Dusun Ledok Tukangan Yogjakarta terkenal sebagai kampung preman. Dulunya tidak sembarang orang berani mendekati dusun bintaran Kali Code – perlintasan sungai lahar lereng Gunung Merapi.
Tempat sangar ini menjadi sarang begal, kecu, rampok, copet hingga residivis pembunuhan awal tahun 2000 an.
“Dulunya kampung ini sudah terkenal di seluruh Yogjakarta, semua yang jelek jelek ada disini, dari maling, rampok, tukang bacok orang. Ada semua,” kata warga Dusun Ledok, Deki Bagus Wahyu, usia 38 tahun, Kamis (30/11).
Kehidupan keras di Dusun Ledok bukan tanpa sebab. Saat itu, sebagian besar penghuninya adalah pekerja serabutan tanpa penghasilan tetap.
Aktivitasnya diisi dengan hal negatif seperti nongkrong dan mabuk mabukan, sembari iseng mengganggu setiap yang lewat di gang sempit Malioboro dan Pasar Lempuyangan.
Semua ini secara temurun akhirnya membentuk psikologis warga Dusun Ledok menjadi sosok keras dan temperamental. Sehingga tidaklah mengherankan tekanan ekonomi plus lingkungan yang keras menjadikan Dusun Ledok dijuluki kampung premannya Yogjakarta.
Satu diantaranya adalah Deki ini yang sudah terkenal seantero Yogjakarta. Berbadan tegap nan gempal – pria asli Ledok ini terbilang disegani sepanjang Jalan Malioboro dan sekitarnya.
Pernah pada suatu masa, Deki ini sendirian saja menyatroni satu organisasi masyarakat lokal yang kerap menebar keresahan.
“Saya datangi hanya berdua saja di markasnya, saya tanya, karepmu opo saiki ? Tak layani disini,” sebutnya.
Deki tidak terima bila kedamaian kota terusik ulah kelompok radikal mengatas namakan agama. Menurutnya, Yogjakarta menjadi simbol pluralisme dimana kesederhanaan warganya sudah mempersatukan lintas agama, ras dan golongan.
Namun semua itu cerita semasa Deki masih muda dan berdarah panas. Kini, pria ini disibukan geliat Dusun Ledok yang dinobatkan jadi desa wisata di Yogjakarta.
Lokasinya yang persis di tengah kota, menjadikan Dusun Ledok bercokol puluhan homestay dan penginapan wisatawan lokal dan mancanegara.
“Sehingga kami disini sudah terbiasa melihat turis lewat dengan hanya mengenakan baju minim. Sekedar melihat saja dan tidak ada yang mengganggu,” ujarnya.
Itu semua memang menjadi imbas Dusun Ledok menjadi salah satu kampung wisata Yogjakarta. Dusun yang dulunya suram, kini menjadi produktif memberikan penghasilan ekonomis bagi warganya.
Dalam sebulan saja, warga memperoleh pemasukan belasan juta rupiah dari bisnis penyewaan kamar bagi wisatawan. Deki merupakan salah satu diantara warga Dusun Ledok yang beralih profesi menjadi usahawan homestay dan penginapan.
“Dulu disini banyak kriminalitas akibat warganya tidak ada kerjaannya. Saat sudah ada kegiatan, mereka juga tidak berpikiran yang macam macam lagi,” ungkapnya.
Ini pula sepertinya yang membuat beberapa pihak menawarkan bantuan untuk mempercantik tampilan Dusun Ledok. Satu diantaranya adalah PT Pertamina (Persero) yang turut membantu menyulap menjadi kampung modern brigh gas.
Kesuksesan Dusun Ledok sebagai perkampungan wisata diharapkan mempopulerkan penggunaan brigh gas di masyarakat.
“Kami juga menetapkan Dusun Ledok menjadi Kampung Brigh Gas,” kata Sales Executive LPG Rayon VI Yogjakarta, R Dorojatun Sumantri.
Sumantri mempercantik sudut Dusun Ledok lewat sentuhan mural para seniman Institut Seni Indonesia (ISIS) Yogjakarta. Pertamina menyiapkan sarana cat, alat lukis dan seniman muda inilah yang menyulap perkampungan menjadi kian semarak.
“Ada beberapa dinding rumah warga yang dihias dengan seni mural. Ada juga penunjuk arah jalan menuju New York, London, Tokyo sebagai pengingat kampung halaman para turis yang kerap kesini,” ungkapnya.
Pertamina memang gencar mensosialisasikan gas elpiji non subsidi 5,5 kilogram brigh gas bagi warga Yogjakarta. Hingga kini, konsumsi gas non subsidi ini masih berkisar 242 metrik ton per bulan, jauh dibawah konsumsi gas 3 kilogram sebesar 8.650 metrik ton per bulan.
“Konsumsi gas non subsidi masih jauh dibawah gas subsidi. Sehingga adanya kampung brigh gas di Dusun Ledok bisa turut mempromosikan produk gas non subsidi,” paparnya.
Kota Yogjakarta sedang giat mempromosikan kampung wisata sebagai destinasi baru daerah. Saat ini, tercatat ada 17 kampung wisata di Yogjakarta yang punya keunggulan kuliner, kerajinan, seni budaya dan atraksi budaya Jawa.
Kampung wisata di Yogjakarta punya keunikan yang tidak ada di daerah lain, seperti Tamansari dengan seni lukis batik, Tahunan dengan jumputan, Cokrodiningratan dengan informasi kali code, Dipowinatan dengan living culture-nya, Purbayan dengan perak, hingga Sosromenduran dengan fasilitas belanja.
Selain itu kampung wisata punya keunikan budaya seperti wayang bocah, reog anak, gurindam Mataram, teatrikal Nini Thowok dan musik kentongan. Semua itu rutin dipamerkan dalam event festival kampung yang diadakan setiap tahunnya.