Raut muka Daniel tidak secerah biasanya. Putri semata wayangnya, Geatri usia 5 tahun sedang sakit dan tidak kunjung sembuh. Emosinya makin memuncak saat pria usia 40 tahun ini merasa di pingpong kala membawa putrinya berobat ke rumah sakit di Balikpapan Kalimantan Timur. Berbekal kartu BPJS Kesehatan, Daniel mendaftarkan putrinya yang harus mendapatkan penanganan rawat inap intensif rumah sakit.
“Sejumlah rumah sakit menolak menginapkan putri saya, mereka beralasan ruang kamar inap sedang penuh,” sesal Daniel yang sudah mempercayakan kesehatan keluarganya dalam jaminan BPJS Kesehatan Balikpapan, Rabu (4/11).
Hampir semua rumah sakit di Balikpapan kompak menolak rawat inap pasien ini dengan berbagai alasan yang intinya tidak bisa melayani pasien BPJS Kesehatan. Ada pula yang menyoal rujukan yang harus dikantongi pasien bersangkutan sebelum mendapatkan fasilitas rawat inap kesehatan rumah sakit.
Ogah putrinya berlama lama sakit – Daniel akhirnya terpaksa merogoh kocek tunainya agar mendapatkan fasilitas perawatan rawat inap rumah sakit. Dia sungguh khawatir penyakit anaknya ini makin parah bila tidak kunjung mendapatkan penanganan medis dokter rumah sakit.
“Terpaksa saya mengabaikan penggunaan kartu BPJS Kesehatan yang sebenarnya bisa untuk mencover seluruh biaya perawatan anak saya ini,” tuturnya.
Kasus kasus seperti dialami Daniel ini sangat lazim dialami pasien BPJS Kesehatan seluruh Indonesia. Banyak rumah sakit cenderung enggan melayani pasien pasien BPJS Kesehatan akibat lamanya sistim pencairan klaim pelayanan kesehatan.
“Rumah sakit lebih memilih mendapatkan uang kas dari pada harus ribet mencairkan klaim pelayanan kesehatan pasien BPJS Kesehatan,” kata BPJS Watch, Timbul Siregar.
Timbul mengungkapkan pencairan klaim kesehatan pasien BPJS Kesehatan setidaknya memakan waktu 15 hari sejak pelayanan diberikan rumah sakit. BPJS Kesehatan hanya mengganti seluruh biaya pengobatan sesuai spesifikasi yang tercantum dalam perjanjian bersama dengan peserta BPJS Kesehatan.
“Sehingga BPJS Kesehatan hanya membayar sesuai spesifikasi dimiliki pasien bersangkutan,” tuturnya.
Sehubungan itu, Timbul menyebutkan perlunya sistim layanan online BPJS Kesehatan yang terintergrasi dengan data data dimiliki rumah sakit. Pasien secara online bisa secara langsung mengecek rumah sakit mana saja di sekitar wilayahnya yang masih terbuka memberikan pelayanan kesehatan.
“Seperti layanan kesehatan penyakit tertentu hingga kesiapan ruang rawat inapnya. Jangan sampai pasien ditolak rumah sakit dengan alasan ruangan sedang penuh,” ujarnya.
Semua masalah ini yang menginspirasi Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Komputer (STMIK) Balikpapan merancang aplikasi software yang mengkoneksi antara layanan BPJS Kesehatan dan rumah sakit. Adalah dosen Muntzir yang menginisiasi pembuatan aplikasi agar tidak ada lagi kasus seperti dikeluhkan Daniel.
“Kan Balikpapan katanya kota cyber city ? Semuanya harus dimudahkan lewat jasa online donk,” ujarnya sembari tersenyum.
Ide besar layanan aplikasi kesehatan ini sebenarnya sederhana. Muntzir hanya mengintegrasikan data data pasien BPJS Kesehatan Balikpapan dengan data milik setiap rumah sakit setempat. Pasien hanya tinggal memasukan layanan kesehatan diinginkannya dalam situs online yang sudah terintegrasi dengan BPJS Kesehatan dan rumah sakit.
“Kalau cuma membuat software aplikasi, kampus kami jagonya,” papar Muntzir.
Munzir mengungkapkan sistim persis dengan layanan aplikasi harga harga sembako yang sudah mulai dipergunakan Balikpapan. Warga yang membutuhkan harga terkini sembako Balikpapan cukup mengetikan nama jenis barang sembako di situs online milik Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Balikpapan.
“Bahkan saat ini cukup mengirimkan pesan singkat ke nomor yang juga termuat di situs online itu,” paparnya.
“Tentunya harus kerjasama dengan salah satu perusahaan penyedia layanan komunikasi juga,” imbuhnya.
Pokok masalah utama sistim aplikasi adalah kesediaan BPJS Kesehatan dan rumah sakit untuk membuka datanya. Pemerintah Kota Balikpapan sudah berkomitmen meminta seluruh rumah sakit agar mengintegrasikan data data layanannya dalam sistim aplikasi kesehatan ini.
“Masalahnya, BPJS Kesehatan Balikpapan belum bersedia membuka akses data pasien rujukannya,” ujarnya.
Sampai permasalahan ini, Muntzir menjadi irit bicara. Dia berulang kali menyampaikan ada kendala non teknis termasuk izin pimpinan kampusnya untuk mempublikasi proyek rahasia layanan kesehatan di Balikpapan.
“Nanti saja kalau semua sudah beres akan kami publikasi. Kalau saya bicara sekarang dikhawatirkan mengganggu tahapan sudah berjalan,” kilahnya.
1 Comment
[…] meningkatkan cakupan peserta Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi 6 juta penerima seluruh Indonesia pada 2016 ini. Total kepersertaanya penerima bantuan social ini meningkat drastis dari sebelumnya […]