NewsBalikpapan –
Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay bergeming dengan tuntutannya pasca selesainya vonis hukumannya. Aktivis Papua ini tetap teguh memperjuangkan kemerdekaan bagi masyarakat Papua.
“Kami tetap berjuang bagi kebebasan seluruh masyarakat Papua,” kata Agus sesaat keluar dari Rumah Tahanan Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim), Rabu (12/8/2020).
Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan menjatuhkan vonis makar bagi aktivis dan mahasiswa buntut kerusuhan Papua. Para mahasiswa dijatuhi hukuman 10 bulan penjara; Ferry Kombo, Hengki Hilapok dari Universitas Cendrawasih dan Hengki Hilapok serta Irwanus Uropmabin dari Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ).
Mahasiswa bebas pertengahan bulan Juli lalu.
Sedangkan aktivis hak asasi manusia (HAM) Papua memperoleh 11 bulan penjara; Buchtar Tabuni dari United Liberation Movemnet for Papua serta Stevanus Itlay dan Agus Kossay dari KNPB.
Agus Kossay merupakan tahanan politik Papua paling terakhir memperoleh kebebasan. Buchtar dan Stevanus sudah terlebih dahulu bebas.
“Rekan rekan yang lain sudah bebas, saya merupakan tahanan terakhir yang keluar,” ungkapnya.
Agus mengatakan, hukuman penjara merupakan resiko aktivis dalam memperjuangkan hak kebebasan Papua. Sedikitpun, ia tidak merasa gentar melawan tekanan dilancarkan aparat Pemerintah Indonesia.
“Bagi saya, penjara hanyalah hotel gratis. Tidak akan menyurutkan perjuangan kami,” tegasnya.
Para aktivis sebenarnya hanya menuntut hak berdaulat sesuai sejarah masa lalu masyarakat Papua. Menurut Agus, masyarakat Papua sebenarnya sudah memperoleh kebebasan sebelum dicaplok pemerintah Indonesia.
“Kami hanya menuntut sesuai sejarah Papua saja,” ungkapnya.
Disisi lain, Pulau Papua pun menyimpan kekayaan sumber daya alam (SDA) melimpah; tambang emas, hutan dan produksi susu. Potensi SDA menjadi modal kuat bagi masyarakat Papua untuk menentukan nasib sendiri.
“Papua punya kekayaan melimpah seperti emas, hutan, susu dan lainnya. Kami akan mampu berdiri sendiri,” tegasnya.
Saat ini, masyarakat kian kecewa menyusul rencana pemerintah mencabut kebijakan otonomi khusus (otsus) Papua. Apalagi kebijakan ini tidak sepenuhnya mampu meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat Papua.
“Kebijakan otsus untuk siapa ? Apakah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Papua ? Faktanya tidak demikian,” ungkap Agus.