Harga BBM Semestinya Turun Sesuai Minyak Dunia

NewsBalikpapan –

Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI)  Jawa Timur meminta pemerintah menurunkan harga BBM subsidi dan non subsidi. Harga BBM semestinya disesuaikan minyak mentah dunia yang turun kisaran 30 dolar Amerika per barrel.

 “Semestinya harga BBM disesuaikan denngan harga minyak mentah dunia,” kata Ketua MTI Jawa Timur Bambang Haryo Soekartono, Kamis (19/3/2020).

Bambang mengatakan, negara lain langsung menyesuaikan harga BBM sesuai tarif minyak mentah dunia. Negara di Eropa biasanya menyerahkan harga BBM sesuai mekanisme pasar.

Penurunan harga BBM, menurut Bambang sangat membantu seluruh pengusaha sektor jasa transportasi. Pertumbuhan industri transportasi merupakan stimulus positif perekonomian makro Indonesia.

 “Dalam ketidakpastian kondisi ekonomi saat ini akibat Covid-19, harga energi yang murah bisa menjadi stimulus bagi sektor riil supaya ekonomi bergerak,” ujarnya.

Selama ini, Bambang menilai, pemerintah tidak transparan proses penetapan harga BBM tanah air. Setiap tahunnya, harganya pun terus meningkat.

 “Selama ini biaya logistik di Indonesia tinggi, salah satu penyebab adalah tidak ada transparansi harga BBM,” ungkapnya.

Di sisi lain, pemerintah memaksakan penggunaan solar jenis B30 belum teruji kualitasnya. Solar ini merupakan jenis BBM penggabungan minyak mentah dengan minyak kelapa sawit.

Solar B30 belum teruji penggunaannya bagi mesin industri. Peralatan mesin menjadi rentan kerusakan viskositas, slag, nozel dan filter injector mesin.

Kasusnya seperti kerusakan mesin KMP Senopati Nusantara saat berlayar di tengah laut.

“Mengancam stabilitas kapal dan bisa tenggelam,” sesalnya.

Negara lain belum ada satupun yang mempergunakan solar B30. Negara negara seperti Argentina, China, Malaysia, Australia, dan Kanada menerapkan penggunaan solar jenis B5, B7, dan B10.

“Tidak gegabah karena rentan menyebabkan kerusakan mesin alat transportasi,” tukas Bambang.

Sehubungan itu. Bambang menolak pemanfaatan solar B30 untuk jasa transportasi. Ia khawatir penggunaan B30 berdampak negatif kualitas jasa transportasi publik dan logistik.

Apalagi kebijakan ini menguntungkan segelintir pengusaha konglomerat. Pemerintah hanya mensubsidi 19 perusahaan sawit  penyokong produksi solar B30.

“Subsidi diberikan sebesar Rp 10,3 triliun. Subsidi semestinya diberikan industri transportasi yang sering menerima kerusakan mesin,” ungkapnya.

Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit mencatat lima perusahaan menerima subsidi terbesar mencapai Rp 7,92 triliun. Sisanya terbagi 14 perusahaan sawit lainnya.

Presiden Joko Widodo harus mengevaluasi kembali penggunaan solar B30. Penggunaan BBM jenis ini berdampak negatif bagi keberlangsungan jasa transportasi dan industri.

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *