UU Pelayaran Belum Layak Direvisi

NewsBalikpapan –

Aksi penolakan revisi Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Indonesia atau Indonesian National Shipowner’s Asociation (INSA) kian menguat. Kali ini, politikus Gerindra Haryo Soekartono turut memberikan dukungan.

“Revisi Undang Undang Pelayaran belum saatnya dilakukan,” kata mantan anggota DPR RI ini, Selasa (8/10/2019).

Haryo mengatakan, revisi Undang Undang akan menghilangkan azas cabotage berpotensi mengancam kedaulatan negara dan juga devisa negara. Itu karena, dalam azas cabotage disebutkan, pelayaran domestik dan juga pelabuhan dikelola Indonesia.

Sehingga devisa dari transportasi laut juga diterima oleh negara. Padahal saat ini, sekira ada 141 pelabuhan internasional di Indonesia.

“Kalau UU pelayaran direvisi maka kapal asing dengan mudah masuk ke seluruh pelabuhan di Indonesia. Beda dengan Amerika, pelabuhan internasionalnya hanya lima tapi betul-betul diproteksi,” paparnya.

Haryo bahkan mengharapkan, Indonesia meniru apa sudah dilakukan Amerika ini. Lalu lintas jalur internasionalnya dibatasi sehingga mengurangi potensi masuknya peredaran barang illegal maupun imigran gelap.

“Ini membahayakan keutuhan negara,” jelasnya.

Bambang menambahkan, selain devisa dan keamanan, kapal asing yang masuk dengan mudah ke dalam negeri juga berpotensi memukul mundur perusahaan domestik.

“Kapal-kapal dalam negeri mati, itu akan melumpuhkan ekonomi secara total. Sedangkan sekarang ini, transportasi laut ada 25 ribu lebih di bawah (naungan) INSA, 9 ribu di bawah Pelra (Pelayaran Rakyat, Red) serta kurang lebih sekitar 8 ribuan kapal perikanan. Ini aset nasional yang luar biasa besar dan tidak boleh sampai dimatikan,” tegasnya.

Jika itu terjadi, lanjut dia menerangkan, maka sebagai negara maritim yang memiliki luas laut sebesar dua per tiga dari total wilayah, Indonesia bukan lagi menjadi negara kelautan.

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *