populasi Kaltim sebesar 35 persen disusul Sulawesi sebesar 26 persen.

Total populasi penduduk Kaltim sebanyak 3,5 juta jiwa dengan luas wilayah 127 ribu kilometer persegi.

 “Barulah sisanya penduduk asli Kaltim seperti Kutai, Banjar, Dayak dan Paser,” ungkapnya.

Namun selama bertahun tahun, Isran memastikan, perbedaan itu dipandang wajar suku masyarakat asli di Kaltim. Terbukti pula tidak adanya konflik sosial dilaporkan sudah terjadi di Kaltim.

“Tidak pernah ada masalah selama bertahun tahun. Kalau pun nanti disebut masyarakat asli tersingkir adanya ibu kota baru, itu sudah biasa. Karena selama ini memang sudah tersingkir,” selorohnya.

Sebaliknya, Isran memastikan, masyarakatnya menyambut terbuka pemindahan ibu berpusat di Sepaku Penajam dan Samboja Kutai Kartanegara (Kukar). Mereka menyadari pemindahan ini nantinya berdampak langsung kemajuan perekonomian Kaltim yang masih tertumpu eksploitasi sumber daya alam (SDA).

“Menjadi sebuah kebanggaan dan kebahagiaan luar biasa bagi Kaltim ditunjuk menjadi lokasi ibu kota. Sehingga tidak ada penolakan itu,” tegasnya.

Apalagi pertumbuhan ekonomi Kaltim diproyeksikan melonjak menjadi 8,9 persen sebelumnya hanya 2,7 persen. Pertumbuhan ekonomi terdampak jasa pemerintahan sekaligus proyek konstruksi senilai Rp 500 triliun.

“Kaltim membutuhkan investasi industri pengolahan SDA. Nantinya pembangunannya bisa terealisasi selama ibu kota,” ujar Isran.

Pertumbuhan ekonomi nantinya tersebar di tiga kota/kabupaten Kaltim; Balikpapan, Samarinda dan Kukar. Kota/kabupaten di luar Kaltim pun turut menikmati pengembangan kota di Banjar Baru (Kalimantan Selatan), Pontianak (Kalimantan Barat), Tanjung Selor (Kalimantan Utara), Makassar (Sulawesi Selatan), Manado (Sulawesi Utara), Sofifi (Ambon), Sorong (Papua), Maja (Jawa Barat), Palembang (Sumatra Selatan), dan  Padang (Sumatra Barat).

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *