NewsBalikpapan –
Industri pertambangan batu bara di Kalimantan Timur menjadi sorotan negatif untuk sekian kalinya. Industri sektor ini kerap dihubungkan dengan praktik korupsi sejumlah pimpinan daerah Kaltim.
“Ada sejumlah pimpinan daerah di Kaltim tersandung kasus korupsi perizinan pertambangan,” kata Dinamisator LSM Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradharma Rupang, Rabu (19/12/2018).
Pradharma mengatakan, ada beberapa kepala daerah Kaltim yang berproses hukum. Kasus terbaru, ditangkapnya Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas tuduhan gratifikasi perizinan.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pun memvonis penjara 10 tahun berikut denda Rp 600 juta subsider kurungan 6 bulan.
Rita terbukti menerima gratifikasi perizinan pertambangan dan perkebunan kelapa sawit total Rp 110 miliar. Selama ini, ia sempat menerima julukan ‘Ratu Batu Bara’ setelah menerbitkan 625 izin di masa jabatannya.
Setali tiga uang, bekas wali kota Samarinda, Achmad Amin pun sempat tersangkut kasus sama. Ia kedapatan menerbitkan 63 izin pertambangan tanpa analisa dampak lingkungan (amdal) penghujung masa jabatannya.
“Kasusnya dihentikan saat tersangka (Achmad Amin) meninggal dunia,” imbuh Pradharma.
Pradharma menyatakan, Kaltim merupakan surga industri pertambangan batu bara. Hampir seluruh kota/kabupaten, menurutnya, agresif penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) sepanjang otonomi daerah.
Akibatnya, penerbitan izin melonjak drastis menjadi 1.200 IUP dari sebelumnya hanya puluhan izin.
“Perizinan pertambangan bermunculan di Kukar, Kutai Timur (Kutim), Kutai Barat (Kubar) dan Samarinda. Perizinan paling besar terdapat di Kukar,” sebutnya menyasar Rita Widyasari.
Perkembangan terbaru ini, Jatam mencatat 1.404 izin sejumlah wilayah Kaltim. Imbasnya tercipta 632 lubang galian dengan 32 korban tewas didalamnya.
Pemprov Kaltim memang sudah mengambil alih wewenang perizinan pertambangan sebelumnya dipegang kota/kabupaten. Provinsi diharapkan mampu membenahi carut marut perizinan non clear and clean.
Permasalahannya, Pemprov Kaltim lambat menuntaskan 807 izin yang tidak berwawasan lingkungan. Padahal rekomendasinya sendiri berasal Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
Alih alih menertibkan, Pemprov Kaltim malah memperpanjang 40 izin pertambangan tanpa mempertimbangan dampak kerusakan lingkungan. Pradharma mencontohkan perpanjangan izin CV Sanga Sanga menambang 42 hektare lahan Kukar.
“Apa untungnya bagi negara memperpanjang izin tambang seluas 42 hektare ? Keuntungan negara hanya pajak puluhan juta rupiah, namun nilai kerusakan lingkungan tidak terhingga,” keluhnya.
Soal keengganan provinsi ini, Pradharma menduga Gubernur Kaltim, Isran Noor yang condong berpihak industri pertambangan. Selama 7 tahun memimpin Kutai Timur, menurutnya, Isran royal menerbitkan perizinan.
“Pengelolaan provinsi tidak lebih baik dibandingkan saat masih dipegang kota/kabupaten. Presiden juga tidak merespon permasalahan lingkungan Kaltim,” paparnya.