Amrullah menerangkan kelebihan kuota yang sering terjadi di Kaltim juga dipicu dari subsidi yang tidak tepat sasaran. Dia mengungkapkan kendaraan industri memberi andil yang cukup besar bagi kebocoran kuota tersebut.
Nilai kebocoran BBM Bersubsidi yang dikonsumsi oleh kendaraan industri mencapai 20% dari kuota yang diberikan. Kaltim mencatat konsumsi solar
bersubsidi sepanjang 2011 sebesar 245.000 kilo liter dari kuota yang diberikan sebesar 238.000 kiloliter.
Amrullah menambahkan kebocoran tersebut juga ditambah dengan terbatasnya SPBU yang menjual BBM Non Subsidi. Akibatnya, pelaku
industri berdalih tidak bisa menemukan SPBU Non Subsidi untuk menjalankan kendaraannya.
Dia mengharapkan agar ada perusahaan yang juga bisa menyediakan bahan bakar non subsidi bagi industri. Melalui kerja sama business to business, diharapkan konsumsi bahan bakar industri sudah bisa terpenuhi.
Sementara itu DPRD Kota Balikpapan meminta pemerintah provinsi untuk dapat membuat pengaturan penggunaan bahan bakar bersubsidi guna
menekan kelebihan kuota yang sering terjadi seperti yang diusulkan oleh BPH Migas.
Ketua DPRD Kota Balikpapan Andi Burhanudin Solong mengatakan secara substansi Pemprov memiliki kewenangan yang lebih luas dibandingkan Balikpapan untuk mengatur penggunaan BBM Bersubsidi.
“Kalau Balikpapan membuat [regulasi pengaturan] sementara yang lain tidak pasti akan dibawa keluar karena Kaltim punya 14 kabupaten dan kota,” kata pria yang biasa disapa ABS ini.
Menurut ABS, sebaiknya Pemprov terlebih dahulu menetapkan regulasi yang mengatur pembatasan tersebut dan bersifat mengikat. Nantinya, masing-masing
daerah di Kaltim memperkuat regulasi tersebut dalam bentuk Perda ataupun Perwali yang sesuai dengan daerahnya.
Terpisah, Direktur Utama PT Khatulistiwa Raya Energi (KRE) Djadja Sudjadi mengatakan peluang tersebut yang coba ditangkap oleh pihaknya dalammenjalankan roda bisnis bahan bakar.
“Kami melihat pasar Kaltim cukup besar karena kebutuhan industrinya cukup besar melalui pembukaan cabang,” ujarnya.
Djadja mengatakan dirinya menargetkan penjualan BBM, untuk jenis solar, minimal bisa mencapai 5.000 kiloliter per bulan. Nantinya, pihaknya akan terus meningkatkan target sesuai dengan kondisi pasar dan permintaan yang ada.
Dia mengatakan peluang terbesar konsumsi BBM Non Subsidi jenis solar terdapat pada pertambangan batu bara yang banyak terdapat di Kaltim. Tercatat ada sekitar 1.304 kontrak pertambangan yang ada di Kaltim dengan jumlah perusahaan aktif mencapai sekitar 300 perusahaan.