NewsBalikpapan –
Pagi pagi Pahu (20) terlihat bersemangat menapaki sekeliling boma, kandang buatan hutan Kelian Kutai Barat (Kubar) Kalimantan Timur (Kaltim). Sesekali badak betina seberat 356 kilogram ini mengendus sekaligus menukil tanah mempergunakan moncongnya di kubangan lumpur.
Hewan mamalia besar bernama latin decerorhinus sumatrenis ini sepertinya sedang mencari sisa makanan.
“Pagi hari memang merupakan jadwalnya masuk kandang rawat untuk meminta makan,” kata Koordinator Tim Rescue Badak Kalimantan, Arif Rubianto, Rabu (13/2/2019).
Rutinitas Pahu memang seperti itu setiap paginya. Badak Sumatra ini gemar menikmati ragam pakan dedaunan dan buah buahan khas Kalimantan. Satwa langka yang ditemukan di Kubar ini menyukai tiga jenis makanan; rumpun semak, akar pohon (liana) dan buah nangka.
Kedatangan pawang sembari membawa keranjang pakan pun tidak luput perhatiannya. Salah seorang keeper tim rescue ini cukup mencicit menirukan bunyi persis disuarakan badak.
Suaranya persis lumba lumba yang dibunyikan terus menerus.
“Kadang kala suaranya seperti kicauan burung,” papar Arif.
Seolah paham panggilan makan, Pahu setengah berlari memasuki kandang. Badak Sumatra ini lahap menikmati pakan segar kegemarannya.
Kala badak asyik bersantap dimanfaatkan tim medis mengobservasi kesehatan fisiknya. Seluruhnya diperiksa – ujung kepala hingga setiap pangkal buku kakinya.
Kesimpulannya, badak Pahu dalam kondisi prima. Kesehatannya terus membaik terlihat dari peningkatan signifikan berat badannya menjadi 356 kilogram.
“Berat badan badak semula hanya 320 kilogram. Sekarang sudah naik dan kesehatannya normal,” ungkap Arif.
Selama tiga bulan terakhir, Pahu memperoleh penanganan khusus dari tim medis maupun pawang. Mereka terus mengurusi seluruh kebutuhan Pahu.
Tidak sembarang orang diperkenankan berinteraksi dengan badak yang statusnya sangat terancam ini. Salah satu alasannya, menjaga agar badak tidak berlaku jinak terhadap manusia.
“Karena prinsipnya penanganan disini adalah sementara saja, nantinya badak akan dilepaskan di alam liar. Hanya keeper khusus yang boleh memberi makan mempergunakan tangan. Petugas lainnya dilarang mendekati pagar perawatan,” ujar Arif.
Selesai memperoleh perawatan, Pahu lantas dibiarkan kembali ke kandang utamanya berukuran 50 x 80 meter. Tempat dimana ia menghabiskan waktunya seharian bermalasan.
Kegiatan badak terbilang monoton; berkubang dalam lumpur, menggosok badan, makan siang, berendam air, tidur siang, makan sore, tidur malam hingga dilanjutkan pagi harinya.
“Seluruh aktifitasnya terekam dalam cctv di pagar kandang. Pawang bergantian memantau aktifitas badak selama 24 jam,” ungkap Arif.
Selama itu pula, mereka mengidentifikasi ciri fisik badak setinggi 101 centimeter dan berat 356 kilogram. Ukuran badannya terbilang kerdil bila dibandingkan sejawatnya badak sumatra berukuran lebih kekar setinggi 145 centimeter dan berat 800 kilogram.
Selain itu, gigi seri badak kalimantan saat dihitung sebanyak empat buah, sedikit lebih banyak dari badak sumatra hanya dua buah.
Bahkan uniknya lagi, ciri ciri fisik badak kalimantan pun berbeda dengan kerabat dekatnya, badak di Sabah Malaysia. Badak negeri jiran sedikit lebih besar dengan tinggi 120 centimeter dan berat 550 kilogram.
Hanya memang, kajian genetiknya menempatkannya dalam rumpun populasi badak sumatera. Soal keberadannya ribuan kilometer di Kalimantan masih misteri.
Belum ada penjelasan ilmiah keberadaan badak Sumatera di Kalimantan.
Pahu sendiri terperangkap lubang jebakan tim rescue di sekitar Sungai Kedang Pahu Kabupaten Kubar Kaltim, November lalu. Lokasi penemuan badak berdekatan dengan Sungai Pahu yang merupakan salah satu anakan Sungai Mahakam.
Nama sungai ini lantas diabadikan sebagai nama temuan badak kalimantan.
Penangkapannya merupakan prestasi sendiri mengingat tim berjibaku memburu badak kalimantan sejak tiga tahun terakhir. Mereka awalnya hanya menelusuri mitos soal keberadaan satwa langka badak di belantara.
Selama bertahun tahun, masyarakat Kaltim mendengar rumor kawanan badak. Informasinya banyak bersumber dari warga adat dan pegawai perkebunan yang menjumpai langsung.
Sayangnya memang belum ada bukti otentik keberadaannya.
Titik terang fakta keberadaannya mulai terkuak dua tahun silam, bulan Maret 2016. Tim rescue mendapati badak berusia 10 tahun terjerat senar jebakan pemburu.
Badak malang lantas di evakuasi ke kantong populasi I Kubar.
Sayangnya, badak dinamai Najag ini gagal bertahan hidup. Badak sumatra ini menderita infeksi akut di kaki kirinya dimana terdapat luka jeratan sedalam 1 centimeter.
Peristiwa ini sepertinya menjadi pembelajaran tim rescue badak. Mereka akhirnya extra hati hati dalam penyelamatan penanganan badak yang populasinya diperkirakan tersisa tiga ekor di Kalimantan.
“Petugas rescue ada 40 orang yang mengawasi aktifitas badak selama 24 jam,” tutur Arif.
Tim rescue ini pun akhirnya memperluas area pemantauan hingga masuk perbatasan Kalimantan Utara (Kaltara) dan Kalimantan Tengah (Kalteng). Kerja kerasnya terjawab dengan ditangkapnya Pahu di suatu kawasan di Kalbar.
Saat bersamaan, penggiat lingkungan sedang mengupayakan aktifasi pembangunan suaka badak seluas 6.700 hektare berlokasi di Kelian Kubar. Lokasi suaka ini nantinya bisa menjadi pusat perkembang biakan satwa badak di Kalimantan.
“Kita mengetahui jumlah populasi badak sangat memprihatinkan di Kalimantan. Temuan Pahu menjadi awal pembibitan badak,” ungkap Arif.