Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) Samboja melepas liarkan tujuh individu orangutan ke hutan Kehje Sewen Kabupaten Kutai Timur Kalimantan Timur. Pengembalian orangutan ke habitat aslinya ini menjadi kampanye bertajuk Freedom tahun 2017 ini.
“Kami kembali melepas liarkan orangutan ke habitat aslinya di Kehje Sewen yang seluruhnya usia 20 tahun,” kata Direktur Konservasi Restorasi Habitat Orangutan Indonesia, Aldrianto Priadjati, Kamis (2/3).
Aldrianto mengatakan, tujuh orangutan ini telah melalui proses rehabilitasi agar mampu kembali hidup di alam liar Kalimantan. Tujuh orangutan bernama Elisa, Wardah, Eris, Emmy, Wulani, Cemong dan Beni diharapkan mampu melengkapi populasinya di hutan Kehje Sewen Kutai Timur.
Orangutan diberangkatkan lewat jalur darat rute Samboja Lestari, Muara Wahau hingga diterbangkan menuju titik pelepas liaran di hutan Kehje Sewen. Tim ini membawa peralatan memadai guna memastikan kesehatan orangutan selama perjalanan darat dan udara.
“Sesuai prosedur, selama di perjalanan, rombongan berhenti setiap 2 jam untuk memeriksa kondisi kesehatan dan kenyamanan orangutan,” ujar Aldrianto.
Sebelumnya, Yayasan BOS telah melepas liarkan 31 orangutan rehabilitan yang kini dipantau telah hidup menyebar ke seluruh wilayah hutan. Habitat orangutan ini sudah membentuk populasi berkelanjutan di hutan Kehje Sewen yang memiliki kawasan yang alami sesuai karakter Kalimantan.
“Pelepasliaran ini akan menambah jumlah populasi orangutan yang dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen menjadi 62 individu orangutan,” ungkapnya.
Yayasan BOS telah melepasliarkan orangutan ke habitat alaminya sejak 2012, dan program kami ini adalah yang paling sukses di antara proyek reintroduksi kera besar di seluruh dunia. Tahun ini kami fokus untuk meningkatkan kegiatan pelepasliaran ini dan memberikan
Bulan Oktober lalu, Yayasan BO juga melepaskan empat orangutan lainnya di sisi selatan Hutan Kehje Sewe yakni J-lo, Rafli, Jamur dan Saprol. Empat orangutan ini dianggap sudah lulus tahap peliaran di Pusat Rehabilitasi BOSF Samboja.
Tim rescue BOSF Samboja menempuh perjalanan darat selama 12 jam menuju Muara Wahau. Setiap dua jam, rombongan berhenti guna memberikan kesempatan dokter hewan memeriksa kondisi kesehatan orangutan. Rombongan tim rescue juga menyeberangi Sungai Telen yang menjadi pembatas Hutan Kehje Sewen dengan akses masyarakat.
Hutan Kehje Sewen merupakan lokasi pelepas liaran orangutan hasil didikannya. Selama ini, BOSF Samboja sudah melepas liarkan sebanyak 49 individu orangutan di hutan lindung seluas 86.450 hektare.
Hutan Kehje Sewen setidaknya mampu menampung sebanyak 150 individu orangutan. Orangutan BOSF Samboja yang sudah lulus rehabilitasi akan dilepaskan di hutan ini,” ungkapnya.
Terdapat 200 orangutan BOSF Samboja lainnya yang menunggu giliran proses pelepas liaran ke habitat alamnya. Saat ini, orangutan masih mengikuti proses pelatihan tentang bagaimana cara bertahan hidup di alam liar.
BOSF Samboja sedang berupaya memperluas lokasi peliaran orangutan Hutan Kehje Sewen lewat skema Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistim. Mereka menargetkan setidaknya terdapat 30 ribu hektare area tambahan pelepas liaran orangutan di Hutan Kehje Sewen.
Orangutan terancam punah
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Sunandar Trigunajasa mengatakan satwa orangutan masuk katagori sangat terancam punah. Hasil riset Badan International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyebutkan keberadaan orangutan yang terdesak aktifitas manusia.
“Sesuai data IUCN sudah sangat terancam punah saat ini,” ujarnya.
Sunandar menyebutkan kajian sejumlah badan konservasi soal populasi orangutan Kalimantan sebanyak 50 ribu individu. Dia meragukan akurasi pendataan populasi orangutan ini mengingat keberadaanya sulit dijumpai manusia.
“Orangutan sangat sulit ditemui. Survey jumlah populasi orangutan ini hanya berdasarkan sarangnya yang berhasil ditemui di pohon pohon,” paparnya.
Sementara ini, Sunandar meminta seluruh pihak menjaga kelestarian hutan hutan di Kalimantan. Pemprov Kaltim sudah berinisiatif pembentukan Tim Satuan Tugas Bahaya Kebakaran di masing masing perusahaan perkebunan dan HPH setempat.
“Kebakaran menjadi ancaman utama populasi orangutan. Saat ini sudah terbentuk 50 regu Satgas Kebakaran di seluruh wilayah Kaltim,” tegasnya.
Pembantaian orangutan di Kalimantan
Tim rescue Centre for Orangutan Protection (COP), Ramadani mengungkapkan praktek pembantaian primata orangutan kian meningkat setiap tahunnya. Mereka mencatatkan terdapat 11 kasus konflik antara masyarakat dan orangutan sepanjang tahun 2016 ini.
“Cenderungnya makin meningkat konfliknya, dari pembakaran, pembunuhan hingga penangkapan orangutan,” ungkapnya.
Ramadani menyatakan habitat alam orangutan terdesak keberadaan perusahaan kelapa sawit, pertambangan, HPH hingga pemukiman warga. Orangutan ini akhirnya mencari makanan di sekitar pemukiman masyarakat.
Ramadani juga mengeluhkan minimnya pengetahuan masyarakat saat mendapati keberadaan orangutan di pemukiman. Masyarakat cenderung melukai satwa orangutan yang berada di pemukiman.
“Mereka tidak tahu mau diapakan. Masyarakat tidak tahu fungsinya dari BKSDA yang harus dilapori keberadaan satwa dilindungi ini,” ujarnya.