Konsumsi solar subsidi Kalimantan Timur dipastikan over kuota memasuki pengujung akhir tahun 2018 ini.
Konsumsi solar subsidi mencapai 191.098 kilo liter (KL) atau diartikan over kuota 9,61 persen sudah ditetapkan pemerintah sebesar 174.344 KL memasuki bulan November ini.
“Konsumsi solar subsidi sudah melampaui kuota ditetapkan pemerintah,” kata Region Manager Comm & CSR Pertamina Kalimantan, Yudi Nugraha, Rabu (28/11/2018).
Pemerintah menetapkan kuota pasokan BBM subsidi per tahun ke masing masing daerah di Indonesia.
Seperti halnya wilayah Kaltim yang memperoleh jatah pasokan BBM subsidi rincian premium 328.982 (KL) sedangkan solar 204.616 (KL).
Konsumsi premium sendiri, menurut Yudi, relatif normal dimana realisasi lapangan 279.120 (KL) dengan batasan kuota 280.311 (KL) per November.
Pertamina menargetkan kuota premium ini mencukupi hingga pergantian tahun 2019 nanti.
“Kuota premium dalam setahun di Kaltim ditetapkan sebesar 328.982 KL,” ungkapnya.
Permasalahan utama terletak pasokan solar subsidi yang sudah melampaui batas limit.
Anehnya lagi, over konsumsi solar subsidi malah terjadi di beberapa kota pinggiran Kaltim.
“Konsumsi solar subsidi di Balikpapan bahkan terbilang normal bila dibandingkan kota kota perbatasan ini. Padahal jumlah penduduknya masih jauh dibawah Balikpapan,” ungkapnya tanpa menyebut kota pinggiran dimaksut.
Pasokan solar subsidi di Balikpapan, sambung Yudi, menyentuh angka 21.509 KL atau 11,3 persen dibandingkan total konsumsi di Kaltim. Provinsi ini tercatat memiliki dua kota utama yakni Samarinda dan Balikpapan dimana masing masing berpenduduk 1 juta jiwa.
Sampai disini, Yudi menduga pasokan solar subsidi merembes keluar hingga dinikmati sektor industri di Kaltim. Ia patut curiga mengingat disparitas mencolok antara harga solar subsidi Rp 5 ribu dengan non subsidi Rp 8.150.
“Ada dugaan kuat rembesan pasokan solar subsidi yang juga dinikmati industri,” ungkapnya.
Pertamina pun patut curiga mengingat masifnya sektor industri pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit di Kaltim. Dalam beberapa kali kesempatan, LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim memang kerap mempublikasi adanya 1.303 izin usaha pertambangan (IUP) dan 78 izin perkebunan kelapa sawit seluas 1,1 juta hektare di Kaltim.
“Semua juga industri di Kaltim terbilang paling besar di Indonesia,” tuturnya.
Apalagi beberapa bulan terakhir, Pertamina sudah menertibkan lima SPBU nakal di Kaltim yang terbukti memperdagangkan solar subsidi ke industri. Sementara ini, Pertamina menghentikan pasokan solar subsidi hingga batas waktu belum ditentukan.
“Kami hentikan sementara pasokan solarnya. Kami sebagai operator berusaha maksimal dalam distribusi BBM subsudi. Pertamina tidak punya kewenangan dalam menindak penyalahgunaan BBM subsidi,” ujarnya.
Senada dengan Pertamina, Pemerintah Kota Balikpapan menguatkan indikasi kebocoran konsumsi solar subsidi mengaliri sektor industri. Dampak sudah terjadi adalah kelangkaan solar subsidi di seluruh SPBU di Balikpapan.
“Antrian panjang solar subsidi di seluruh SPBU Balikpapan. Dampaknya adalah kemacetan pengguna jalan,” keluh Wali Kota Balikpapan, Rizal Effendi.
Rizal mengatakan, Balikpapan merupakan lokasi kilang pengolahan minyak Pertamina guna memenuhi kebutuhan warga Indonesia timur. Meskipun demikian, ia menyebutkan, pemerintah menetapkan kuota pasokan BBM subsidi per masing masing daerah.
“Masyarakat pun harus bijak dalam memanfaatkan BBM subsidi,” ujarnya.
BBM subsidi semestinya diperuntukan kelompok masyarakat level ekonomi menengah ke bawah. Sebaliknya bagi masyarakat level atas disarankan mengkonsumsi BBM non subsidi yang kualitasnya cocok dengan kendaraan produksi terbaru.
“Mempergunakan BBM non subsidi lebih sesuai dengan mesin kendaraan baru saat ini,” ungkap Rizal dalam peluncuran produk BBM Pertamina, Pertamax Turbo.
Meskipun begitu, Rizal mengakui penutupan sejumlah SPBU nakal berdampak pembelian solar subsidi yang terkonsentrasi di satu titik saja. Karenanya, ia meminta Pertamina mengalihkan pasokannya ke beberapa SPBU guna mengurai kemacetan jalan Balikpapan.
“Saya harapkan pasokan SPBU yang kena sanksi dialihkan ke SPBU lain agar tidak terjadi kemacetan di area tertentu,” ujarnya.
Satu perusahaan besar pertambangan enggan disalahkan soal over konsumsi solar subsidi di Kaltim. Selama ini, mereka mengaku sudah berusaha maksimal menjalankan usaha sesuai ketentuan hukum berlaku.
“Seperti bekerja sama dengan perusahaan penyalur BBM resmi dan salah satunya Pertamina,” papar manager perusahaan tambang batu bara di Kaltim.
Meskipun begitu, pria ini enggan namanya terpublikasi mengingat peliknya permasalahan distribusi BBM subsidi.
Setali tiga uang, PT Rea Kaltim Plantations memastikan konsumsi 700 unit kendaraan lapangan mempergunakan solar non subsidi. Pun demikian konsumsi pembangkit listrik perkebunan yang memanfaatkan sumber daya bio gas menggantikan solar.
“Pembangkit listrik mempergunakan bio gas sehingga hemat Rp 25 miliar per tahun,” ungkap Manager Bio Gas PT Rea Kaltim Plantations, Takbir.
Takbir menyatakan, perusahaan berniat mengurangi kebutuhan solar dengan mengkonversikan menjadi gas metana. Setidaknya butuh Rp 60 miliar investasi penggantian tabung BBG, konverter kit termasuk peralatan penunjang gas.