Nasib Kelam Monyet Belanda di Sungai Hitam

Bekantan Sungai HitamNewsBalikpapan –

Monyet satu ini lumayan unik. Hidungnya panjang sebesar buah terong yang menggelantung menutupi mulutnya yang kecil. Bulunya yang lembut kemerahan membuat banyak orang suka menamainya monyet belanda. Dialah monyet bekantan yang bahasa ilmiahnya disebut nasalis lavartus yang banyak ditemui sepanjang hutan bakau Kalimantan.

Primata bekantan sudah jadi satwa yang dilindungi di Kalimantan Timur. Sejumlah lokasi konservasi perlindungan bekantan sudah ada seperti halnya Hutan Kota Tarakan hingga Mangrove Centre Balikpapan.

Padahal sejatinya ada banyak lokasi lain yang menjadi habitat alamiah bekantan di Kalimantan Timur, contohnya adalah Konservasi Sungai Hitam di Samboja Kutai Kartanegara. Total populasinya tidak tanggung tanggung diperkirakan sebanyak 400 ekor bekantan liar.

Bekantan ini tumbuh bebas di hutan bakau sepanjang 20 kilometer Sungai Hitam yang bermuara di Pantai Kuala Kutai Kartanegara. Setidaknya ada belasan kelompok bekantan yang masing masing dipimpin satu pejantan dewasa yang tingginya mencapai 40 centimeter dengan berat 15 kilogram.

“Satu kelompok dipimpin satu pejantan dewasa yang menguasai satu wilayah,” kata warga setempat, Amiruddin, Minggu (26/7).

Satu ekor pejantan dewasa sangat protektif menjaga kawasannya dari gangguan  kelompok bekantan saingannya. Bekantan raja Sungai Hitam ini bahkan berani menatap curiga wisatawan yang mengabadikan gambarnya di pagi maupun sore hari.

“Dia hanya memastikan saja apakah ada bekantan saingannya. Nantinya dia juga akan pergi, karena bekantan adalah hewan pemalu,” papar Amiruddin. Benar saja, tidak berapa lama hewan ini beringsut pelan dan hilang di kerimbunan pohon bakau.

Bekantan bekantan ini kerap dijumpai saling berlompatan di ranting dan dahan Pohon Rumbai sepanjang Sungai Hitam. Mereka bercengkrama diantara kelompoknya sembari memilah pucuk daun rambai kala fajar dan penghujung senja hari.

“Bekantan ini tidak tahan panas sehingga keberadaanya gampang ditemui sekitar pukul 06.00 dan 18.30 Wita saja. Selain di waktu waktu itu, mereka sembunyi dalam pohon bakau,” papar Amir.

Dulunya primata bekantan tidak dijumpai di Sungai Hitam ini. Amir yang warga asli Samboja mengisahkan hewan ini memadati Sungai Hitam terjadi selama lima tahun terakhir ini. Mereka bermigrasi dari hulu sungai menuju kawasan yang habitatnya masih rimbun akan bakau.

Amir menduga bekantan ini kerasan dengan habitat alam Sungai Hitam yang masih asri akan pohon bakau maupun daun rambai. Kawasan sungai selebar 20 meter dengan kedalaman mencapai 10 meter ini masih lazim ditemui ikan ikan memiliki nilai ekonomis seperti kakap putih, kakap merah, kerapu, berjenis burung, biawak hingga buaya muara.

“Zaman dahulu air sungainya berwarna hitam akibat daun daun yang membusuk di air,” paparnya.

Sekarang ini air Sungai Hitam sudah berubah warna jadi coklat muda akibat tercemar sedimentasi wilayah hulunya. Amir menyebutkan ada tujuh perusahaan mengantongi izin usaha pertambangan batubara yang membuka operasi di sekitar area hulu Sungai Hitam. Dia menduga perusahaan batubara ini yang telah merubah kondisi lingkungan Sungai Hitam menjadi coklat.

“Perusahaan batubara mulai operasi 10 tahun silam. Meskipun sekarang perusahaan ini sudah tutup, tapi dampak lingkungannya masih kasih rasakan,” sesalnya.

Imbas negatifnya mulai dirasakan saat satu persatu berbagai jenis ikan sudah mulai sulit ditemui di Sungai Hitam. Bahkan satu jenis udang galah sebesaran telapak orang dewasa sudah tidak ada lagi di perairan air payau ini.

“Zaman dahulu ada udang galah besar besar. Satu kilogram hanya perlu 3 hingga 4 ekor udang galah saja,” ungkap Amir.

Kondisi lingkungan Sungai Hitam Samboja sudah menjadi perhatian LSM Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur. Dinamisator, Merah Johansyah mengatakan masyarakat Samboja saat ini harus membayar ongkos kerusakan lingkungan akibat obral izin pertambangan batubara di Kutai Kartanegara di masa masa lampau.

“Kondisi Sungai Hitam menjadi ongkos kerusakan lingkungan akibat izin tambang,” paparnya.

Indikatornya adalah perubahan warna aliran Sungai Hitam akibat ahli fungsi lahan di kawasan hulu sungai. Jatam mencatat kawasan Samboja adalah kecamatan di Kutai Kartanegara yang paling jor joran dalam penerbitan izin usaha pertambangan.

“Izin usaha pertambangan di Samboja sebanyak 91 izin diantara 600 izin di seluruh Kutai Kartanegara,” ungkap Merah.

Pembukaan ahli fungsi lahan di Samboja mayoritas didominasi keberadaan perusahaan pertambangan batubara. Meskipun mayoritas perusahaan tambang batubara sudah tutup, menurut Merah dampak kerusakan lingkungannya akan masih terasa hingga puluhan tahun.

“Karena bekas galian tambangnya masih ada hingga kini menyisakan lubang lubang raksasa di Samboja,” ungkapnya.

Staf Humas Kabupaten Kutai Kartanegara, Ariantyo mengatakan sudah ada upaya perlindungan lingkungan di area Sungai Hitam dengan penetapan kawasannya dalam katagori konservasi. Pemerintah daerah juga mewanti wanti perusahaan pertambangan agar memperhatian permasalahan lingkungan di wilayahnya.

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *