SKK Migas Kalimantan dan Sulawesi memastikan kondisi sumur sumur tua migas wilayah eksploitasi Kaltim dan Kaltara berstatus review atau bisa diolah kembali. Sumur migas ini masih berpotensi menunjang kuantitas produksi minyak dan gas di Kalimantan.
“Hingga kini seluruhnya berstatus review sesuai aturan pemerintah,” kata Kepala SKK Migas Kalimantan dan Sulawesi, Nazvar Nazar.
Kementerian ESDM sudah menentukan katagori sumur tua dimana batas waktu eksploitasi migasnya dibawah tahun 1970 silam. Mayoritas sumur migas itu adalah berupa sisa sisa peninggalan zaman kolonial penjajahan Belanda.
Area Kaltim dan Kaltara, kata Nazvar dulunya adalah menjadi pusat industri migas Belanda di Indonesia. Lokasinya tersebar di sejumlah titik kawasan berlokasi di Tarakan, Samboja, Balikpapan hingga Sangata Kutai Timur.
“Jumlahnya mencapai ribuan bila ditotal seluruhnya. Terkadang ditemukan sumur sumur tua yang asal usulnya tidak diketahui,” ungkapnya.
PT Pertamina (Persero) merupakan perusahaan migas yang dipercaya menjadi operator sumur sumur tua ini. Hingga kinipun, sumur sumur tua masih dianggap produktif menghasilkan minyak mentah yang kemudian diolah di kilang minyak Pertamina Balikpapan.
Masing masing perusahaan migas menerapkan dengan ketat aturan pengelolaan lahan dari pencemaran sisa sisa limbah minyak mentah. Berbagai langkah dilakukan untuk memisahkan limbah termasuk proses bio remediasi tanah agar bisa kembali lestari.
“Dulu memang rutin dilakukan agar kondisi lingkungan tidak terganggu. Sekarang ini kewajiban ini diserahkan pada pihak ketiga, perusahaan pengolah tanah,” ujarnya.
Apalagi, bukan perkara mudah upaya peremajaan kawasan sumur tua di Kaltim dan Kaltara. Fakta di lapangan, persoalan tumpang tindih lahan menjadi kendala utama dalam pelaksanannya.
Nazvar menyebutkan, ada sebanyak 546 sumur migas tua di Tarakan yang beralih menjadi area publik maupun pemukiman warga. Pendudukan area migas Tarakan terjadi semasa perang kemerdekaan dimana warga menasionalisasi kepemilikan asset Belanda.
“Hampir 50 persen asset Belanda sudah dikuasai warga setempat semasa perang zaman dulu,” ungkapnya.
Kondisi ini jelas membuat pemerintah serba salah menindaknya. Pemerintah Indonesia tentunya memperoleh penolakan keras dari masyarakat Tarakan yang berpenduduk 300 ribu jiwa ini.
“Bila seperti ini kami kesulitan untuk menanganinya. Kami tidak bisa juga mengusir warga yang sudah terlanjur bermukim disitu bertahun tahun,” sesalnya.
Disamping, ada pula kekhawatiran fasilitas migas akan membahayakan keselamatan warga Tarakan. Letak sejumlah sumur tua masih aktif berada tepat di area pemukiman warga.
“Kami juga menyadari fasilitas tersebut berbahaya bila tidak mendapatkan penanganan dengan semestinya,” keluhnya seraya menambahkan. “Mendekati lokasi tersebut juga tidak mungkin. Masyarakat curiga dengan keberadaan kami,” imbuhnya.
Sebagian besar sumur migas ini, kata Nazvar, masih berpotensi menghasilkan minyak mentah yang rawan meledak saat tersulut api. Ada beberapa lokasi sumur migas yang tepat berdampingan dengan dapur milik warga.
Perusahaan migas berkewajiban mensterilkan lokasi sumur migas dari seluruh aktifitas masyarakat. Adapun sumur migas sudah mati, menurutnya harus ditutup permanen serta lokasinya terbebas aktititas masyarakat.
“Bisa dilakukan penghijauan, bio remediasi, penanganan limbah hingga penelitian secara berkesinambungan. Selama kurun waktu tertentu, area tersebut juga dibatasi dari seluruh aktifitas publik,” ujarnya.
Sehubungan kasus tumpang tindih di Tarakan, Nazvar mengaku ada tim yang memetakan lokasi sumur migas terbagi menjadi area merah (pemukiman warga), kuning (fasilitas umum) dan hijau (bebas permasalahan). Pertamina EP Tarakan berhasil menguasai sebanyak 782 sumur migas yang bebas dari area konflik di Pamusian (654) dan Juata – Sesanip – Mengatal (128).
“Pertamina harus menjaga area ini agar tidak diduduki oleh masyarakat. Sisanya akan diambil keputusan penanganan,” ujarnya.
SKK Migas merekomendasikan agar sumur tua masuk area fasilitas umum agar diserahkan pengelolannya pada pemerintah daerah setempat. Sumur sumur tua ini juga ditutup secara permanen agar keberadaannya tidak membahayakan masyarakat.
Adapun sumur tua katagori merah, Nazvar menyarankan agar pemerintah melakukan gugatan hukum guna mempertanyakan keabsahan kepemilikan warga disana. Pemerintah daerah juga diminta berkoordinasi intensif dengan membatalkan pengurusan dan penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) kawasan bermasalah.
“Itu satu satunya jalan penyelesaian mengatasi permasalahan ini. Kita tentukan di jalur pengadilan saja,” ujarnya.
Permasalahan tumpang tindih di Tarakan menjadi gambar permasalahan industri migas di Kaltim. SKK Migas mencatat keseluruhannya terdapat 180 perusahaan pertambangan batu bara dan perkebunan yang berada di wilayah kerjasa industri migas area Kalimantan dan Sulawesi.
Pemprov Kaltim sempat menerbitkan data adanya 264 izin usaha pertambangan (IUP) beraktifitas di area blok migas Vico Indonesia, Pertamina EP Sangasanga dan Pertamina Hulu Mahakam.