Presiden Diminta Ambil Alih Bencana Tambang Kaltim

NewsBalikpapan –

Ratusan lubang bekas tambang batu bara di Kalimantan Timur menelan korban 31 jiwa selang 8 tahun terakhir. Tiga hari lalu, ada korban tenggelam, Ari Wahyu Utomo (13) di bekas area konsesi tambang PT Bukit Baiduri Energi (BBE) di Bukit Raya Kecamatan Tenggarong Seberang Kutai Kartanegara, Minggu (4/11/2018).

“Ini adalah kedua kalinya ada korban meninggal di area konsesi BBE,” kata Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, Rabu (7/11/2018).

Siswa Mts Masyuhiriya Tenggarong Seberang ini, kata Rupang, merupakan warga pemukiman berbatasan langsung dengan lokasi tambang.  Ia menduga bocah malang ini tenggelam kala bermain di lubang tambang yang berkedalaman 5 hingga 7 meter.

Ironisnya, peristiwa naas ini bukan kali pertama terjadi di area konsesi BBE. Genap dua tahun silam, Rupang menyebutkan, peristiwa serupa terjadi merengut jiwa dua remaja; Noval Fajar Slamat Riyadi (15) dan Diky Aditya (15).

“Tewas tenggelam di area konsesi milik BBE ini pula. Namun di lokasi lubang yang berbeda,” sergahnya.

Rupang mengatakan, BBE tidak memasang pagar pembatas dan papan peringatan di sekitar area lubang tambangnya. Sesuai aturan Undang Undang Minerba, menurutnya, BBE semestinya memastikan area bersangkutan steril dari seluruh aktiftas warga.

Rupang mencatat, adanya 632 lubang bekas tambang tersebar di sejumlah kota/kabupaten di Kaltim. Selama lima belas tahun terakhir ini, terdapat 1.404 izin usaha pertambangan (IUP) mendominasi luasan daratan di Kaltim.

“Area pertambangan mencapai 43 persen dari total 12,7 juta hektare Kaltim,” ungkapnya.

Lubang bekas tambang sudah merengut 31 jiwa tersebar di lokasi Kutai Kartanegara, Samarinda, Kutai Barat dan Penajam Paser Utara. Ibu kota Provinsi Kaltim, Samarinda menjadi penyumbang terbesar jumlah korban meninggal mencapai 18 jiwa.

Sehubungan itu, Jatam Kaltim secara resmi meminta Presiden Joko Widodo mengambil alih penanggulangan bencana tambang ini di Kaltim. Rupang menilai, Pemprov Kaltim tidak serius dalam penyelesaian dampak negatif industri pertambangan ini.

  “Agar kejadian serupa tidak terulang. Langkah luar biasa sudah selayaknya presiden lakukan,” kata Rupang.

Faktanya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan pencabutan 807 IUP yang non clear and clean. Fakta di lapangan, Kaltim hanya mencabut 358 IUP sesuai hasil rekomendasi ini.

“Izin yang dicabut ini pun adalah izin yang berakhir masa kontraknya. Kaltim secara resmi hanya mencabut 8 IUP selama 2 tahun terakhir,” papar Rupang.

Semestinya, presiden mampu berbuat memanfaatkan tangan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Rupang meminta presiden mengintervensi penanganan di 632 lubang tambang ini.

“Misalnya lubang berjarak 1 kilometer dari pemukiman ditetapkan menjadi area tertutup. Lubang berjarak 500 meter dari pemukiman agar segera direklamasi,” tuturnya.

“Ini agar jumlah korban jiwa tidak terus bertambah,” imbuhnya.

Selain itu, presiden pun bisa memastikan moratorium penerbitan IUP di Kaltim kurun 10 tahun kedepan. Selama waktu itu, kementerian terkait melakukan recovery lingkungan pasca eksploitasi masif tambang di Kaltim.

“Pemprov Kaltim harus koporatif membantu pemerintah pusat. Bila membangkang bisa terkena sanksi dari Kementerian Dalam Negeri,” tegasnya.

Soal ini, Jatam Kaltim sudah menyurati Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, ESDM, Sekretaris Negara serta Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

LSM lingkungan lain, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim pun turut mengecam respon pasif Gubernur Kaltim yang terkesan pasrah. Dalam beberapa kesempatan, Gubernur Isran Noor memang hanya berujar tentang rasa keprihatinannya.

“Gubernur seperti tak memiliki empati dan upaya untuk memberikan perlindungan kepada warga Kaltim,” tutur Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kaltim, Fathur Roziqin Fen.

Saat bersamaan, aparat kepolisian juga dianggap lambat dalam memproses berbagai kasus lingkungan terjadi di Kaltim. Soal ini, Fathur menduga ada pihak yang berupaya menghambat proses penyidikan kasusnya.

Sementara itu, Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kaltim mengaku cukup berbuat soal penyelesaian masalah lubang tambang. Salah satunya dengan mencabut IUP perusahaan yang melanggar izin analisis dampak lingkungan (amdal) dan jaminan dana reklamasi.

“Sudah ada beberapa yang kami cabut izinnya,” ungkap Kepala Bidang Minerba Distamben Kaltim, Baihaqi H tanpa menyebutkan total IUP dimaksut.

Kendala dihadapi Distamben Kaltim adalah persoalan lubang tambang Kaltim sudah terlanjur kusut. Petugas lapangan pun terpaksa menelusuri  kembali berbagai permasalahan dari hulu hingga hilir.

“Kami memulai dari awal dan mencoba menata kembali permasalahan. Sejumlah perusahaan tidak bisa dihubungi, kalaupun bisa dihubungi ternyata sudah berganti kepemilikan. Saat didatangi ternyata tidak ada,” keluh Baihaqi.

Akhirnya, Pemprov Kaltim hanya bisa meminimalkan jumlah korban di lubang bekas tambang. Mereka terus mengingatkan warga agar menjauhi lokasi lubang bekas tambang.

“Ingatkan warga agar tidak bermain di dekat tambang. Masyarakat terkadang tidak mengetahui bahaya lokasi ini,” sebut Baihaqi.

Juru bicara PT BBE, Rahman Virlianto, menolak perusahaannya terus disalahkan di sejumlah kasus korban tenggelam. Dalam beberapa kasus, menurutnya, BBE malahan turut menjadi korban.

“Kami juga sudah menjadi korban dalam masalah ini,” ungkapnya.

Lokasi tenggelam korban Ari Wahyu Utomo, diakui Rahman, memang merupakan berada di area konsesi BBE. Namun perusahaannya membantah pernah melakukan aktifitas eksploitasi batu bara di kawasan tersebut.

“Memang masih area kami, tapi kami tidak pernah melakukan eksploitasi tambang disitu. Karena terlalu dekat dengan pemukiman. Perusahaan tentunya juga tidak mau melanggar hukum,” ujarnya.

Adapun dua korban lain di tahun 2016, Rahman menyatakan, BBE sudah berniat melakukan penutupan di lubang bekas galian. Pada akhirnya, masyarakat setempat pula yang meminta pengelolaan lubang ini.

“Mereka manfaatkan untuk sarana pengairan pertanian serta kebutuhan MCK masyarakat setempat,” sebutnya.

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *