Bupati Kutai Timur Kalimantan Timur, Isran Noor memprotes pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) dari bupati pada gubernur. Pengalihan izin ini dianggap mencederai semangat otonomi daerah dan reformasi.
“Itu merupakan sebuah pengkhiatan reformasi dan otonomi. Gubernur adalah wakil pusat,” katanya di Balikpapan, Jumat (28/11/2014).
Isran mengatakan Undang Undang Pemerintah Daerah lahir era Presiden Megawati untuk memberikan otonomi pada daerah. Namun dengan terbitnya Undang Undang No 23 2014, dia berpendapat pemerintah tidak konsisten dengan kebijakannya.
“UU 32 tahun 2004 lahir saat ibu Mega jadi presiden sekarang ini partai yang berkuasa PDIP maka dia konsisten ngak menyelenggarakan otonomi yang dilahirkan saat 2004,” ujarnya.
Karena itu Isran berharap pemerintah sekarang dapat konsisten menyelenggarakan sistem pemerintah yang telah menjadi tuntutan reformasi yakni otonomi daerah sebuah pelayan kepada rakyat yang dekat dan langsung.
Adapun Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari meragukan kemampuan gubernur untuk mengawasi izin pertambangan. Dia mencontohkan sikap perusahaan tambang di Kukar yang enggan perduli pada lingkungan sekitar.
Selain itu penambang nasional tidak bayak memberikan kontribusi besar bagi daerah. terbukti hingga kini tidak ada perusahaan besar tambang yang membangun untuk masyarakat Kukar.
Rita juga mengungkpkan selama beberapa tahun sampai 2010 lalu, Kukar tidak menikmati pajak daerah dari pertambangan padahal daerah operasi berada di kukar.
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Adnan Pandupraja menepas anggapan Isran dengan mengatakan pemerintah berniat menertibkan izin pertambangan. Dia berpendapat kebijakan ini mempermudah pengawasan akan dilakukan pemerintah.
“KPK akan menghimbau dan mengingatkan,” ujarnya.
Diketahui secara nasional terdapat 11 ribu perijinan tambang. Berdasarkan data dirjem ESDM, di Kalimantan terdapat sekitar 7500 perijinan pertambangan.