“Nah, peningkatan ini yang harus dihapuskan agar tidak terus-terusan meningkat,” kata Henry.
Salah satu cara yang bisa diambil oleh pemerintah adalah mewajibkan kendaraan industri seperti dump truck, trailer dan mixer menggunakan BBM Non Subsidi. Sebagai alternatifnya, harus ada penyediaan SPBU khusus yang menjual BBM Solar Non Subsidi yang biasa digunakan oleh kendaraan tersebut.
Selain itu, konsumsi penggunaan bahan bakar juga harus dibatasi sesuai dengan penggunaan wajar. Henry mencontohkan sepeda motor yang diperkenankan hanya membeli BBM Bersubsidi sebesar 3 liter per hari.
“Tentu ini harus ada pengawasan dan penegakan hukum secara rutin, terpadu dan terkoordinasi antara instansi terkait,” tuturnya.
Henry mengungkapkan selisih harga antara Premium dan Pertamax sebelum disubsidi hanya sekitar Rp150 hingga Rp200. Ketika pemerintah member subsidi dan harga minyak terus melonjak, tentu beban anggaran akan semakin besar.
Untuk itu, dia mengharapkan agar disparitas harga antara BBM Subsidi dan Non Subsidi tidak terlalu besar. Apabila disparitas yang besar ini tidak dikurangi, dia berpendapat potensi penyelewengan oleh oknum yang memanfaatkan situasi akan bertambah besar.
Premium menurut pendapatnya sudah tidak layak lagi untuk digunakan sebagai bahan bakar bagi kendaraan buatan tahun 1990-an hingga sekarang. Efek samping yang ditimbulkan oleh penggunaan premium perlu dikaji sehingga bisa diketahui kelayakan penggunaan premium.
Sementara itu, General Manager Pertamina Unit Pemasaran Regional VI Kalimantan Gigih Wahyu H. Irianto menyetujui pengaturan penggunaan BBM Bersubsidi oleh kendaraan tertentu.
Hal ini telah dimungkinkan dalam Perpres No.15/2012 yang baru saja ditandatangani oleh presiden karena ada poin yang menyatakan pemerintah daerah dimungkinkan untuk melakukan kebijakan-kebijakan.
“[Pemda] mengatur lebih ditel sesuai dengan dinamika masyarakat,” tukasnya.
Keppres sudah sewajarnya tidak mengatur hal secara ditel karena pemberlakuannya secara nasional sementara masing-masing daerah memiliki keunikannya tersendiri. Karena Pemda lebih memahami permasalahan yang ada pada masing-masing wilayahnya, sudah sepantasnya bagi Pemda untuk turut campur dalam masalah ini.
Gigih mengharapkan Balikpapan bisa menjadi *entry point *untuk memulai keterlibatan Pemda dalam menjaga kuota BBM Bersubsidi. Pertumbuhan ekonomi yang cukup besar menjadi salah satu alasan menjadikan Balikpapan sebagai titik awal kerja sama ini.
Balikpapan sendiri sudah memiliki program solusi jangka panjang terkait BBM Bersubsidi yang kuotanya terus terlampaui. Kampanye hemat BBM bersubsidi serta penerapan program sarana angkutan umum masal akan dijadikan salah satu upaya mengurangi konsumsi BBM bersubsidi. (bisnis)