NewsBalikpapan –
Tiga kota Kalimantan Timur (Kaltim) terendam banjir selama sepekan terakhir atau sejak perayaan hari pertama Idul Fitri lalu. Hujan seharian di banua etam (julukan Kaltim) merendam Samarinda, Bontang dan sebagian Kutai Kartanegara (Kukar) dengan kedalaman air maksimal 130 centimeter.
“Masih banjir hingga sekarang ini. Banjir besar di Samarinda,” keluh warga Samarinda, Yovanda, Selasa (11/6/2019).
Kota Samarinda sudah biasa dengan bencana banjir setiap kali hujan datang. Air merendam ratusan rumah di ibu kota provinsi Kaltim ini merupakan limpasan Sungai Mahakam yang kerap kali meluap.
Yovanda menyebutkan, banjir kali ini memang tidak menjangkau komplek rumahnya di area perbukitan. Namun secara tidak langsung, genangan air mengunci aktifitas kesehariannya di momentum hari suci.
“Saya tidak bisa kemana mana akibat sepanjang jalan banjir. Tidak ada angkutan kota yang beroperasi, demikian pula transportasi daring. Terpaksa kemarin membatalkan penerbangan di Bandara APT Pranoto Samarinda yang terkepung banjir,” paparnya.
Nasib Yovanda sedikit lebih baik dibandingkan warga Samarinda lainnya yang rumahnya tergenang banjir. Malangnya lagi, mereka tidak bisa mengungsi ke dataran lebih tinggi.
Mereka khawatirkan keamanan harta benda yang ditinggalkan di rumah.
“Khawatir ada penjarahan harta benda di rumah, permasalahan ini kerap terjadi di Samarinda,” ungkapnya.
Sementara itu, warga Bontang berjarak 128 kilometer dari Samarinda pun tertimpa masalah sama. Tingginya curah hujan menenggelamkan puluhan rumah warga.
Bahkan ketinggian air mencapai ketinggian dada pria dewasa terjadi di Kelurahan Telihan Kecamatan Bontang Barat.
“Sama saja di Samarinda, banjir di Bontang sejak lebaran hari pertama,” ungkap Budi Gesit.
Alih alih merayakan hari kemenangan, mereka berbondong bondong mengungsi ke daerah aman. Warga ditempatkan ke sarana fasilitas umum sebagai lokasi penampungan sementara.
“Mengungsi di masjid, sekolah atau perkantoran yang tidak terendam banjir,” papar Budi yang perumahannya bebas dari genangan air.
Soal banjir musiman ini, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menuding kegagalan pemerintah kota/kabupaten maupun provinsi. Banjir imbas obral izin pertambangan kota/kabupaten dan kini diteruskan provinsi.
Jatam Kaltim mengingatkan, konsekwensi negatif eksploitasi masif tambang bagi keberlangsungan lingkungan.
“Semasa 10 tahun lalu sudah kami ingatkan, akan ada konsekwensi bencana lingkungan yang akan diterima warga,” tegas Dinamisator Jatam Kaltim, Pradharma Rupang.