“Ada empat reklame besar yang isinya iklan seluler. Semuanya itu masih berdiri di dalam kawasan Bandara. Tapi tidak pernah ada kontribusinya sama kita,” ujar Sonhaji.
Bahkan, lebih parahnya lagi puluhan reklame yang berdiri di Bandara Sepinggan tidak mengantongi izin dari Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMP2T) Balikpapan. Kemungkinan mereka hanya mendapatkan izin dari manajemen Angkasa Pura I.
“Gimana kita mau menarik kalau perizinannya saja nggak langsung melalui kita. Mereka mungkin izinnya langsung ke AP I karena itu kawasannya AP I,” terangnya.
Sonhaji mengaku pihaknya belum mengetahui berapa kerugian daerah atas pajak reklame tersebut. “Hitungannya Dispenda yang tahu persis, berapa potensi yang mestinya masuk ke kas daerah. Besar kecilnya reklame itu kan ada ukurannya,” ujarnya.
Dari informasi yang diperoleh Komisi I DPRD menyebutkan, pada tahun 2011, AP I berhasil memberikan kontribusi sebesar Rp 10,1 miliar lebih terhadap PAD Kota Balikpapan. Kontribusi itu berasal dari sektor PBB, parkir, pajak hotel Santika, dan restoran/lounge.
Jumlah ini diyakini akan mengalami peningkatan jika retribusi pajak reklame ikut masuk. “Diluar reklame saja bisa Rp 10,1 miliar lebih, apalagi kalau reklame itu masuk. Makanya kita berharap Perda ini bisa berjalan,” imbuhnya.
Karena itu, Komisi I mendesak Dispenda segera melakukan komunikasi kepada AP I terkait masalah tersebut. Selain itu, pihak Angkasa Pura juga diminta tidak tinggal diam menyikapi masalah tersebut. “Mestinya Perda itu begitu dilembar daerahkan semua warga harus tahu, termasuk AP I. Mereka harus pro aktif, dan Dispenda juga harus sosialisasi,”pungkasnya.
Menanggapi hal itu, General Manager Angkasa Pura I (AP I) Balikpapan Herry Sikado mengatakan, pihaknya selama ini tidak mengetahui jika ada Perda yang mengatur mengenai Pajak Reklame di Balikpapan. Di sisi lain, tarif pajak yang mestinya di setor ke Pemkot dianggap menjadi kewenangan pengusaha reklame.
“Selama ini kami tidak tahu kalau ada Perda. Sementara yang kami lakukan disana (Bandara) kan usaha-usaha penunjang Bandara, termasuk salah satunya menyediakan reklame. Itu kan sebetulnya pengusaha reklamenya yang harus membayar pajak. Tapi kalau ada ketentuan didalam Perda, nanti kami coba akan lihat,” terangnya.
Herry mengungkapkan, saat ini sudah ada beberapa reklame tidak terpasang lagi akibat dampak perluasan Bandara. “Saya belum hitung, karena ada juga yang hilang karena kena proyek. Jumlah 40 itu kan sudah lama, tapi kan sudah ada yang mau dirubuhkan karena proyek perluasan,” tukasnya.
Herry berjanji, pihaknya akan melakukan kordinasi dengan Dispenda guna menyikapi hal tersebut. Ia juga siap mensosialisasikan hal tersebut jika memasuki masa lelang di Bandara. “Nanti kalau ada lelang terkait bagaimana reklame kami akan masukkan dalam klausulnya, proses pelelangannya itu bagaimana kita siap kordinasi lah dengan Dispenda,”tandasnya.