Kerukunan Keluarga Maluku Balikpapan (KKMB) merayakaan hari Pattimura di pantai Kemala Balikpapan Kalimantan Timur, Sabtu (1/6). Perayaan akan dihadiri Wali Kota Balikpapan, Rizal Effendy.
“Wali Kota Balikpapan yang akan datang,” kata Ketua KKMB, Jopie Y Matulessy, Jumat (31/5).
Jopie mengatakan KKMB rutin merayakan hari Pattimura setiap tahunnya yang jatuh tepat pada tanggal 15 Mei. Sebagai warga keturunan Maluku, dia merasa berkewajiban melestarikan budaya nenek moyangnya di Balikpapan.
Jopie akan menggelar Tari Perang, Tari Nabar, Tari Gaba-gaba, Hula-hula, dan vokal grup yang menyanyikan lagu-lagu khas Maluku hingga kasidah di pantai Kemala. Anak anak muda keturunan Maluku yang melakukan tarian adat ini.
“Acara ini dilaksanakan berbarengan dengan sejumlah kegiatan social di Balikpapan,” paparnya.
“Setelah pengukuhan pengurus baru pada tanggal 13 Mei lalu, kami melakukan donor darah langsung ke PMI Balikpapan,” imbuhnya.
Dengan donor darah tersebut, warga KKMB memupuk perasaan senasib sepenanggungan dan saling menolong dengan warga Balikpapan lainnya.
Hari Pattimura sendiri diperingati setiap tanggal 15 Mei untuk mengenang perjuangan kemerdekaan Thomas Matulessy, Kapitan Pattimura asal Saparua pada 1817 silam. Pattimura melawan penindasan Belanda dalam hal perdagangan rempah-rempah, terutama cengkeh, pala dan fuli.
Dari Negeri Tuhaha di Gunung Saniri, Pattimura menyusun strategi pertempuran yang dengan gemilang berhasil merebut benteng Duurstede. Sejarah juga menyebutkan, bahwa yang diperangi Pattimura dan para pengikutnya ada sifat tamak dan serakah penjajah.
Dalam pertempuran di Waisisil, residen Belanda Johannes Rudolp van den Berg tewas. Dari tengah kobaran api, Pattimura menyelamatkan bocah laki-laki berusia lima tahun anak van den Berg.
Untuk memperingati itu semua di masa sekarang, setiap tanggal 14 Mei pagi, dari Negeri Tuhaha, Pulau Saparua, dinyalakan dan diarak obor api semangat Pattimura.
Obor api unar itu dibuat para tetua adat dengan cara menggunakan buluh bambu sero yang digesek-gesekkan. Panas hasil gesekan bambu itu membakar parung, bubuk halus seperti kapas yang menempel di dahan pohon enau. Api unar ini dinilai sangat sakral karena itu, api tersebut tidak boleh mati selama perjalanan dari Tuhaha, Waisisil, Porto, Haria, hingga menyeberang ke Pulau Ambon.
Puncak peringatan adalah tanggal 15 Mei dinihari. Rakyat Maluku melakukan apel besar di Lapangan Pattimura di Ambon pada pukul 05.00 subuh. Keturunan Maluku di Balikpapan melakukan ziarah ke makam pahlawan setempat.