Jalan Berliku Tol Balikpapan – Samarinda

NewsBalikpapan –

Rumput bundaran tol kilometer 13 Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) sudah setinggi perut pria dewasa. Beberapa pinggir jalan di cor semen pun terlihat rengkah lagi kusam termakan usia.

Sopir truk truk bahkan memarkirkan kendaraan sembari istirahat.

Proyek jalan tol Balikpapan – Samarinda sejauh 99,02 kilometer ini seperti mati suri sejak dicanangkan pembangunannya lima tahun silam.

“Sudah lama nih proyek jalan tol, entah kapan peresmiannya,” kata warga sekitar lokasi proyek, Yanti, Jumat (15/3/2019).

Selama bertahun tahun, tol malah dimanfaatkan warga yang gemar olahraga pagi dan sore hari. Jalanan lebar sekaligus lengang memang memanjakan mereka yang menggemari lari dan bersepeda tanpa terganggu deru laju kendaraan bermotor.

“Saya terkadang lari dan bersepeda di area tol Balikpapan. Tidak terganggu laju kendaraan lain,” tutur Abdi Novi, warga Balikpapan.

Perlengkapannya sederhana bermodal sepatu lari atau sepeda gunung. Kalaupun membawa kendaraan motor cukup diparkirkan di pintu masuk jalan tol.

“Setelah itu bisa puas berlari atau bersepeda menikmati pemandangan alam,” ungkap Abdi yang merupakan aktifis pecinta alam Balikpapan.

Jalan tol Balikpapan – Samarinda kehilangan arah dan konflik lahan dituding jadi penyebab utama. Proyeknya sendiri merupakan konsorsium PT Jasa Marga (Persero), Pemprov Kaltim dan pemerintah pusat diwakili PT Adhi Karya (Persero).

Aktifitas proyek terlihat menggeliat sejak beberapa bulan terakhir. Pekerja mulai menuntaskan pengerjaan seksi I yang menjadi tanggung jawab daerah.

Proyek seksi I menghubungkan titik kilometer 13 Balikpapan – Samboja Kutai Kartanegara sejauh 10 kilometer.

“Sudah terbangun 5 kilometer pembangunan kontruksi jalanan. Kalau cuaca cerah sangat membantu kelancaran proyek,” bisik seorang tenaga pengaman proyek.

Saat bersamaan,  kontraktor meneruskan proyek seksi V yang menjadi kewajiban pemerintah pusat. Jalan menghubungkan kilometer 13 Balikpapan – Manggar menuju Bandara Sepinggan.

“Kalau seksi V baru terbangun 2 kilometer saja,” tutur pekerja lapangan.

Proyek tol ditargetkan tuntas di tahun 2019 ini. Gubernur terdahulu, Awang Faroek Ishak bersemangat membangun jalan tol pertama di Kalimantan dimana pencanangannya sudah tujuh tahun silam.

Saat itu, Awang sigap melibas genangan jalanan berair sisa hujan semalam. Sepatu dan celana coklatnya pun ternoda percikan lempung hujan semalam. Jalan tol ini menjadi janji politik kampanye pria berdarah Kutai ini.

“Pembangunan jalan tol Balikpapan – Samarinda sudah dirasakan kebutuhannya saat itu. Kalimantan menjadi outlite produksi crude palm oil (CPO) seluas 5 juta hektare,” kata Awang Faroek saat dihubungi selepas tidak lagi menjabat.

Acara seremoni peresmian proyek berlangsung meriah dihadiri kepala daerah Balikpapan, Samarinda dan Kutai Kartanegara. Meskipun prosesinya terasa janggal tanpa kehadiran jajaran Kementerian Pekerjaan Umum di masa itu.

Meskipun begitu, foto Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto  tetap terpajang di lokasi pintu keluar tol.

Proyek jalan tol saat itu memang masih  wacana. Provinsi Kaltim belum punya gambaran teknis pengerjaan jalan tol.

Mereka masih meraba strategi pembebasan lahan proyek yang menembus konservasi Taman Hutan Rakyat Bukit Soeharto (Tahura).

Awang berambisi membangun jalan tol  guna mengurai kemacetan jalan tujuan Balikpapan – Samarinda. Proyeknya sendiri diperkirakan menelan Rp 6,2 triliun investasi swasta dan daerah.

Investasi dipergunakan biaya kontruksi jalan maupun pembebasan lahan masyarakat.  Proyeknya diharap menjadi prioritas nasional rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Seperti proyek di Jawa, Sumatra, Sulawesi, Bali dan Papua.

Tanpa disangka, penyelesaian proyek tahun 2013 molor hingga sekarang. Total investasi pun melambung kisaran Rp 10 triliun.

Barulah setelah empat tahun peresmian ditemukan ada titik terang. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menerbitkan izin pemanfaatan Tahura sesuai rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kaltim.

“Sudah kami berikan izin APL (area pemanfaatan lain) Tahura pada Kaltim,” kata Zulkifli yang kini Ketua MPR RI, bulan Agustus 2014.

Selepas itu, Pemprov Kaltim mulai melelang lima seksi proyek. Jasa Marga selaku pemenang tender membangun seksi II, III dan IV senilai Rp 9,97 triliun.

Seksi ini menghubungkan kilometer 13 Balikpapan, Manggar, Samboja, Palaran dan Jembatan Mahkota II Samarinda.

Sisanya, Seksi I dan V digandeng renteng antara pemerintah pusat dan daerah. Jalan menghubungkan kilometer 13 Balikpapan, Samboja, Manggar dan Sepinggan.

Sejak itu pula, proyek tol Balikpapan – Samarinda bersama sama dikerjakan. Pemagaran hutan pun dilakukan di seputaran area proyek yang beririsan langsung dengan kawasan Tahura.

Pemprov Kaltim mulai melakukan pembebasan lahan dengan alokasi Rp 1,5 triliun.

Soal pembebasan lahan diakui menjadi kendala utama jalan tol. Proses pembebasan lahan berjalan lambat dimana lima tahun terakhir terealisasi 99,2 persen.

Itu menyebabkan realisasi pengerjaan kontruksi seksi II, III dan IV tercapai 85 persen saat sekarang ini. Jalanan menyambung dengan proyek seksi I dan V.

“Seksi jalan yang menjadi tanggung jawab kami tinggal tahap penyelesaian. Kami akan melengkapi dengan sarana rest area, perlengkapan rambu tol dan berbagai fasilitas umum lainnya,” kata Direktur PT Jasa Marga Balikpapan  Samarinda, STH Saragih.

Masalahnya, Jasa Marga tidak kerja sendiri di proyek ini. Penyelesaian proyek tentunya harus terintegrasi dengan seksi lainnya dipegang pusat dan daerah.

“Seksi V tanggung jawab pemerintah pusat tidak ada masalah,” tutur Saragih.

Kendala terbaru adalah pengerjaan proyek seksi I milik daerah. Jasa Marga pula akhirnya yang melanjutkan proyek seksi I menghubungkan kilometer 13 Balikpapan – Samboja sejauh 3,8 kilometer.

“Pemprov Kaltim sekarang sudah tidak repot lagi soal jalan tol, diserahkan semua ke pusat untuk menyelesaikan pembangunan fisiknya. Kami masih akan membantu untuk pembebasan lahan,” kata Gubernur Kaltim, Isran Noor, Januari lalu.

“Kami melanjutkan proyek 1,6 kilometer pengerjaan tanah hingga kontruksi dan 2,2 kilometer pengerasan jalan. Total biayanya sedang kami hitung,” sambung Saragih.

Jasa Marga memang perusahaan punya pengalaman mumpuni pembangunan jalan tol serta pengoperasiannya. Dalam banyak kasus, pembangunan jalan tol hanya membutuhkan waktu 1,5 hingga 2 tahun.

Kondisi ini terjadi pada proyek yang memiliki nilai feasibility study ekonomis.

“Semestinya butuh waktu 1,5 tahun hingga 2 tahun saja,” ungkap Saragih.

Jalan tol dianggap memiliki nilai ekonomis saat arus pengguna kendaraan mencapai 20 ribu per hari. Pihak investor pun bersedia menanamkan investasi modalnya jangka panjang hingga 20 tahun kedepan.

Persoalannya, tol Balikpapan – Samarinda diprediksi hanya memiliki arus pengguna 10 ribu per hari. Ini pula yang menyebabkan investor berkolaborasi dengan pemerintah dalam mewujudkannya.

“Tanpa ada subsidi dari pemerintah akan sulit membangun proyek ini. Dampak lainnya juga butuh waktu lama menyelesaikannya,” papar Saragih.

Meskipun begitu, Saragih sudah berani memastikan penyelesaian proyek diperkirakan jatuh tahun  ini. Kendala soal pembebasan lahan biarpun lambat segera teratasi.

“Pembebasan lahan tinggal 0,8 persen saja, itu pun diselesaikan lewat jalur pengadilan. Dananya kami titipkan ke pengadilan,” tegasnya.

Sehingga kini, Jasa Marga mulai memikirkan langkah selanjutnya dalam pengelolaannya. Mereka hanya mengharapkan terjadi land development untuk menumbuhkan pengguna jalan.

“Nanti anak perusahaan kami, Jasa Marga Tol Operation yang mengoperasikan. Bisnis jangka panjang hingga 20 tahun kedepan. Kami hanya berharap terjadi pertumbuhan pengguna jalan,” ujarnya.

Pemprov Kaltim dan Jasa Marga nantinya membahas penetapan tarif masuk sesuai kemampuan masyarakat. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kemudian menetapkan tarif sesuai kesepakatan itu.

“Kami maksimal mematok tarif Rp 1.000 per kilometer. Namun kesepakatan tarif nanti juga menunggu keputusan Pemprov Kaltim,” ungkapnya.

Sembari kontruksi jalan terus dikebut, Badan Pengelola Tahura enggan berpangku tangan. Sejak awal penerbitan APL, mereka bersepakat membantu proses pembebasan lahan. Sebagai gantinya, kontraktor menanam 30 ribu pohon sepanjang badan jalan tol berbatasan area Tahura.

“Mereka akan menanam pohon sepanjang jalan tol yang berada di area Tahura. Ini komitmen saat memperoleh izin APL dari wilayah kami,” Kepala Unit Pengelola Teknis Daerah (UPTD) Tahura, Rusmadi.

Bagi pelestarian alam, proyek tol memang menjadi buah simalakama. Mereka sedang berjuang menjaga kelestarian konservasi seluas 64 ribu hektare dari aktifitas pertambangan batu bara dan perambahan hutan masyarakat.

Sisi lain, proyek tol Balikpapan – Samarinda tidak mungkin dilawan.

Sekarang ini saja, berbagai praktek ilegal telah menyusutkan wilayah Tahura hingga setengahnya ada sekarang.

“Wilayah kami yang benar benar ada tersisa 30 ribu hektare saja,” keluh Rusmadi.

Kondisi Tahura memang sudah carut marut saat pengelolannya diserahkan ke daerah, 2016 silam.  Pada kenyataannya, segala sesuatu tanpa izin dan tumpang tindih ada di Tahura.

Persoalan mendasar dihadapi Tahura adalah soal perambahan hutan masyarakat. Sosialisasi gencar dilakukan guna memberikan pemahaman kawasan konservasi.

“Memang harus pelan pelan memberikan kesadaran bagi masyarakat. Sekarang sosialisasi diiringi proses penegakan hukum bersama aparat kepolisian. Masyarakat mengancam personil yang melaksanakan tugas di lapangan,” ujarnya.

Keberadaan UPTD Tahura pada akhirnya berperan penting membantu proses pembebasan lahan jalan tol. Mereka mampu memverifikasi area yang menjadi milik masyarakat maupun yang menjadi kawasan konservasi.

Pasalnya dalam beberapa kasus, masyarakat mengklaim area konservasi agar memperoleh ganti rugi jalan tol. Pemerintah pun terpaksa menempuh jalur hukum bagi mereka yang menduduki kawasan konservasi.

“Ini yang tidak boleh, masyarakat meminta ganti rugi di kawasan yang tercatat sebagai area konservasi. Itu yang tidak bisa dilakukan,” tegas Rusmadi.

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *