Penyelesaian sertifasi lahan ini tidak lepas dari persoalan tumpang tindah lahan masih menyelimuti pertahanan di balikppaan. Tumpah tindah lahan banyak terjadi khususnya didaerah pengembangan baru. “ Banyak memang tumpah tindih lahan, tapi tidak sampai ribuan,” ujarnya.
Tumpah tindah lahan banyak ditemui dikawasan pengembangan baru seperti Manggar dan Kilometer. Tumpah tindih lahan kata Hikmad berbeda dengan kepemilikan ganda sertifikat tanah. “ Beda kalau itu jumlahnya tidak banyak. Kalau tumpah tindih banyak terjadi biasanya masalah batas tanah yang kabur antara satu dengan yang lain,” jelasnya.
Hikmad mengutip UU Pokok Agraria bahwa kepemilikan tanah ada dua yakni menguasai dan memelihara tanda batas tanah. “ Itu dua hal yang harus dilakukan pemilik tanah. Kalau soal kapan tanah itu harus dimanfaatkan dan kembali ke negara kalau tidak dimanfaatkan , nah di UU itu tidak diatur soal itu,”katanya.
Persoalanya adalah saat sengketa tanah terjadi maka posisi BPN tidak dalam posisi menguji material tanah. “itu kewengana polisi dan kejaksaan. Kita ini ibarat parbrik biscuit soal bahannya darimana illegal atau tidak kita tinggal olah bahan yang tersedia itu,” kilahnya.
Karena itulah peran pemerintah daerah yang terkecil yakni kelurahan dan RT dapat dijadikan penjaga dari munculnya berbagai pesoalan tanah dimasyarakat. “ Betul itu karena merekalah pemerintah terkecil yang paham soal asal usul tanah itu. Ini juga harus dibenahi,” tandasnya.
Menyinggung soal tanah adat yang sekarang ini muncul dipermukaan masyrakat dan bahkan kerap menjadi persoalan yang dihadapi masyarakat, Kepala BPN Balikpapan mengatakan tanah adat juga diakui keberadaanya didalam UU Agraria. “ Memang itu diakui. Cuma belum jelas penerapanya bagaimana,kejelasan tentang tanah adat itu seperti apa,” ujarnya.
Kalau kasus cemara Rindang itu menruutnya bukan ranah BPN. “ Itu sudah ingkrah harus dilaksanakan. Kecuali ada gugatan secara pidana misalnya suratnya palsu nah itu nanti bisa gugurkan perkara perdatanya,” katanya.