Sesuai Nawacita kabinet Jokowi-JK, sektor maritim menjadi salah satu program unggulan pemerintah. Akan tetapi menjadi anak tiri karena mengalami keterpurukan.
Mulai dari industri galangan kapal, industri perikanan, industri pelayaran. Bahkan sejumlah ahli las di galangan kapal banyak yang beralih profesi menjadi ojek online karena tidak ada pekerjaan.
Hal itu diungkapkan anggota Komisi V DPR-RI Bambang Haryo Soekarto. “Hampir 50 persen galangan kapal Indonesia mengalami kesulitan, lantaran kurangnya perhatian pemerintah,” tegasnya Minggu (28/7).
Menurut dia, keterpurukan industri maritim karena bunga bank di atas bunga komersial dan sulit mendapatkan dana investasi karena dianggap industri high risk. “Padahal di Malaysia, bunga bank industri maritim sepertiga dari bunga komersil,” ungkap Bambang Haryo.
Belum lagi tingginya nilai perpajakan yang dibebankan kepada industri pelayaran yakni 1,2 persen final pendapatan, kemudian Pendapatan Negara bukan Pajak (PNBP) naik 100-1000 persen sejak tahun 2017.
Itu masih ditambah dengan banyaknya regulasi perizinan sehingga terkesan highly regulated yang berbasis biaya.
“Infrastruktur juga kurang diperhatikan, salah satu contoh di lintasan Merak-Bakauheni, dari 70 kapal hanya bisa beroperasi 28 kapal karena kurangnya tempat sandar kapal,” keluh Bambang.
Idealnya, lanjut dia kemudian, sektor maritim memberi dampak pertumbuhan ekonomi termasuk di bidang pariwisata tapi justru mengalami kemunduran di kabinet saat ini.
Untuk itu, Bambang berpendapat pemerintah diharapkan fokus memperhatikan fasilitas, insentif dan kemudahan perizinan untuk industri maritim. “Bukan malah memberikan beban yang demikian besar terhadap industri maritim,” pungkasnya.