Kisah Sopir Balikpapan Sang Milyader

Semua ini murni berkat kerja keras Ikhsan yang memulai usahanya dari titik nol. Sekembalinya dari bertugas di Timor Timur awal 80 an silam, Ikhsan mengantongi uang sebesar Rp 1,5 juta yang cukup besar kala itu. Bila ditakir, uang yang kemudian jadi modal awalnya ini sebesar Rp 15 juta.

Dengan uang ini, Ikhsan nekat membuka warung nasgor Arema di depan gedung Pusat Kegiatan Islam Balikpapan. Kala itu, dia hanya mampu memperkerjakan satu orang karyawan yang bertugas meracik menu sedap nasgor racikan Arema (Arek Malang). Hasil keuntungan warung nasgor Arema ini seluruhnya disimpan dengan maksut nantinya dipergunakan untuk pengembangan usaha.

Dalam kesehariannya, Ikhsan mengandalkan keuangan dari sumber gajinya sebagai seorang aparatur aktif negara. Meskipun golongan jenjang pangkatnya terbilang masih rendahan, Ikhsan merasa sudah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Rutinitasnya hanya sebagai sopir kendaraan dinas pimpinannya di instansi negeri ini.

“Saya ini orang sederhana sehingga tidak membutuhkan banyak dana. Selain itu, istri saya seorang kepala sekolah sehingga bisa membantu keuangan keluarga,” ujarnya mengenang masa masa silam dulu.

Berkat keuletannya dalam mengelola usahanya, warung nasgor Arema sudah berkembang luas dalam kurun waktu 15 tahun terakhir ini. Hingga kini, nasgor Arema telah membuka cabang di delapan titik pusat keramaian Balikpapan diantaranya di Puskib, Sepinggan, kilometer 3, kilometer 6, Markoni, Petung, Penajam dan terakhir Samarinda.

Memang dari delapan warung nasgor ini tidak seluruhnya juga mampu menghasilkan keuntungan melimpah bagi Ikhsan. Masing masing warung menerapkan strategi tambal silang, dimana yang sudah untung musti mensubsidi warung. Namun itu semua tidak berlangsung lama, sehingga dalam kurun waktu sekian bulan dari masing masing warung mampu mandiri mencetak keuntungan. Setiap warung akhirnya mampu menghasilkan keuntungan bersih puluhan juta rupiah untuk setiap bulannya.

Dari usaha yang terbilang dipandang sebelah mata sebagian orang, Ikhsan bisa memperkerjakan sebanyak 40 orang karyawan yang mayoritas adalah kenalannya sesama perantauan asal Ngawi Jawa Timur. Mereka ini dulunya adalah para pengangguran yang kerjanya hanya bermabuk mabukan serta meresahkan masyarakat.

“Mereka sebagian adalah teman teman kampung saya di Ngawi. Saya bawa ke Balikpapan untuk belajar bekerja dengan berjualan nasi goreng,” ungkapnya.

Niatan membuka lapangan kerja bagi teman temannya sebenarnya sudah menjadi obsesi sejak lama dipendam Ikhan. Kali ini, keinginan itu benar benar terwujud dengan memperkerjakan mereka di sector layanan makanan sederhan khas masyarakat Indonesia ini.

“Jelang bulan Ramadhan, keuntungan warung seluruhnya saya persiapkan buat seluruh karyawan. Sebagai bonus dan biaya mudik ke kampung halaman pada hari raya Idul Fitri,” ujarnya.

Sukses usaha jualan nasgor Arema – Ikhsan juga mulai merambah bisnis jasa lainnya. Masih di pelayanan kuliner, tapi kali ini dengan membuka usaha penggilingan daging sapi untuk bahan dasar pembuatan bakso. Tiga tempat langsung dibuka dalam memulai usahanya yaitu di Petung Penajam, Simpang Pahit Pasir dan Pasar Pandansari Balikpapan.

Seperti halnya bisnis warung nasgor Arema – usaha penggilingan daging sapi milik Akhsan ini juga sudah meraup untung. Dalam setiap bulannya, usaha penggilingan daging sapi ini sudah mampu beromzet hingga Rp 100 juta hingga Rp 150 juta per bulannya.

“Sehingga teman teman asal Ngawi bisa berusaha dengan berjualan bakso dari penggilingan daging milik saya,” tutur pria yang lebih memilih mengendari sepeda motor butut dibanding membeli mobil mewah ini.

“Dua mobil saya jenis Toyota Inova hanya saya rentalkan, saya sendiri naik sepeda motor saja tidak masalah,” imbuhnya.

Namun semua itu sebanding dengan hasil sudah bisa dipetik saat ini. Dari hasil jerih payahnya ini, Ikhsan mampu membiayai sekolah kedokteran anak semata wayangnya yang sudah setahun diterima di Universitas Brawijaya Malang. Diakuinya, semua biaya kuliah ini tidak akan mampu ditanggungnya jika masih mengandalkan gaji sebagai aparatur negara di setiap bulannya.

“Biaya masuk kuliah saja sudah sebesar Rp 500 juta, belum termasuk kebutuhan lain lain,” paparnya.

Karenanya, Ikhsan tidak kurang kurang mengucapkan rasa syukur atas segala anugerah berlimpahnya materinya ini. Dia berpendapat kelebihan rezeki duniawi semestinya dimanfaatkan untuk lebih mendekatkan diri pada sang penciptanya. Menurutnya, salah satu kunci utama kesuksesannya adalah saat rutin membagikan sebagian rezeki didapatnya pada kaum kaum duafa di Balikpapan.

“Semua itu kan hanya titipan saja, kalau nanti kita mati juga tidak bakal ditanya, seberapa kaya kamu di dunia, tapi amal ibadah yang paling utama,” ujarnya.

Selama hidupnya di dunia ini, Ikhsan menyimpan falsafah hidup yang menjadi pedomannya hingga akhir hayat memanggil. Dalam berbagai kesempatan, ia acap kali nongkrong di ruang intensive care unit (ICU) rumah sakit di Balikpapan hanya untuk sekedar menyaksikan proses sakaratul maut manusia. Saat seperti itu, semestinya setiap orang diingatkan bahwa dalam perjalannya manusia pasti akan berpulang pada penciptanya.

“Kita semua pasti akan mati sehingga tujuan hidup bukan untuk duniawi saja tapi juga untuk akherat,” tuturnya.

 

 

Berita Terkait

1 Comment

  1. I love nasi goreng specially with ayam goreng and kerupuk

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *