Saat Jurnalis Jadi Tumbal Pandemi Covid

NewsBalikpapan –

Layar monitor laptop menerangi artikel berita sudah setengah tergarap. Penambahan data narasumber sekaligus proses penyuntingan agar artikel siap penayangan.

“Saya seperti biasa sedang membuat laporan berita,” kata eks jurnalis Kumparan Nurul Nur Azizah, Jumat (6/11/2020).

Nurul merupakan jurnalis Kumparan.Com yang berdomisili di Jakarta. Seperti biasa, ia sedang membuat laporan berita tentang serba – serbi penanggulangan pandemi virus covid 19 dari seluruh Indonesia.

“Sedang mengejar tengat penerbitan artikel redaksi,” ungkapnya.

Dalam keheningan sore itu – muncul pemberitahuan email masuk di keranjang. Surat elektronik terasa aneh dimana asalnya dari pihak HRD Kumparan.

“Sekitar bulan Juli lalu ada email dari perusahaan,” papar Nurul.

Tanpa menunggu lama, Nurul lantas membuka surat elektronik memuat subyek pemberitahuan rahasia. Ia makin terperanjat saat membaca isinya yang memuat tentang pemberitahuan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai karyawan Kumparan.

“Pemberitahuan PHK dari perusahaan agar menghubungi pihak HRD,” paparnya.

Nurul pastinya kaget menerima pemberitahuan pemecatan secara mendadak ini. Semasa pandemi mewabah, menurutnya, manajemen memang tidak pernah menyinggung adanya rencana efisiensi pengeluaran perusahaan.

“Memang ada informasi penurunan pemasukan iklan perusahaan selama pandemi, tapi belum ada rencana efisiensi,” tukasnya.

Wartawati jenjang madya ini kaget tapi tetap berusaha tenang. Nurul berusaha berbaik sangka menunggu penyampaian langsung pihak HRD.

Disini akhirnya kekhawatirannya terbukti.

“Manajemen meminta saya pensiun dini dengan kompensasi ditawarkan,” papar Nurul.

Nurul jelas saja menolak penawaran pensiun dini. Ini merasa masih terlalu muda menerima tawaran pemecatan secara halus oleh perusahaan.

Di sisi lain, ia mempertanyakan keputusan manajemen menunjuk namanya masuk dalam daftar karyawan untuk dirumahkan. Menurutnya, performa kinerjanya tercatat cukup bagus untuk dibandingkan rekan lainnya.

“Ada tiga karyawan untuk dirumahkan bersama saya. Saya menolak penawaran ini,”  tegas Nurul.

Sampai disini, manajemen Kumparan tetap keukeh merumahkan karyawan sudah ditetapkan. Penolakan pensiun dini ditegaskan dengan ancaman pemecatan terhadap Nurul.

Perusahaan pun lantas meminta pemulangan seluruh peralatan kerja perusahaan; laptop, ponsel, dan ID card redaksi. Nurul dilarang menjalankan aktifitas redaksional bersama Kumparan.

Nurul akhirnya terpaksa menuruti kemauan manajemen. Meskipun begitu, ia tetap menolak menandatangani keputusan pensiun dini atau pemecatan.

Jurnalis madya ini berniat memperjuangkan hak – haknya sebagai karyawan. Nurul secara resmi meminta pendampingan advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan LBH Pers.

“Karena di Kumparan tidak ada serikat pekerja sehingga meminta bantuan dua organisasi ini,” jelasnya.

Industri media massa di Indonesia termasuk sektor usaha terkena imbas negatif pandemi covid 19. Penurunan pemasukan iklan berujung PHK di seluruh lini usaha perusahaan.

“Pandemi covid 19 sudah memberikan dampak negatif bagi industri media,” kata Peneliti LBH Pers Jakarta Ahmad Fathonah.

LBH Pers Jakarta mencatat adanya 46 laporan karyawan media massa terkena PHK, mutasi, dirumahkan, penundaan upah, kontrak tidak jelas, upah tidak dibayar, pengurangan hak, pensiun dini, dan WHO di masa pandemi. Kasus – kasus dimana salah satunya dialami eks jurnalis Kumparan Nurul Nur Azizah dibawa ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Sesuai ketentuan undang undang, menurut Ahmad, perusahaan tidak bisa serta merta memutus hubungan kerja karyawan dengan semena – mena. Perusahaan harus memiliki alasan yang jelas pemberhentian sesuai kesepakatan penandatanganan kontrak bersama (PKB).

Ahmd menyakini pengaduan ini hanya menjadi puncak gunung es permasalahan industri media di Indonesia. Sesuai data Dewan Pers menyebutkan jumlah perusahaan pers di Indonesia mencapai 40 ribu perusahaan.

“Sangat banyak perusahaan pers di Indonesia,” ujarnya.

Apalagi, faktanya mayoritas pekerja media rendah kesadaran akan arti penting pembentukan serikat pekerja (SP) media. Menurutnya, SP media di Indonesia hanya sebanyak 24 saja.

Sesuai Undang Undang Ketenagakerjaan, menurut Ahmad, pekerja media masuk dalam katagori buruh. Sehingga organisasi SP media menjadi salah satu cara buruh memperjuangkan kesejaheraan karyawan.

SP media bisa menjadi fasilitas mengkomunikasikan kepentingan karyawan dengan manajemen perusahaan. Pertemuan bepatrit diantara keduanya mampu mempertemukan masing masing kepentingan di masa pandemi.

Manajemen pun diminta memanfaatkan SP media dalam mensosialisasikan kebijakan internal perusahaan. Selama masa – masa pandemi, manajemen dan karyawan bisa mensepakati kespeakatan bersama guna mempertahankan keberlangsungan perusahaan.

Jurnalis sendiri tetap diminta selalu kompak mampu bertahan di masa pandemi. Tekanan dipastikan makin kuat ditengah kondisi perekonomian tanah air yang belum membaik.

“Dalam kondisi pandemi seperti ini memang harus kompak untuk bertahan,” ujar Ketua SP Radio KBR Aika Renata.

Organisasi serikat kerja bisa menjadi jembatan aspirasi karyawan untuk disampaikan pihak manajemen. Demikian pun sebaliknya kebijakan manajemen mampu di sosialisasikan dengan baik pada karyawan.

“Bisa menjadi jembatan kepentingan diantara keduanya,” tutur Aika.

Aika mencontohkan, kesulitan finansial perusahaan di masa pandemi semestinya dibahas bersama guna menemukan jalan penyelesaian. Serikat pekerja bisa menjadi alternatif penyelesaian demi keberlangsungan bersama.

“Bisa dibahas bersama jalan penyelesaiannya, apakah perlu dilakukan efisiensi lewat berbagai cara disepekati.Sehingga diperoleh kata kesepakatan bersama,” ujarnya.

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *